layananhukum

Bentuk-Bentuk Surat Dakwaan yang Wajib Anda Ketahui

Ilustrasi Pembacaan Dakwaan terhadap Terdakwa

Pertanyaan

Selamat pagi pak, apakah ada standar atau pedoman Jaksa dalam merumuskan Surat Dakwaan. Dapatkah menjelaskan secara gamblang karena ada beberapa bagian terkadang membingungkan secara teknis bagaimana jaksa merumuskan surat dakwaan dalam suatu perkara pidana. Terima kasih.

Jawaban
Pengantar

Apabila merujuk pada ketentuan Herzien Inlandsch Reglement (H.I.R) atau kemudian disebut dengan Het Herziene Indonesisch Reglement atau Reglemen Indonesia yang Diperbarui (R.I.B), Surat Dakwaan itu disebut juga dengan Akte van Beschuldiging (AvB)[1] atau di dalam Het Wetboek van Strafvordering (Sv) atau Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Belanda saat ini disebut juga dengan Tenlastelegging. Sedangkan, dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau yang selanjutnya disebut dengan “KUHAP”, sebagaimana Pasal 14 huruf d KUHAP menyebutkan bahwa:

“Penuntut Umum mempunyai wewenang membuat surat dakwaan.”

Kemudian, timbul pertanyaan kapan surat dakwaan tersebut dibuat oleh penuntut umum? Hal tersebut diatur dalam Pasal 140 ayat (1) KUHAP yang menyebutkan:

“Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, ia dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan.”

Pengertian Surat Dakwaan

KUHAP memang tidak menjelaskan secara tekstual apa yang dimaksud dari surat dakwaan. Secara pengertian umum surat dakwaan dalam praktik hukum menurut M. Yahya Harahap[2] adalah:

“Surat atau akta yang memuat perumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan dan merupakan dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan di muka sidang pengadilan.”

Artinya, keberfungsian dari surat dakwaan dalam pemeriksaan di sidang pengadilan sangat penting. Karena pemeriksaan sidang tidak boleh menyimpang dari apa yang dirumuskan dalam surat dakwaan. Misalnya, apabila surat dakwaan berisi tuduhan dugaan tindak pidana pembunuhan berencana (vide Pasal 340 KUHP), sepanjang ruang lingkup itulah batas-batas pemeriksaan dalam persidangan dan tidak dimungkinkan rumusan mengenai tindak pidana narkotika atau lainnya. Itulah sebabnya undang-undang mengatur bahwa penuntut umum wajib menyusun surat dakwaan secara jelas semata-mata untuk mempermudah jalannya pemeriksaan persidangan.

Singkatnya, Terdakwa yang dihadapkan ke sidang pengadilan hanya dapat dijatuhi hukum apabila ia terbukti secara sah dan meyakinkan tindak pidana sebagaimana yang disebutkan atau dinyatakan penuntut umum dalam surat dakwaannya. Oleh karena itu, pendekatan pemeriksaan persidangan sebagaimana yang sudah kami jelaskan di atas harus dititik tolakkan atau bertumpu pada surat dakwaan. Sebagaimana contoh, sebagaimana Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 68 K/KR/1973, tanggal 16 Desember 1976, yang menyatakan:

“Putusan pengadilan harus berdasarkan tuduhan (dakwaan) yang dalam hal ini berdasarkan Pasal 315 KUHP, walaupun kata-kata yang tertera dalam surat tuduhan (dakwaan) lebih banyak ditujukan pada pasal 310 KUHP.”

Sering kali di lapangan yang kami temui menyimpang dari apa yang dirumuskan dalam surat dakwaan yang mengakibatkan pemeriksaan dan pertimbangan putusan menyimpang dari apa yang dimaksudkan dalam surat dakwaan.

Syarat-Syarat Surat Dakwaan

Mengenai syarat surat dakwaan dapat dilihat pada Pasal 143 ayat (2) KUHAP, yang menyebutkan:

“Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi:

a.     nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka;

b.     uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.”

Pengaturan dalam KUHAP tersebut tidak jauh berbeda sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 261 KUHAP Belanda menyebutkan bahwa:

“De tenlastelegging moet voldoen aan de eisen van het Wetboek van Strafvordering: Welk strafbaar feit zou de verdachte op welke tijd, op welke plaats en onder welke omstandigheden hebben begaan? De tenlastelegging heeft twee functies:

1.      de verdachte weet waarvoor hij terechtstaat;

2.     het bindt de strafrechter tot een beslissing over het tenlastegelegde.”

Bahwa Surat dakwaan harus memenuhi syarat yang diatur dalam KUHAP (Belanda) yaitu Tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa pada waktu, tempat dan keadaan yang jelas. Surat dakwaan memiliki dua fungsi antara lain:

1.        Terdakwa wajib mengetahui untuk apa dia diadili; dan

2.       Dakwaan tersebut akan mengikat pengadilan pidana untuk keputusan atau menjatuhkan putusan atas dakwaan atas dirinya.

Kemudian berdasarkan syarat surat dakwaan sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP tersebut di atas kemudian ditentukanlah 2 (dua) syarat antara lain syarat formal (formil) dan syarat materiil dari surat dakwaan.

Sesuai ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf a KUHAPsyarat formil meliputi:

a.       Surat Dakwaan harus dibubuhi tanggal dan tanda tangan Penuntut Umum pembuat Surat Dakwaan;

b.      Surat Dakwaan harus memuat secara lengkap identitas terdakwa yang meliputi : nama lengkap, tempat lahir, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan.

Disamping syarat formil tersebut ditetapkan pula bahwa Surat Dakwaan harus memuat uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai Tindak Pidana yang didakwakan dengan menyebutkan tempat dan waktu Tindak Pidana itu dilakukan. Syarat ini dalam praktik tersebut sebagai syarat materiil.

Sebagaimana ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAPsyarat materiil. Meliputi:

a.       Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai Tindak Pidana yang didakwakan;

b.      Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai waktu dan tempat Tindak Pidana itu dilakukan.

Uraian secara cermat, berarti menuntut ketelitian Jaksa Penuntut Umum dalam mempersiapkan Surat Dakwaan yang akan diterapkan bagi terdakwa. Dengan menempatkan kata “cermat” paling depan dari rumusan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP, pembuat Undang-Undang menghendaki agar Jaksa Penuntut Umum dalam membuat Surat Dakwaan selalu bersikap korek dan teliti.

Uraian secara jelas, berarti uraian kejadian atau fakta kejadian yang jelas dalam Surat Dakwaan, sehingga terdakwa -dengan mudah memahami apa yang didakwakan terhadap dirinya dan dapat mempersiapkan pembelaan dengan sebaik-baiknya.

Uraian secara lengkap, berarti Surat Dakwaan itu memuat semua unsur (elemen) Tindak Pidana yang didakwakan. Unsur-unsur tersebut harus terlukis didalam uraian fakta kejadian yang dituangkan dalam Surat Dakwaan.

Secara materiil suatu Surat Dakwaan dipandang telah memenuhi syarat apabila Surat Dakwaan tersebut telah memberi gambaran secara bulat dan utuh tentang:

1)       Tindak Pidana yang dilakukan;

2)      Siapa yang melakukan Tindak Pidana tersebut;

3)      Dimana Tindak Pidana dilakukan;

4)      Bilamana/kapan Tindak Pidana dilakukan;

5)      Bagaimana Tindak Pidana tersebut dilakukan;

6)      Akibat apa yang ditimbulkan Tindak Pidana tersebut (delik materiil);

7)       Apakah yang mendorong terdakwa melakukan Tindak Pidana tersebut (delik-delik tertentu);

8)      Ketentuan-ketentuan Pidana yang diterapkan.

Komponen-komponen tersebut secara kasuistik harus disesuaikan dengan jenis Tindak Pidana yang didakwakan (apakah Tindak Pidana tersebut termasuk delik formil atau delik materiii). Dengan demikian dapat diformulasikan bahwa syarat formil adalah syarat yang berkenaan dengan formalitas pembuatan Surat Dakwaan, sedang syarat materiil adalah syarat yang berkenaan dengan materi/substansi Surat Dakwaan.

Untuk keabsahan Surat Dakwaan, kedua syarat tersebut harus dipenuhi. Tidak terpenuhinya syarat formil, menyebabkan Surat Dakwaan dapat dibatalkan (vernietigbaar), sedang tidak terpenuhinya syarat materiil. menyebabkan dakwaan batal demi hukum (absolut nietig).

Frasa “Batal demi hukum” pasca Putusan Mahkamah Konstitusi

Kemarin sebagaimana kita ketahui bersama ketentuan Pasal 143 KUHAP tersebut dilakukan uji materiil (judicial review) di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 28/PUU-XX/2022, tanggal 31 Oktober 2022, yang mana Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan penafsiran baru terhadap frasa “batal demi hukum” Pasal 143 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (“KUHAP”). Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo, Mahkamah menilai dapat menciptakan kepastian dan keadilan hukum apabila frasa  frasa “batal demi hukum” Pasal 143 ayat (3) KUHAP dimaknai pengajuan perbaikan surat dakwaan hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali setelah surat dakwaan dinyatakan batal atau batal demi hukum oleh hakim.

Suhartoyo melanjutkan frasa “batal demi hukum” yang terdapat pada Pasal 143 ayat (3) KUHAP akan dapat menciptakan kepastian hukum apabila dimaknai pengajuan perbaikan surat dakwaan hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali setelah dinyatakan batal atau batal demi hukum. Artinya, apabila dakwaan kedua diajukan Penuntut Umum masih diajukan keberatan mengenai keterpenuhan syarat formil dan materi surat dakwaan, maka hakim harus memeriksa surat dakwaan tersebut secara bersama-sama dengan materi pokok perkara yang diputus secara bersama-sama dalam putusan akhir.

“Dengan diberikan pemaknaan baru oleh Mahkamah atas norma Pasal 143 ayat (3) KUHAP, maka terhadap perkara yang saat ini sudah dinyatakan surat dakwaan JPU batal atau batal demi hukum, baik sekali atau lebih oleh hakim, maka dapat diajukan untuk satu kali lagi dan kemudian hakim memeriksanya bersamaan dengan materi pokok perkara. Sementara itu, terhadap perkara yang belum pernah sama sekali diajukan surat dakwaan oleh JPU dalam persidangan, berklaku ketentuan sebagaimana yang telah diputuskan ini,” ujar Suhartoyo.

Lebih lanjut Suhartoyo menyampaikan tanpa ada kejelasan status dan batas waktu suatu perkara selesai, maka berakibat pada kehilangan hak konstitusional dari para pihak. Secara normatif, penyebab hal tersebut bukan semata-mata dampak dari penerapan hukum karena pada praktik hukum yang dapat mengajukan surat dakwaan berkali-kali atas suatu perkara yang sama dengan surat dakwaan yang sudah diperbaiki, setelah sebelumnya dinyatakan batal atau batal demi hukum.

Akan tetapi dapat terjadi akibat KUHAP yang tidak memberikan kejelasan pemaknaan Pasal 143 ayat (3) yang diputus berdasarkan putusan sela. Dengan demikian, sambung Suhartoyo, telah terdapat celah dalam pengaturan mengenai perbaikan surat dakwaan yang berdampak pada ketidakpastian dan ketidakadilan hukum, baik bagi terdakwa dan/atau korban tindak pidana. Secara universal hal demikian tidak sejalan dengan asas litis finiri oportet yang menegaskan setiap perkara harus ada akhirnya.

“Dengan demikian cukup beralasan bagi Mahkamah menegaskan mengenai berapa kali jaksa penuntut umum dapat mengajukan perbaikan surat dakwaan, sehingga terdakwa dapat diajukan kembali pada sidang pengadilan dan berapa kali pula hakim dapat menjatuhkan putusan sela atas surat dakwaan yang diajukan keberatan oleh terdakwa atau penasihat hukum,” sebut Suhartoyo.

Sedangkan, menurut Andi Hamzah Dakwaan dapat dinyatakan batal demi hukum jika tidak memuat waktu dan tempat tindak  pidana yang dilakukan oleh terdakwa. Sebab, hal ini penting dan berpengaruh untuk penentuan kompetensi absolut dan relatif pengadilan, keberlakuan hukum pidana Indonesia,  perkara  tidak lewat waktu (verjaard), dan  tidak nebis in idem. Jika  tidak   menyebutkan waktu   dan  tempat sebenarnya, maka sudah pasti dakwaan batal demi hukum.

Demikian keterangan yang disampaikan Andi Hamzah selaku Ahli Hukum Pidana yang dihadirkan Kejaksaan Agung (Pihak Terkait) dalam sidang lanjutan pengujian Pasal 143 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Kamis (4/8/2022). Pada sidang kedelapan Perkara Nomor 28/PUU-XX/2022 yang dimohonkan Direktur PT Karya Jaya Satria Umar Husni (Pemohon) ini, Ketua MK Anwar Usman bertindak sebagai pimpinan sidang dengan didampingi delapan hakim konstitusi lainnya.

Lebih lanjut Hamzah mengatakan apabila dalam pembuktian terbukti suatu delik benar terjadi  dan terdakwa   adalah  pelakunya, namun  hari  dan  tanggal yang tertera berbeda dengan kejadian sesungguhnya, maka   penuntut   umum   diperbolehkan untuk  mengajukan dakwaan dan dapat memperbaikinya di tempat berlangsungnya persidangan. Diakui oleh Hamzah bahwa berdasar pengalamannya, hakim  tidak pernah memutus  batal   demi  hukum  dan penuntut   umum   membuat dakwaan  baru.

Sebab penuntut   umum  seharusnya dapat  berdiskusi terlebih dahulu  dengan Kepala  Kejaksaan   Negeri dan untuk selanjutnya  hakim  pun dapat membatalkan lagi.

“Menurut    pendapat   saya,    yang  tidak   beres  salah  satunya  adalah jaksa  atau hakimnya. Jadi hal yang disidangkan ini  bukan   wewenang   Mahkamah Kosntitusi, tetapi Mahkamah  Agung. Bahwa surat dakwaan  itu  adalah  akta  otentik  sama  dengan akta  notaris.  Maka dari itu di sudut  atas tertulis  ‘pro justitia atau untuk  keadilan’ sebagai  pengganti materai  karena   negara yang membuat.  Dakwaan itu sedapat  mungkin  singkat, jelas,  dan  semua  kata  dalam  dakwaan  itu  harus dibuktikan,” jelas Hamzah yang menghadiri sidang secara daring.

Bentuk-Bentuk Surat Dakwaan

Sebagaimana yang dirumuskan dalam Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: SE-004/J.A/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan, menyebutkan bahwa Undang-Undang tidak menetapkan bentuk Surat Dakwaan dan adanya berbagai bentuk Surat Dakwaan dikenal dalam perkembangan praktik, disebut sebagai berikut:

1.        Dakwaan Tunggal

Dalam Surat Dakwaan ini hanya satu Tindak Pidana saja yang didakwakan, karena tidak terdapat kemungkinan untuk mengajukan alternatif atau dakwaan pengganti lainnya. Artinya, di sini Penuntut Umu biasanya sangat yakin akan pasal yang didakwakan kepada terdakwa. Misalnya, hanya didakwakan Tindak Pidana Pencurian (vide Pasal 362 KUHP).

2.       Dakwaan Alternatif

Dalam Surat Dakwaan terdapat beberapa dakwaan yang disusun secara berlapis, lapisan yang satu merupakan alternatif dan bersifat mengecualikan dakwaan pada lapisan lainnya. Bentuk dakwaan ini digunakan bila belum didapat kepastian tentang Tindak Pidana mana yang paling tepat dapat dibuktikan. Meskipun dakwaan terdiri dari beberapa lapisan, tetapi hanya satu dakwaan saja yang akan dibuktikan. Pembuktian dakwaan tidak perlu dilakukan secara berurut sesuai lapisan dakwaan, tetapi langsung kepada dakwaan yang dipandang terbukti. Apabila salah satu telah terbukti maka dakwaan pada lapisan lainnya tidak perlu dibuktikan lagi. Misalnya, didakwakan:

-        Pertama   : Pencurian (vide Pasal 362 KUHP), atau 

-        Kedua       : Penadahan (vide Pasal 480 KUHP).

3.      Dakwaan Subsidair

Sama halnya dengan dakwaan alternatif, dakwaan subsider juga terdiri dari beberapa lapisan dakwaan yang disusun secara berlapis dengan maksud lapisan yang satu berfungsi sebagai pengganti lapisan sebelumnya. Sistematik lapisan disusun secara berurut dimulai dari Tindak Pidana yang diancam dengan pidana tertinggi sampai dengan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana terendah. Pembuktiannya dilakukan secara berurut dimulai dari lapisan teratas sampai dengan lapisan yang dipandang terbukti. Lapisan yang tidak terbukti harus dinyatakan secara tegas dan dituntut agar terdakwa dibebaskan dari lapisan dakwaan yang bersangkutan. Misalnya, didakwakan:

-        Primair               : Pembunuhan Berencana (vide Pasal 340 KUHP),

-        Subsidair            : Pembunuhan (vide Pasal 338 KUHP),

-        Lebih Subsidair : Penganiayaan yang menyebabkan matinya orang (vide Pasal 351 ayat (3) KUHP).

4.       Dakwaan Kumulatif

Dalam Surat Dakwaan kumulatif, didakwakan beberapa Tindak Pidana sekaligus, ke semua dakwaan harus dibuktikan satu demi satu. Dakwaan yang tidak terbukti harus dinyatakan secara tegas dan dituntut pembebasan dari dakwaan tersebut. Dakwaan ini dipergunakan dalam hal terdakwa melakukan beberapa Tindak Pidana yang masing-masing merupakan Tindak Pidana yang berdiri sendiri. Misalnya, didakwakan: 

-        Kesatu             : Pembunuhan (vide Pasal 338 KUHP), dan         

-        Kedua              : Pencurian dengan pemberatan (vide Pasal 363 KUHP), dan

-        Ketiga              : Perkosaan (vide Pasal 285 KUHP).

5.       Dakwaan Kombinasi

Disebut dakwaan kombinasi, karena di dalam bentuk ini dikombinasikan/digabungkan antara dakwaan kumulatif dengan dakwaan alternatif atau Subsidair. Timbulnya bentuk ini seiring dengan perkembangan di bidang kriminalitas yang semakin variatif baik dalam bentuk/jenisnya maupun dalam modus operandi yang dipergunakan. Misalnya, didakwakan:

-       Kesatu:

Primair               : Pembunuh berencana (vide Pasal 340 KUHP)

Subsidair           : Pembunuhan biasa (vide Pasal 338 KUHP);

Lebih Subsidair :Penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang (vide Pasal 351 ayat (3) KUHP);

-        Kedua:

Primair            : Pencurian dengan pemberatan (vide Pasal 363 KUHP);

Subsidair         : Pencurian (vide Pasal 362 KUHP), dan

-        Ketiga              : Perkosaan (vide Pasal 285 KUHP).

Teknik Pembuatan Surat Dakwaan

Teknik pembuatan Surat Dakwaan berkenaan dengan pemilihan bentuk Surat Dakwaan dan redaksi yang dipergunakan dalam merumuskan Tindak Pidana yang didakwakan.

1.        Pemilihan Bentuk

Bentuk Surat Dakwaan disesuaikan dengan jenis Tindak Pidana yang dilakukan oleh terdakwa. Apabila terdakwa hanya melakukan satu tindak pidana, maka digunakan dakwaan tunggal. Dalam hal terdakwa melakukan satu Tindak Pidana yang menyentuh beberapa perumusan Tindak Pidana dalam Undang-Undang dan belum dapat dipastikan tentang kualifikasi dan ketentuan pidana yang dilanggar, dipergunakan dakwaan alternatif atau subsidair. Dalam hal terdakwa melakukan beberapa Tindak Pidana yang masing-masing merupakan Tindak Pidana yang berdiri sendiri-sendiri, dipergunakan bentuk dakwaan kumulatif.

2.       Teknis Redaksional

Hal ini berkenaan dengan cara merumuskan fakta-fakta dan perbuatan terdakwa yang dipadukan dengan unsur-unsur Tindak Pidana sesuai perumusan ketentuan pidana yang dilanggar, sehingga nampak dengan jelas bahwa fakta-fakta perbuatan terdakwa memenuhi segenap unsur Tindak Pidana sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan pidana yang bersangkutan. Perumusan dimaksud harus dilengkapi dengan uraian tentang waktu dan tempat Tindak Pidana dilakukan. Uraian kedua komponen tersebut dilakukan secara sistematis dengan menggunakan bahasa yang sederhana dan kalimat-kallimat efektif.

Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia yang ada di sini. Terima Kasih.


[1] Istilah ini hampir sama dengan istilah dalam Wetboek van Strafvordering atau KUHAP Belgia, sebagaimana dalam Pasal 261 KUHAP Belgia yang menyebutkan:

[In alle gevallen waarin de beschuldigde naar het hof van assisen wordt verwezen, is de procureur-generaal gehouden een akte van beschuldiging op te stellen. De akte van beschuldiging beschrijft:

1.   de aard van het misdrijf dat aan de beschuldiging ten grondslag ligt;

2.   het feit en alle omstandigheden die de straf kunnen verzwaren of verminderen; de beschuldigde wordt met name erin genoemd en duidelijk aangewezen. De akte van beschuldiging eindigt aldus: “Bijgevolg wordt N... beschuldigd die bepaalde doodslag, die bepaalde diefstal, of die andere bepaalde misdaad, met die en die omstandigheid, te hebben gepleegd.]

Terjemahan:

[Dalam semua perkara di mana terdakwa dirujuk ke Pengadilan Assizes, Jaksa Agung wajib membuat surat dakwaan. Surat dakwaan tersebut wajib menjelaskan:

1.   sifat kejahatan yang mendasari tuduhan itu;

2.   delik dan segala keadaan yang dapat memperberat atau memperingan hukuman; terdakwa disebutkan di dalamnya dan diidentifikasi dengan jelas. Surat dakwaan tersebut menyimpulkan sebagai berikut: "Oleh karena itu, terdakwa... didakwa telah melakukan pembunuhan tertentu, perampokan tertentu, atau kejahatan tertentu lainnya, dalam keadaan ini dan itu.]

[2] M. Yahya Harahap, “Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2021), 386-387.

Formulir Isian