layananhukum

Kenapa OSS Mewajibkan Adanya SPPL untuk PUMK?

Ilustrasi SPPL
 

Pertanyaan

Selamat sore bang, sekadar ingin tahu kenapa OSS mewajibkan adanya SPPL kepada setiap pelaku usaha sekali pun mereka dalam klasifikasi Pelaku Usaha Mikro Kecil (PUMK)? Apabila tidak ada SPPL apakah artinya akan berpengaruh pada usaha yang akan dilakukan? Terima Kasih.

Jawaban

    Pengantar

    Anda perlu memahami dulu rezim perizinan dalam Pemerintah Republik Indonesia saat ini yang disebut dengan dengan OSS (Online Single Submission) (Perizinan Daring Terpadu) yang dikelola oleh Kementerian Investasi/BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) Republik Indonesia sebagaimana ketentuan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko yang selanjutnya disebut dengan “PP/5/2021 menyebutkan bahwa:

    “Untuk memulai dan melakukan kegiatan usaha, Pelaku Usaha wajib memenuhi:

    a.  Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha; dan/atau

    b.  Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.”

    Kemudian disebutkan lagi sebagaimana ketentuan Pasal 13 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagaimana yang telah disahkan menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang yang selanjutnya kita sebut dengan “UU Cipta Kerja”, yang menyebutkan bahwa

    “Persyaratan dasar Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud meliputi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), Persetujuan Lingkungan, Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF).”

    Ketentuan mengenai persyaratan dasar Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud masing-masing diatur dalam peraturan perundang- undangan di bidang tata ruang, lingkungan hidup, dan bangunan gedung.[1]

    Sebelum kami membahas terkait dengan SPPL, ada baiknya sebelumnya kami menjelaskan terlebih dahulu mengenai Persetujuan Lingkungan sebagaimana yang disebutkan dalam ketentuan Pasal 21 UU Cipta Kerja sebagaimana telah disahkan menyebutkan bahwa:

    “Dalam rangka memberikan kemudahan bagi setiap orang dalam memperoleh persetujuan lingkungan, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru beberapa ketentuan terkait Perizinan Berusaha yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059).”

    Apa itu Persetujuan Lingkungan?

    Sebagaimana ketentuan Pasal 22 Angka 1 UU Cipta Kerja sebagaimana telah mengubah ketentuan Pasal 1 Angka 35 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut dengan “UU Lingkungan Hidup” menyatakan bahwa:

    “Persetujuan Lingkungan adalah keputusan kelayakan Lingkungan Hidup atau pernyataan kesanggupan pengelolaan Lingkungan Hidup yang telah mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.”

    Sebelumnya dalam UU Lingkungan Hidup tidak dikenal istilah Persetujuan Lingkungan dan itu baru dirumuskan dalam UU Cipta Kerja. Sebelum UU Cipta Kerja disahkan, persetujuan lingkungan biasa dikenal dengan sebutan “Izin Lingkungan.” 

    Sebagaimana ketentuan Pasal 1 Angka 35 UU Lingkungan Hidup (sebelum UU Cipta Kerja disahkan) menyebutkan bahwa:

    Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.

    Dari definisi di atas terlihat bahwa ada perbedaan antara keduanya yang mana dalam Izin Lingkungan titik tekan pemberian Izin adalah wajib amndal atau UKL-UPL, sedangkankan dalam aturan baru Cipta Kerja, Persetujuan Lingkungan wajib dimiliki oleh setiap usaha/kegiatan yang memiliki dampak penting atau tidak penting terhadap lingkungan. Persetujuan Lingkungan sebagaimana yang dimaksud antara lain:

    1.    Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal);

    2.    Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL); atau

    3.    Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL).[2]

    Ketiga jenis Persetujuan Lingkungan tersebut dibedakan berdasarkan perbedaan skala usaha yang dijalani dan juga berdasarkan tingkat dampak terhadap lingkungan. Setiap persetujuan lingkungan diwajibkan bagi setiap rencana usaha dan/atau kegiatan usaha yang berdampak terhadap lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan dan kriteria masing-masing.

    Sebagaimana defisini Persetujuan Lingkungan itu berupa Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau berupa Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

    Disebutkan bahwa Dokumen Amdal merupakan dasar dilakukan uji kelayakan Lingkungan Hidup untuk rencana usaha dan/atau kegiatan.[3] Uji kelayakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dilakukan oleh tim uji kelayakan Lingkungan Hidup yang dibentuk oleh lembaga uji kelayakan Lingkungan Hidup Pemerintah Pusat.[4] Dan Keputusan kelayakan Lingkungan Hidup tersebut digunakan sebagai persyaratan penerbitan Perizinan Berusaha, atau persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.[5]

    Dalam pembahasan kita kali ini akan membahas terkait dengan Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup jadi kita hanya akan membahas ini dalam tulisan ini.

    Apa itu Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup?

    Sebagaimana Penjelasan Pasal 22 Angka 12 UU Cipta Kerja sebagimana mengubah ketentuan Pasal 34 ayat (2) UU Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa:

    “Yang dimaksud dengan “pernyataan kesanggupan pengelolaan Lingkungan Hidup” adalah standar pengelolaan Lingkungan Hidup dan pemantauan Lingkungan Hidup dari penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang telah disahkan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah bagi usaha dan/atau kegiatan yang wajib Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL).”

    Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap Lingkungan Hidup wajib memenuhi standar UKL-UPL.[6] Pemenuhan standar UKL-UPL sebagaimana dimaksud dinyatakan dalam pernyataan kesanggupan pengelolaan Lingkungan Hidup.[7] Berdasarkan pernyataan kesanggupan pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud, Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah menerbitkan Perizinan Berusaha, atau Persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.[8] Pemerintah Pusat menetapkan jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi UKL-UPL.[9]

    Kemudian disebutkan lagi bahwa Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi UKL-UPL wajib membuat surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan Lingkungan Hidup yang diintegrasikan ke dalam Nomor Induk Berusaha (NIB).[10] Penetapan jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dilakukan terhadap kegiatan yang termasuk dalam kategori berisiko rendah.[11]

    Apa itu SPPL?

    Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka 9 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana yang disebut dengan “PP Nomor 22 Tahun 2021” menyatakan bahwa:

    “Surat Pernyataan Kesanggupan pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut SPPL adalah pernyataan kesanggupan dari penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan Lingkungan Hidup atas Dampak Lingkungan Hidup dari Usaha dan/atau Kegiatannya di luar Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL.”

    Sederhananya, SPPL merupakan salah satu dokumen persetujuan lingkungan yang dapat dibuat pernyataannya secara mandiri oleh pelaku usaha. Isi dari pernyataan mandiri tersebut adalah kesanggupan pelaku usaha dalam mengelola dan memantau kegiatan usahanya demi menjaga kelestarian lingkungan hidup.

    SPPL sebagaimana dimaksud wajib dimiliki bagi usaha dan/atau Kegiatan yang tidak memiliki Dampak Penting terhadap Lingkungan Hidup dan tidak termasuk daiam kriteria wajib UKL-UPL.[12] Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki SPPL sebagaimana dimaksud meliputi:

    a.    Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak memiliki Dampak Penting dan tidak wajib UKL-UPL;

    b.    Merupakan Usaha dan/atau Kegiatan Usaha Mikro dan Kecil yang tidak memiliki Dampak penting terhadap Lingkungan Hidup; dan/atau

    c.    Termasuk jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang dikecualikan dari wajib UKL-UPL.[13]

    Rencana usaha/kegiatan yang wajib memiliki SPPL dikelompokkan berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dan/atau non-KBLI.[14] Hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2021 tentang Daftar Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Amdal, UKL-UPL, atau SPPL (“Permen LHK Nomor 4 Tahun 2021”).

    Beberapa contoh rencana usaha/kegiatan yang harus memiliki SPPL antara lain Perdagangan Eceran Sayuran (KBLI 47213), Industri Pangan Olahan Rumah Tangga untuk Produk Roti dan Kue (KBLI 10710), dan sebagainya. Jika ingin mengetahui daftar lebih lengkap tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan wajib SPPL, dapat dilihat pada Lampiran I dan II Permen LHK Nomor 4 Tahun 2021.

    Selain dalam Permen LHK Nomor 4 Tahun 2021, Anda juga bisa mengakses sistem Online Single Submission (OSS) milik Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal untuk memastikan rencana usaha/kegiatan yang wajib memiliki SPPL.

    Pengisian Formulir SPPL

    Beberapa hal yang dimuat dalam formulir SPPL di antaranya (vide Pasal 66 ayat (3) PP Nomor 22 Tahun 2021):

    1.    Kesanggupan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;

    2.    Lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan memiliki konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang atau rekomendasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang;

    3.    Kewajiban dasar pengelolaan lingkungan hidup.

    Selanjutnya, pelaku yang mengisi formulir SPPL dapat dibedakan menjadi 2 (dua), antara lain (“vide Pasal 65 ayat (1) dan ayat (2) PP Nomor 22 Tahun 2021”):

    1.    Pengisian SPPL bagi usaha yang dilakukan oleh pelaku usaha;

    2.    Pengisian SPPL bagi kegiatan yang dilakukan oleh instansi pemerintah.

    Terkhusus pengisian SPPL bagi usaha yang dilakukan oleh pelaku usaha dapat dilakukan melalui sistem OSS secara mandiri. Sistem OSS secara otomatis telah terintegrasi dengan penerbitan SPPL. Jadi, ketika pelaku usaha telah berhasil mendapatkan NIB melalui sistem OSS, maka sistem akan mengarahkan pelaku usaha untuk mengisi surat pernyataan mandiri SPPL.

    Sanksi

    Bagi pelaku usaha yang tidak melaksanakan kewajiban untuk mengurus SPPL sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan terkait, maka dapat dikenakan sanksi administratif berupa (vide Pasal 508 PP Nomor 22 Tahun 2021):

    a.   Teguran tertulis;

    b.   Paksaan pemerintah;

    c.   Denda administratif;

    d.   Pembekuan perizinan berusaha; dan/atau

    e.   Pencabutan perizinan berusaha.

    Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami persoalaan Hukum anda melalui: Link di sini.  atau melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia yang ada di sini. Terima Kasih.


    [1] vide Pasal 5 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.

    [2] vide Pasal 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

    [3] vide  Pasal 21 Angka 3 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagaimana yang telah disahkan menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang sebagaimana telah mengubah ketentuan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

    [4] vide  Pasal 21 Angka 3 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagaimana yang telah disahkan menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang sebagaimana telah mengubah ketentuan Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

    [5] vide  Pasal 21 Angka 3 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagaimana yang telah disahkan menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang sebagaimana telah mengubah ketentuan Pasal 24 ayat (5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

    [6] vide  Pasal 21 Angka 12 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagaimana yang telah disahkan menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang sebagaimana telah mengubah ketentuan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

    [7] vide  Pasal 21 Angka 12 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagaimana yang telah disahkan menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang sebagaimana telah mengubah ketentuan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

    [8] vide  Pasal 21 Angka 12 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagaimana yang telah disahkan menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang sebagaimana telah mengubah ketentuan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

    [9] vide  Pasal 21 Angka 12 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagaimana yang telah disahkan menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang sebagaimana telah mengubah ketentuan Pasal 34 ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

    [10] vide  Pasal 21 Angka 13 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagaimana yang telah disahkan menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang sebagaimana telah mengubah ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

    [11] vide  Pasal 21 Angka 13 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagaimana yang telah disahkan menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang sebagaimana telah mengubah ketentuan Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

    [12] vide Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

    [13] vide Pasal 7 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

    [14] vide Pasal 6 ayat (2) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2021 tentang Daftar Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup.

    Formulir Isian