Pertanyaan
Selamat malam pak. Saya ingin bertanya perihal uang pisah yang tidak
dibayarkan oleh Perusahaan gimana cara nuntutnya ya pak? Terima Kasih.
Jawaban
Pengantar
Sebelumnya, rujukan utama Uang Pisah diatur dalam ketentuan
Pasal 158, Pasal 162 ayat dan
Pasal 168 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan
yang selanjutnya disebut dengan “UU tentang Ketenagakerjaan”.
Ada pun ketentuan-ketentuan sebagaimana yang tersebut di atas yang ada
menyebutkan frasa “uang pisah” sebagai berikut:
Pasal 158
(4)
Bagi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang tugas dan
fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain uang
penggantian hak sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (4)
diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Kemudian,
Pasal 162
(2)
Bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, yang tugas
dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain
menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4)
diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Pasal 168
(3)
Pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pekerja/buruh
yang bersangkutan berhak menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan
Pasal 156 ayat (4) dan diberikan uang pisah yang besarnya dan
pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama.
Ada beberapa yang menjadi catatan kami di awal berdasarkan
ketentuan-ketentuan pasal tersebut di atas, antara lain:
1.
Bahwa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, tidak memberikan definisi yang konkrit terhadap apa yang
dimaksud dengan “Uang Pisah” itu sendiri; sehingga untuk memahami apa itu
uang pisah, Anda harus melihat dengan kaca mata penafsiran secara
kontekstual terhadap frasa “uang pisah” itu sendiri yang merupakan bagian
dari kalimat hukum yang saling terkait dalam suatu ketentuan pasal yang
sudah disebutkan di atas;
2.
Bahwa perlu Anda ketahui juga, ketentuan
Pasal 158 ayat (4), Pasal 162 ayat (2), dan Pasal 168 ayat (3) UU tentang
Ketenagakerjaan
tersebut di atas oleh ketentuan
Pasal 81 Angka 50, Angka 54, dan Angka 60 Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagaimana telah
ditetapkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2023
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang
yang selanjutnya disebut “UU tentang Cipta Kerja” dinyatakan
dihapus, akan tetapi ketentuan-ketentuan tersebut senyatanya masih
dihidupkan kembali dalam Undang-Undang tentang Cipta Kerja, sebagaimana
ketentuan
Penjelasan Pasal 52 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya,
Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja
yang selanjutnya disebut “PP/35/2021” yang senyatanya kembali
menghidupkan Pasal 158 UU tentang Ketenagakerjaan yang sudah
dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia Nomor 012/PUU-I/2003 tanggal 28 Oktober 2004.
Uang Pisah dalam UU tentang Cipta Kerja
Sebagaimana yang sudah kami jelaskan di atas, bahwa ada beberapa ketentuan
yang sudah diubah dalam UU tentang Cipta Kerja khususnya mengenai
ketentuan pemberian “uang pisah” ini, apabila kita lihat ketentuan baru
dalam UU tentang Cipta Kerja,
mengenai siapa saja yang berhak atas uang pisah, kami rangkum sebagai
berikut:
1.
Apabila Anda seorang Pekerja/Buruh yang dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) atas dasar bahwa sebagaimana setelah adanya putusan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial menyatakan bahwa Anda selaku
Pekerja/Buruh
tidak dapat membuktikan mengenai kebenaran alasan permohonan PHK yang
Anda ajukan ke Pengadilan adalah perbuatan pengusaha/perusahaan yang
termasuk dalam ketentuan Pasal 36 huruf g PP/35/2021, maka Anda tidak berhak
atas uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja, Anda hanya berhak atas
uang pergantian hak dan uang pisah. Apa saja perbuatan sebagaimana yang
termasuk dalam Pasal 36 huruf g, antara lain sebagai berikut:
a.
menganiaya, menghina secara kasar, atau mengancam Pekerja/ Buruh;
b.
membujuk danlatau menyuruh Pekerja/Buruh untuk melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
c.
tidak membayar Upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga)
bulan berturut- turut atau lebih, meskipun Pengusaha membayar Upah secara
tepat waktu sesudah itu;
d.
tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada Pekerja/Buruh;
e.
memerintahkan Pekerja/Buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang
diperjanjikan; atau
f.
memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan
kesusilaan Pekerja/Buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada
Perjanjian Kerja.
Sampai di sini pahamkan? Bahwa untuk kemungkinan yang pertama ini, apabila
berawal dari Anda sebagai Pekerja/Buruh mengajukan PHK dengan alasan
sebagaimana yang tersebut di atas dan itu melalui Pengadilan Hubungan
Industrial bahwa keenam perbuatan di atas ternyata tidak dapat Anda buktikan
telah dilakukan pengusaha/Perusahaan Anda tempat Anda bekerja, maka Anda
hanya berhak atas uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 40 ayat
(4) dan uang pisah yang besarannya diatur dalam Perjanjian Kerja,
Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama; (vide Pasal 49 PP/35/2021)
2.
Apabila Anda selaku Pekerja/Buruh mengundurkan diri atas kemauan diri Anda
sendiri, maka Anda juga berhak atas uang pergantian hak dan uang pisah,
maksudnya mengundurkan diri atas kemauan sendiri bagaimana Anda dapat baca
tulisan kami berikut “Berapa Lama Pemberitahuan yang Saya Berikan Sesaat Sebelum Mengundurkan
Diri?”; (vide Pasal 50 PP/35/2021)
3. Apabila terhadap Anda selaku Pekerja/Buruh dilakukan PHK yang didasarkan oleh perbuatan mangkir pekerja/buruh selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis, sehingga dikualifikasikan mengundurkan diri, maka Anda juga berhak atas uang pergantian hak dan uang pisah; (vide Pasal 51 PP/35/2021)
4.
Apabila terhadap Anda selaku Pekerja/Buruh dilakukan PHK dengan didasari
alasan bahwa Pekerja/Buruh melakukan
pelanggaran bersifat mendesak yang diatur dalam Perjanjian Kerja,
Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama, maka Anda juga berhak
atas uang pergantian hak dan uang pisah; (vide Pasal 52 ayat (2) PP/35/2021)
5.
Apabila Anda selaku Pekerja/Buruh dilakukan PHK karena alasan bahwa
Anda selaku Pekerja/Buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam)
bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf l yang menyebabkan kerugian
Perusahaan dan tidak menyebabkan kerugian, maka Anda juga berhak atas uang
pergantian hak dan uang pisah; (vide Pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) PP/35/2021);
6.
Apabila terhadap Anda selaku Pekerja/Buruh dilakukan PHK dengan didasari
alasan bahwa pengadilan telah memutuskan Anda selaku Pekerja/Buruh terbukti
bersalah melakukan tindak pidana sebelum berakhirnya masa 6 (enam) bulan
penahanan Pekerja/Buruh oleh pihak berwajib, maka sudah semestinya Anda
mendapatkan Uang Pergantian Hak dan Uang Pisah. (vide Pasal 54 ayat (3) dan ayat (4) PP/35/2021)
Apabila dalam konteks permasalahan Anda, Anda termasuk dalam 6 (enam)
kualifikasi yang kami sebutkan di atas, maka memang senyatanya Anda berhak
atas uang pisah yang seharusnya Anda terima yang mana memang uang pisah ini
didasarkan pada Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan (PP) dan/atau
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang mengikat antara Anda selaku
pekerja/buruh dengan pihak pengusaha/Perusahaan tempat Anda bekerja.
Kemudian, dalam konteks pertanyaan Anda apabila uang pisah tersebut tidak dibayarkan oleh pihak pengusaha/Perusahaan tempat Anda bekerja Anda dapat menempuh upaya Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Perselisihan hubungan industrial diharapkan dapat diselesaikan melalui
perundingan bipartit. Dalam hal perundingan bipartit gagal, maka
penyelesaian dilakukan melalui mekanisme mediasi atau konsiliasi.
Bila mediasi dan konsiliasi gagal, maka perselisihan hubungan industrial
dapat dimintakan untuk diselesaikan di Pengadilan Hubungan Industrial.
Kami mengambil contoh, sebagaimana
Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 14/Pdt.Sus-PHI/2018/PN Dps,
tanggal 13 Februari 2019
yang mana dalam amar putusannya menyatakan:
MENGADILI
Dalam Eksepsi:
-
Menolak Eksepsi Tergugat untuk seluruhnya;
Dalam Pokok Perkara:
1.
Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2.
Menyatakan Penggugat berhak terhadap uang pisah
dan uang pengganti hak atas cuti yang belum gugur;
3.
Menghukum Tergugat untuk membayar kepada Penggugat uang sebesar Rp.
8.800.000,- (delapan juta delapan ratus ribu rupiah);
4.
Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya;
5.
Membebankan biaya perkara kepada Negara;
Kemudian, dalam pertimbangan Hukum Majelis Hakim menyatakan:
-
Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 162 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menentukan bahwa bagi pekerja yang
mengundurkan diri atas kemauan sendiri yang tugas dan fungsinya tidak
mewakii kepentingan pengusaha secara langsung,
selain menerima uang penggantian hak sesuai ketetuan pasal 156 ayat
(4) diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaanya diatur dalam
perjanjian kerja Bersama;
-
Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 13 Peraturan Perusahaan PT.
Mitra Pinasthika Mustika Finance tertanggal 10 April 2017 yang menyatakan
bahwa Karyawan Pimpinan adalah Karyawan dengan golongan mulai dari Assistant
Manager sampai dengan General Manager, yang karena jabatannya mempunyai
tugas memimpin divisi atau bagian dari Perusahaan atau yang dapat disamakan
dengan itu dan mempunyai wewenang baik kedalam dan/atau ke luar sesuai
dengan diskripsi tugasnya serta berdasarkan keterangan saksi – saksi
Penggugat di muka persidangan yang menyatakan bahwa tugas dan wewenang
Jabatan Penggugat yaitu Marketing Supervisor tidak mewakili
kepentingan Pengusaha karena tidak adanya wewenang untuk mengambil
keputusan, dan
telah tidak disangkalnya pernyataan Penggugat mengenai tugas dan fungsi
jabatannya tidak mewakili kepentingan pengusaha
secara langsung dalam Surat Jawaban Tergugat tertanggal 14 Januari 2018
maupun dimuka persidangan oleh Tergugat, sehingga telah terungkap bahwa
Penggugat sebagai pekerja pada Tergugat tugas dan fungsinya tidak mewakili
kepentingan pengusaha secara langsung,
sehingga berdasarkan pasal 50 Peraturan Perusahaan (bukti T-10),
Penggugat berhak atas uang pisah sebesar 1 (satu) bulan upah yaitu sebesar
Rp. 4.000.000,- (empat juta rupiah);
-
Menimbang, bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, maka Penggugat berhak
atas uang pisah sebesar Rp. 4.000.000,00 dan uang pengganti hak atas cuti
yang belum gugur sebesar Rp. 4.800.000,00 sehingga total yang harus dibayar
oleh Tergugat kepada Penggugat aadalah sebesar Rp. 8.800.000,00 (delapan
juta delapan ratus ribu rupiah);
-
Menimbang, bahwa dari uraian tersebut diatas, maka haruslah dinyatakan
mengabulkan gugatan sebagian, dan menolak untuk selain dan selebihnya;
-
Menimbang, bahwa dalam dalil gugatannya Penggugat mengakui telah menerima
pembayaran dari Tergugat sebesar Rp 4.000.000,00 (empat juta rupiah), dan
tidak mengetahui dengan jelas untuk apa peruntukan pembayaran dari Tergugat
tersebut kepada Penggugat, begitu pula Tergugat dalam surat jawabannya pada
pokoknya menyatakan bahwa uang tersebut sebagai uang sisa cuti yang belum
gugur tahun 2017 dan tahun 2018, namun dalam risalah penyelesaian
perselisihan hubunan industrial (perselisihan Hak), Tergugat tidak dirinci
peruntukannya hanya disebutkan rapel/pesangon/THR/Bonus/sisa hak;
-
Menimbang, bahwa oleh karena peruntukan uang Rp. 4.000.000,- (empat juta
rupiah) tersebut tidak jelas, dan tidak pula dibuktikan dalam persidangan,
maka mengenai peruntukan uang tersebut haruslah dikesampingkan;
Bagaimana Jika Besaran Uang Pisah Tidak Diatur Dalam Perjanjian Kerja, PP dan/atau PKB?
Perlu dicatat, bahwa ketiadaan pengaturan uang pisah di dalam peraturan
perusahaan tak otomatis menghilangkan hak pekerja atas uang pisah. Ini
penting diluruskan karena dalam praktik banyak hak pekerja atas uang pisah
yang diabaikan karena tak diatur oleh Perusahaan. Jadi, ada atau tidaknya
aturan tentang pemberian uang pisah dalam perjanjian kerja, PP atau PKB,
tetap mewajibkan perusahaan membayar uang pisah karyawan resign. Sebab,
berdasarkan PP/35/2021 uang pisah adalah hak dari karyawan yang harus
dibayarkan oleh perusahaan.
Kita ambil contoh Putusan yang menyatakan perusahaan tak mengatur besaran
uang pisah, sebagai contoh kasus serupa terkait perselisihan hak, Anda bisa
merujuk pada
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 104 K/Pdt.Sus/2010
tanggal 17 Maret 2010. Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan di persidangan,
didapatkan fakta sebagai berikut:
1.
Bahwa oleh karena Tergugat tetap menolak untuk memberikan hak-hak
pengunduran diri Penggugat walaupun telah diupayakan melalui Perundingan
Bipartit, maka pada tanggal 22 Juli 2008 Penggugat melaporkan dan
mencatatkan Perselisihan Hak Pengunduran diri tersebut ke Dinas Tenaga Kerja
Kota Surabaya untuk ditindak lanjuti guna penyelesaian melalui perundingan
Tripartit;
2.
Bahwa Mediator Hubungan Industrial telah berupaya untuk menyelesaikan
Perselisihan hak Pengunduran diri Penggugat tersebut karena Tergugat tetap
menolak untuk memberikan hak-hak Penggugat, maka Mediator telah pula
mengeluarkan anjuran pada tanggal 04 Desember 2008 No. 125/PHK/ XII/2008
yang menganjurkan agar Pengusaha memberikan hak-hak pekerja saudari Sumarli
Tri Wahyuni sebagai berikut:
a.
Uang Penghargaan Masa Kerja : 4 x Rp 1.300.000,- Rp 5.200.000,-;
b.
Uang Perumahan serta Pengobatan : 15 % x Rp 5.200.000,- Rp 780.000,-;
3.
Bahwa Penggugat dapat menerima Anjuran Mediator Hubungan Industrial
tersebut walaupun Mediator masih mempergunakan Pasal 26 KEP-MEN No.
KEP-150/MEN/2000 akan tetapi Tergugat tetap menolak untuk memberikan hak-hak
Penggugat atas Pengunduran diri atas kemauan sendiri yang telah dikabulkan
Tergugat;
4.
Bahwa oleh karena Penggugat tidak dapat menerima perbuatan Tergugat yang
menolak untuk memberikan hak-hak atas Pengunduran diri Penggugat, maka
berdasarkan Pasal 171 UU No. 13 Tahun 2003, Penggugat mengajukan gugatan ke
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya untuk
memperoleh kepastian hukum dan hak-hak Penggugat atas Pengunduran diri
secara baik-baik atas kemauan sendiri;
5.
Bahwa oleh karena Tergugat belum memiliki Peraturan Perusahaan walaupun
pekerja/ buruh di perusahaan Tergugat lebih 10 orang sebagaimana dimaksud
Pasal 108 UU No. 13 Tahun 2003 dan tidak memiliki perjanjian kerja bersama
yang mengatur tentang hak-hak dan kewajiban para pihak termasuk tentang uang
pisah terhadap pekerja/ buruh yang mengundurkan diri, oleh karena Tergugat
tidak mengatur tentang hak- hak pengunduran diri secara baik-baik atas
kemauan sendiri, maka yang berlaku adalah ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
6.
Bahwa berdasarkan Pasal 191 UU No. 13 Tahun 2003, yang menyatakan “Semua
peraturan pelaksanaan yang mengatur ketenagakerjaan tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dan/ atau belum diganti dengan peraturan yang baru
berdasarkan Undang-Undang ini”, bahwa peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang hak-hak pengunduran diri diatur di Pasal 26 KEP-MEN No.
KEP-150/MEN/2000 yang telah diubah dengan Pasal 26 B KEP-MEN No.
KEP-78/MEN/2001, bahwa Pasal 26 menyatakan “Dalam hal terjadi Pemutusan
hubungan kerja karena pekerja/ buruh mengundurkan diri secara baik-baik atas
kemauan sendiri, maka pekerja/ buruh berhak atas ganti kerugian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 B”;
7.
Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 26 B KEP-MEN No. KEP- 78/MEN/2001,
untuk pekerja/ buruh yang sudah bermasa kerja 9 tahun lebih akan tetapi
kurang dari 12 tahun mendapatkan ganti kerugian 11 bulan upah, maka
Penggugat berhak mendapatkan ganti kerugian atas pengunduran diri secara
baik atas kemauan sendiri sebesar 11 x Rp 1.300.000,- = Rp 14.300.000,- dan
Tergugat berkewajiban untuk membayar secara tunai dan sekaligus kepada
Penggugat
Atas hal-hal tersebut, kemudian Majelis Hakim PHI pada Pengadilan Negeri
Surabaya dalam amar putusannya menghukum tergugat untuk membayar uang pisah
sebesar 4 (empat) bulan upah, yakni sebesar Rp 5.200.000,- (lima juta dua
ratus ribu rupiah). Atas putusan tersebut, tergugat mengajukan kasasi ke
Mahkamah Agung, tetapi permohonan tersebut ditolak.
Perlu diketahui, hitungan uang pisah tersebut adalah sama dengan hitungan
uang penghargaan masa kerja (UPMK) yang dianjurkan oleh mediator hubungan
industrial dalam Anjuran Mediator Hubungan Industrial di tahap tripartit.
Demikian jawaban yang bisa kami berikan, terima kasih.
Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami persoalan Hukum Anda
melalui: Link di sini. atau melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia yang ada
di sini. Terima Kasih.