layananhukum

Pengenaan Pajak terhadap Pelaku Usaha Mikro Kecil (PUMK)

Pertanyaan

Selamat malam bang, saya menjalankan satu usaha yang sudah hampir 5 tahun saya menyewa suatu toko kecil yang terbuat dari lapak kayu pinggir jalan. Dimana status tanah tersebut adalah milik negara atau tanah negara yang disewakan oleh intansi dan boleh untuk disewakan. Pertanyaannya apakah saya  sudah terkena wajib pajak? Omset kotor penghasilan usaha saya sekitar -+25 juta perbulan dan pendapatan sekitar 8-12 juta perbulan. Saya juga terkendala izin usaha soalnya pengurusannya agak ribet. Soalnya bangunan didirikan di atas tanah negara. Inti, pertanyaan saya apakah toko saya sudah wajib pajak dengan jumlah omset pendapatan di atas? Seandainya sudah wajib pajak apakah pengurusan pajak tanpa izin usaha itu bisa? Semoga dijawab Terima kasih bang.

Jawaban

    Pengantar

    Perizinan Usaha

    Ada beberapa hal yang masih perlu kami minta klarifikasi walau pun pertanyaan secara garis besarnya dapat kami jawab. Terkait dengan apa jenis usaha yang Anda jalankan serta terkendala dimana izin pengurusannya? Mengingat bahwa bahwa sejak diterbitkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja kemudian yang dicabut dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang ditetapkan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, banyak perubahan signifikan yang diupayakan oleh Pemerintah dalam rangka meningkatkan perekonomian. Satu di antaranya adalah dengan memudahkan dan mempercepat proses perizinan pelaku usaha melalui satu pintu atau dikenal juga dengan istilah One Single Submission (OSS).

    Berbeda dengan proses perizinan sebelumnya, OSS menitikberatkan pula terhadap tingkat risiko yang diberikan oleh masing-masing jenis usaha yang kemudian menjadikan OSS berubah menjadi OSS Risk Based Approached (OSS-RBA), yaitu risiko yang menjadi dasar Perizinan Berusaha diberikan.

    Sebagaimana ketentuan Pasal 1 Angka 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, menyatakan bahwa:

    “Perizinan Berusaha Berbasis Risiko adalah Perizinan Berusaha berdasarkan tingkat Risiko kegiatan usaha.”

    Tingkat Risiko Usaha dalam OSS-RBA dikelompokkan berdasarkan tingkat risiko usahanya. Risiko usaha ini dibagi menjadi 4 (empat) tingkatan, di antaranya:

    1)   Kegiatan usaha dengan tingkat risiko rendah;

    2)   Kegiatan usaha dengan tingkat risiko menengah rendah;

    3)   Kegiatan usaha dengan tingkat risiko menengah tinggi;

    4)   Kegiatan usaha dengan tingkat risiko tinggi. (vide Pasal 10 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko)

    Selain dibagi berdasar tingkat usaha, dalam OSS-RBA juga membagi berdasarkan skala kegiatan usaha, yakni Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan Usaha Besar (vide Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko).

    Pelaku usaha dengan risiko skala rendah dan skala menengah-rendah dapat menyelesaikan pengurusan izin usahanya melalui OSS-RBA. Undang-undang mengatur bahwa kegiatan usaha yang tidak berdampak signifikan pada lingkungan dan sumber daya alam atau mudah untuk dijalankan dapat memulai kegiatannya langsung setelah memperoleh NIB.

    Sementara itu, kegiatan usaha berisiko skala menengah-tinggi dan skala tinggi wajib memiliki NIB, terutama untuk yang berisiko tinggi wajib ada izin, Izin sebagaimana dimaksud wajib dipenuhi oleh Pelaku Usaha sebelum melaksanakan kegiatan usahanya. Lalu, kementerian/lembaga/pemerintah daerah akan memverifikasi persyaratan/standar dan melakukan pengawasan terhadap kegiatan usaha tersebut. (vide Pasal 176 ayat (1) dan Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko)

    Kemudian, disebutkan juga bahwa untuk Kegiatan Usaha Risiko Rendah, Pelaku Usaha hanya dipersyaratkan memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB). Untuk kegiatan usaha Risiko menengah rendah, Pelaku Usaha dipersyaratkan memiliki NIB dan pernyataan pemenuhan Sertifikat Standar. (vide Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko)

    Apabila Anda masih susah untuk mengurusnya kami dapat memastikan proses izin usaha Anda yang masuk dalam klasifikasi Mikro Kecil dapat berjalan dengan baik. Lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia yang ada di sini

    Wajib Pajak Usaha Mikro Kecil

    Sebelumnya Anda dapat membaca tulisan kami yang berjudul “Pengantar Hukum Pajak” bahwa untuk dapat dikenakan Pajak pada orang perorangan atau badan tentu harus berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan yang mana pemajakan terjadi apabila terpenuhi 2 (dua) syarat yaitu syarat subjektif dan syarat objektif. Baik syarat subjektif maupun syarat objektif berkaitan erat dengan ketentuan hukum perdata. (vide Pasal 2 Angka 1 Pasal 2 ayat (1) beserta Penjelasannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan)

    Dalam konteks hal yang Anda tanyakan, kami menilai bahwa Anda masuk dalam klasifikasi Pelaku Usaha Mikro (PUM), yang mana disebutkan bahwa untuk menentukan kriteria Usaha apakah masuk dalam klasifikasi Mikro, Kecil, dan Menengah itu dapat dilihat dari modal usaha, indikator kekayaan bersih, hasil penjualan tahunan, atau nilai investasi, insentif dan disinsentif, penerapan teknologi ramah lingkungan, kandungan lokal, atau jumlah tenaga kerja sesuai dengan kriteria setiap sektor usaha.[1]

    Sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 35 ayat (3) huruf a Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, menjelaskan bahwa:

    “Usaha Mikro memiliki modal usaha sampai dengan paling banyak Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha

    Kemudian disebutkan bahwa untuk kriteria hasil penjualan tahunan untuk Usaha Mikro memiliki hasil penjualan tahunan sampai dengan paling banyak Rp2.000.000.000,- (dua miliar rupiah).[2]

    Kami melihat bahwa Anda masuk dalam klasifikasi ini. Mengingat penghasilan bruto Anda kurang lebih dalam 1 (bulan) Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah). Apabila dalam 1 (satu) tahun sekitar Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah).

    Catatan:

    Untuk orang pribadi yang membuka usaha tetapi tidak melakukan pembukuan harus melakukan pencatatan terhadap penghasilan bruto yang diterima. Selanjutnya, atas penghasilan bruto harus dikalikan norma yang berlaku sehingga diperoleh penghasilan neto.  

    Dalam kasus Anda, kami berasumsi bahwa penghasilan neto yang Anda dapatkan dalam satu bulannya adalah kurang lebih Rp. 12.000.000,- (dua belas juta rupiah). Apabila dalam 1 (satu) tahun maka penghasilan Anda atau hasil keuntungan yang Anda dapatkan adalah Rp. 144.000.000,- (seratus empat puluh empat juta rupiah)

    Perlu diketahui sejak tanggal 7 Oktober 2021, DPR resmi menyetujui Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan menjadi Undang-Undang. Aturan tersebut memuat berbagai peraturan, mulai dari Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Ketentuan Umum, hingga pengenalan Pajak Karbon sebagai upaya pemerintah melakukan reformasi perpajakan. Sebagai bentuk dukungan serta upaya menciptakan keadilan antara pelaku usaha, melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pemerintah memberikan insentif bagi para pelaku UMKM orang pribadi. Bagi pengusaha orang pribadi yang menghitung PPh menggunakan tarif final 0,5% (berdasarkan PP 23/2018), atas peredaran bruto (omzet) sampai Rp500 juta setahun tidak akan dikenakan PPh.

    Berikut merupakan ilustrasi penghitungan PPh sebelum dan sesudah berlakunya UU HPP.


    Dapat dilihat bahwa dengan adanya “Penghasilan Tidak Kena Pajak” (PTKP) sebesar Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dalam satu tahun, Wajib Pajak dapat menghemat beban pajak yang harus dikeluarkan sampai dengan Rp2.500.000,- (dua juta lima ratus rupiah). Dengan demikian, bagi pengusaha orang pribadi UMKM dengan omzet kurang dari Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dalam satu tahun, tidak akan dikenakan pajak.

    Sebagaimana yang sudah kami jelaskan di atas, bahwa sebagaimana Pasal 6 ayat (2) huruf a angka 6 jo. ayat (3( huruf f angka 1 dan Angka 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan, menyebutkan bahwa wajib pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu tidak dikenai PPh final atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak. Sepanjang memenuhi ketentuan yang diatur, PPh final bagi pelaku UMKM sebesar 0,5% baru mulai dibayarkan pada bulan saat omzetnya sudah melampaui Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). Sementara itu, dasar pengenaan pajak (DPP)-nya dihitung dari selisih omzet yang diterima kemudian dikurangi Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

    Sederhananya, apabila wajib pajak orang pribadi belum memiliki penghasilan mencapai Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) maka belum ada kewajiban menyetorkan PPh final UMKM 0,5%. Kewajiban pembayaran pajak final hanya apabila penghasilan sudah melebihi Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). Bagian Penjelasan Pasal 60 ayat (5) huruf b Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan memberikan contoh penghitungan PPh final terutang wajib pajak orang pribadi UMKM sebagai berikut:

    “Tuan R merupakan wajib pajak orang pribadi yang baru terdaftar pada Januari 2022. Tuan R memiliki usaha toko elektronik dan memenuhi ketentuan untuk dapat dikenakan ppH bersifat final berdasarkan ketentuan PP 55/2022.”

    Begini, kira-kira secara konvensional menghitungnya:

    Omzet per bulan Rp100.000.000,- (seratus juta rupiah) , maka Rp100.000.000,- x 12 bulan = Rp1.200.000.000,-, (satu miliyar dua ratus juta rupiah), angka Rp1.200.000.000,- (satu miliyar dua ratus juta rupiah) sudah melebihi Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)  sehingga dikenakan Pajak UMKM sebesar 0,5%. Dengan rincian bulan 1-5 belum dikenakan pajak karena belum melebihi Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) , dan baru di bulan 6-12 (7 bulan) dikenakan pajak UMKM 0,5% sehingga perhitungannya: 0,5% x 700 jt = Rp3.500.000,- (tiga juta lima ratus).

    Kewajiban Membuat Nomor Pokok Wajib Pajak dan Membuat SPT

    Meski pun demikian, Anda harus memahami bahwa tetap betapa pentingnya melakukan Pendaftaran Diri untuk membuat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), kemudian menghitung pajak terutang kemudian membayar pajak terutang tersebut melaporkan seluruh kegiatan usaha Anda dalam SPT Tahunan.

    Saran kami segera urus juga izin usaha Anda, karena dengan adanya integrasi sistem izin yang Anda dapatkan dan kewajiban Anda sebagai Wajib Pajak untuk melaporkan seluruh kegiatan usaha Anda dalam SPT Tahunan itu akan meningkatkan iklim usaha serta menjamin keberlangsungan usaha yang Anda jalani.

    Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia yang ada di sini. Terima Kasih.

    [1] vide Pasal 87 Angka 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang ditetapkan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang sebagaimana mengubah ketentuan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

    [2] vide Pasal 35 ayat (5) huruf a Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

    Formulir Isian