layananhukum

Prosedur Pengangkatan Anak oleh Warga Negara Asing (WNA) yang Wajib Anda Ketahui

Ilustrasi Intercountry Adoption

 

Pertanyaan

Halo nama saya Matius (warga negara Australia), Istri saya bernama Yupita dari Sanggau. Kami membutuhkan bantuan hukum terkait dengan adopsi anak. Ia adalah putri kandung dari kakak perempuan Yupita yang lahir di luar perkawinan dan diasuh oleh Yupita sejak lahir. Yupita adalah seorang wanita lajang yang tidak pernah menikah sampai kami menikah pada tanggal 26 Agustus 2021. Kami sekarang tinggal di Australia dan tidak dapat membawa putri kami untuk menjadi keluarga bersama kami. Yupita harus mendapatkan surat keterangan sah hak asuh anak. Untuk menunjukkan bahwa dia adalah anak tanggungan kami. Kami ingin mengadopsinya jika memungkinkan. Anak yang hendak kami angkat berusia 13 tahun. Kami adalah keluarga katolik. Kami di sini hanya beberapa minggu untuk melakukan proses ini dan telah mencoba tanpa bantuan hukum tetapi saya menyadari kami tidak memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk ini. Saya hanya bisa berbahasa Inggris. Istri saya multibahasa tetapi lebih baik jika kami dapat berkomunikasi dalam bahasa Inggris kebanyakan. Harap Anda dapat membantu. Kami perlu bertemu seseorang dengan cepat sebelum kami harus kembali bekerja di Australia. Salam hangat Matius.

Jawaban
Pengantar

Perlu diketahui bahwa Pengangkatan Anak atau Adopsi (Adoption) di Indonesia menggunakan beberapa sistem hukum, antara lain Hukum Adat, Hukum Islam dan Hukum Nasional, yang masing-masing hidup dan berlaku di Indonesia. Pengangkatan Anak menurut masing-masing undang-undang berbeda satu sama lain; Selain itu, pengangkatan dalam Hukum Adat memiliki variasinya sendiri bahkan konsekuensi hukumnya dalam setiap Masyarakat Hukum Adat dapat bervariasi. Oleh karena itu, Pengangkatan Anak di Indonesia berbeda-beda dan memiliki banyak variasi. Satu di antaranya adalah adalah Pengangkatan Anak oleh Warga Negara Asing (WNA) atau disebut dengan Intercountry Adoption yang diatur dalam Hukum Nasional.

Apabila merujuk pada ketentuan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak selanjutnya disebut dengan “PP/54/2007”, menyebutkan bahwa:

Pengangkatan anak terdiri atas:

a.       pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia (WNI); dan

b.      pengangkatan anak antara Warga Negara Indonesia (WNI) dengan Warga Negara Asing (WNA).

Oleh karena itu, sehubungan dengan permasalahan Anda, mari kita bahas soal pengangkatan anak WNI oleh WNA. Pengangkatan anak antara Warga Negara Indonesia (WNI) dengan Warga Negara Asing (WNA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b PP/54/2007, meliputi:

-        pengangkatan anak Warga Negara Indonesia (WNI) oleh Warga Negara Asing (WNA); dan

-        pengangkatan anak Warga Negara Asing (WNA) di Indonesia oleh Warga Negara Indonesia (WNI).[1]

Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dilakukan melalui putusan pengadilan.[2]

Sebenarnya pengangkatan anak Warga Negara Indonesia (WNI) oleh Warga Negara Asing (WNA) hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.[3] Jadi, pada dasarnya sebisa mungkin pengangkatan anak Indonesia itu hanya dilakukan oleh WNI saja.

Asas-asas pengangkatan anak tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak dan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 110 / HUK /2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak. Asas-asas tersebut antara lain:

Kepentingan yang Terbaik Bagi Anak (The Best Interest of The Child)[4]

Prinsip pertama pengangkatan anak di Indonesia sama dengan prinsip umum pengangkatan anak di dunia yaitu kepentingan terbaik bagi anak. Tujuan utama pengangkatan anak haruslah untuk mewujudkan kesejahteraan dan perlindungannya. Oleh karena itu, pengangkatan anak tidak dapat dilakukan jika dapat merugikan atau merugikan anak angkat yang bersangkutan. Prinsip ini diperlukan untuk menghindari terjadinya kecurangan atau penyimpangan, misalnya adopsi tanpa prosedur yang benar, pemalsuan data, dan atau perdagangan anak atau bahkan perdagangan organ tubuh manusia.[5] Oleh karenanya orang tua angkat diwajibkan membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak.[6]

Calon Orang Tua Angkat Harus Seagama dengan Agama yang Dianut oleh Calon Anak Angkat.[7]

Dalam hal asal usul Anak tidak diketahui, agama Anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat.[8] Ketentuan ini berlaku untuk Anak yang belum berakal dan bertanggung jawab, dan penyesuaian agamanya dilakukan oleh mayoritas penduduk setempat (setingkat desa atau kelurahan) secara musyawarah, dan telah diadakan penelitian yang sungguh-sungguh.[9] Dalam beberapa Putusan Pengadilan, baik Pengadilan Agama (PA) atau pun Pengadilan Negeri (PN) menunjukkan agama Anak Angkat didapatkan dari orang tua kandungnya. Namun demikian, dalam kasus anak terlantar di rumah sakit atau orang tuanya tidak diketahui, hakim memberikan pertimbangan yang tidak jelas kepada agama anak asuh yang masih bayi dan biasanya tidak disebutkan. Berikut putusan-putusannya:

-        Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 121/Pdt.P.2007/PN.Jak. Sel tanggal 14 Mei 2007;

-        Putusan Pengadilan Agama Gresik Nomor 0066/Pdt.P/2011/PA.Gs tanggal 4 Oktober 2 Mei 2011;

-        Putusan Pengadilan Agama Pasuruan Nomor 09/Pdt.P/2012/ PA.Pas tanggal 12 Maret 2012;

-        Putusan Pengadilan Agama Bengkulu Nomor 15/Pdt.P/2010/PA.Bn, tanggal 31 Agustus 2010;

-        Putusan Pengadilan Agama Pekanbaru Nomor 17/Pdt.P/2013/ PA.PBR, tanggal 11 April 2013;

-        Putusan Pengadilan Agama Slavia Nomor 70/Pdt.P/2010/PA.PBR, tanggal 2010; dan

-        Putusan Pengadilan Agama Jakarta Pusat Nomor 08/Pdt.P/2011/PAJP, tanggal 30 Maret 2011.

Pengangkatan Anak Tidak Memutuskan Hubungan Darah antara Anak yang Diangkat dan Orang Tua Kandungnya.[10]

Oleh karenanya, disebutkan bahwa ada dibuatnya surat pernyataan tertulis di atas kertas bermaterai cukup yang menjelaskan bahwa Calon Orang Tua Angkat (COTA) akan memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang tua kandungnya dengan memperhatikan kesiapan anak.[11] Dan disebutkan juga bahwa dalam hal pengangkatan anak Warga Negara Indonesia (WNI) oleh Warga Negara Asing (WNA), orang tua angkat harus melaporkan perkembangan anak kepada Departemen Luar Negeri Republik Indonesia melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat paling singkat sekali dalam 1 (satu) tahun, sampai dengan anak berusia 18 (delapan belas) tahun.[12]

Konsekuensi hukum dari asas ini tidak dirinci dalam peraturan di Indonesia. Namun, menurut Sudargo Gautama[13] menyebutkan, karena masih ada hubungan darah antara anak angkat dengan jenazah kandungnya, maka anak angkat masih memiliki kesempatan untuk mewarisi dari orang tua kandungnya atau sebaliknya. Peraturan ini juga menunjukkan bahwa Indonesia hendak menganut adopsi sederhana atau adopsi minus plena yang menitikberatkan pada pengasuhan anak untuk kepentingan terbaik anak, bukan cara melanjutkan keturunan atau adopsi naturam imitatuur.

Dalam Hukum Islam keluarga angkat, salah satu akibatnya adalah ayah angkat tidak dapat menjadi wali nikah dari mempelai Wanita (anak perempuannya) yang merupakan anak angkat.

Ultimum Remedium (As A Final Resort)

Seperti yang sudah kami jelaskan di atas sebagaimana ketentuannya yang menyebutkan bahwa pengangkatan Anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.[14]

Larangan Pengangkatan Anak antar Negara (Prohibitions of Indonesian Intercountry Adoptions)

Yang dimaksud dengan “orang tua tunggal” adalah seseorang yang berstatus tidak menikah atau janda/duda.[15] Orang Tua Angkat Tunggal Warga Negara Asing (WNA) dilarang untuk Pengangkatan Anak antar Negara (Intercountry Adoptions). Sebagaimana disebutkan bahwa Pengangkatan anak oleh orang tua tunggal hanya dapat dilakukan oleh Warga Negara Indonesia (WNI) setelah mendapat izin dari Menteri.[16] Pemberian izin sebagaimana dimaksud dapat didelegasikan kepada kepala instansi sosial di provinsi.[17] Persyaratan ini semata-mata demi kepentingan terbaik anak, karena seorang anak membutuhkan kedua orang tuanya sama seperti keluarga normal untuk membesarkan dan tumbuh. Oleh karena itu, pengangkatan orang tua tunggal hanya dapat dilakukan jika memenuhi syarat-syarat tertentu.

Syarat Calon Orang Tua Angkat (COTA) Warga Negara Asing (WNA)

Calon Orang Tua Angkat (COTA) Warga Negara Asing (WNA) harus memenuhi syarat-syarat:[18]

a.       sehat jasmani dan rohani;

b.      berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun;

c.       beragama sama dengan agama calon anak angkat;

d.      berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan;

e.       berstatus menikah paling singkat 5 (lima) tahun;

f.        tidak merupakan pasangan sejenis;

g.      tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak;

h.      dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial;

i.        memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis orang tua atau wali anak;

j.        membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak;

k.       adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat;

l.        telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 (enam) bulan, sejak izin pengasuhan diberikan; dan

m.     memperoleh izin Menteri dan/atau kepala instansi sosial.

Selain memenuhi syarat-syarat di atas, Calon Orang Tua Angkat (COTA) Warga Negara Asing (WNA) juga harus memenuhi syarat:[19]

a.       telah bertempat tinggal di Indonesia secara sah selama 2 (dua) tahun;

b.      mendapat persetujuan tertulis dari pemerintah negara pemohon; dan

c.       membuat pernyataan tertulis melaporkan perkembangan anak kepada untuk Departemen Luar Negeri Republik Indonesia melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat.

Apabila merujuk pada kondisi Anda, usia perkawinan Anda belum 5 (lima) tahun dan Anda tidak bertinggal tetap di Indonesia selama 2 (dua) tahun. Sedangkan mengenai umur, perhitungan umur COTA yaitu umur pada saat mengajukan permohonan pengangkatan anak dilakukan. (vide Pasal 7 ayat (2) Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 110/HUK/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak

Permohonan Pengangkatan Anak Warga Negara Indonesia (WNI) oleh Warga Negara Asing (WNA) yang telah memenuhi persyaratan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan pengadilan dan harus dilaksanakan di Indonesia.[20] Dalam proses perizinan pengangkatan anak, Menteri dibantu oleh Tim Pertimbangan, yaitu yaitu tim yang dibentuk oleh Menteri, yang bertugas memberikan pertimbangan dalam memperoleh izin pengangkatan anak dan beranggotakan perwakilan dari instansi yang terkait.[21]

Tim Pertimbangan Perizinan Pengangkatan Anak (“Tim PIPA”) ini adalah suatu wadah pertemuan koordinasi lintas Instansi guna memberikan pertimbangan kepada Menteri untuk pemberian izin pengangkatan anak yang dilaksanakan antara WNI dengan WNA atau kepada Gubernur untuk pemberian izin pengangkatan anak yang dilaksanakan antar WNI, yang diselenggarakan secara komperhensif dan terpadu.[22]

Tata Cara Pengangkatan Anak WNI oleh WNA

Adapun tata cara pengangkatan anak WNI oleh WNA, Calon Orang Tua Angkat (COTA) sebagai berikut:[23]

a.       COTA mengajukan permohonan izin pengasuhan anak kepada Menteri Sosial diatas kertas bermaterai cukup dengan melampirkan semua persyaratan administratif Calon Anak Angkat (CAA) dan COTA, persyaratan administrasi CAA, antara lain:

-        Fotopy KTP orang tua kandung/wali yang sah/kerabat CAA;

-        Fotopy Kartu Keluarga (KK) orang tua CAA; dan

-        Kutipan Akta Kelahiran CAA.[24]

Sedangkan persyaratan administrasi COTA, antara lain:[25]

-        Surat Keterangan Sehat COTA dari Rumah Sakit Pemerintah;

-        Surat Keterangan Kesehatan dari Dokter Spesialis Jiwa Pemerintah yang menyatakan COTA Tidak Mengalami Gangguan Kesehatan Jiwa;

-        Surat Keterangan Tentang Fungsi Organ Reproduksi COTA dari Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Pemerintah;

-        Akte Kelahiran COTA yang Dilegalisir di Negara Asal Dikeluarkannya Surat tersebut;

-        Copy paspor dan Kartu Ijin Tinggal Terbatas (KITAS) dan Kartu Ijin Tinggal Tetap (KITAP); serta Surat Keterangan Tempat Tinggal (Domisili);

-        Copy KTP orang tua kandung CAA dan/atau copy kartu keluarga orang tua kandung CAA dan/ atau surat keterangan identitas agama orang tua kandung CAA dan/ atau penetapan pengadilan tentang agama CAA;

-        Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) COTA dari MABES POLRI;

-        Copy Akta Perkawinan yang dilegalisir di negara asal dikeluarkannya surat tersebut;

-        Copy AktA Kelahiran Anak Kandung COTA, apabila COTA telah mempunyai seorang anak;

-        Keterangan Penghasilan dari Tempat Bekerja COTA yang dilegalisir oleh Kedutaan Besar Negara COTA dan dilihat dan dicatat di Deplu dan Dephukham;

-        Surat Pernyataan Persetujuan CAA di atas kertas bermaterai cukup bagi anak yang telah mampu menyampaikan pendapatnya dan/atau hasil laporan Pekerja Sosial,

-        Surat izin dari orang tua/wali di atas kertas bermaterai cukup;

-        Surat Pernyataan di atas kertas bermaterai cukup yang menyatakan bahwa pengangkatan anak untuk kesejahteraan dan perlindungan anak, serta demi kepentingan terbaik bagi anak;

-        Membuat pernyataan tertulis di atas kertas bermaterai cukup yang menyatakan bahwa akan dan bersedia melaporkan perkembangan anak kepada Departemen Luar Negeri Indonesia melalui Perwakilan RI setempat setiap tahun hingga anak berusia 18 (delapan belas) tahun;

-        Membuat surat penyataan di atas kertas bermaterai cukup yang menyatakan bahwa dalam hal CAA dibawa ke luar negeri COTA harus melaporkan ke Departemen Sosial dan ke Perwakilan RI terdekat dimana mereka tinggal segera setelah tiba di negara tersebut;

-        Surat pernyataan di atas kertas bermaterai cukup yang menyatakan bahwa COTA bersedia dikunjungi oleh perwakilan RI setempat guna melihat perkembangan anak sampai anak berusia 18 (delapan belas) tahun;

-        Surat pernyataan dan jaminan COTA secara tertulis di atas kertas bermaterai cukup yang menyatakan bahwa seluruh dokumen yang diajukan adalah sah dan sesuai fakta yang sebenarnya;

-        Surat pernyataan di atas kertas bermaterai cukup yang menyatakan bahwa akan memperlakukan anak angkat dan anak kandung tanpa diskriminasi sesuai dengan hak- hak dan kebutuhan anak di atas kertas bermaterai cukup;

-        Surat pernyataan di atas kertas bermaterai cukup yang menyatakan bahwa COTA akan memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang tua kandungnya dengan memperhatikan kesiapan anak;

-        Surat Izin dari pemerintah negara asal COTA yang dilegalisir Departemen Luar Negeri setempat;

-        Persetujuan dari keluarga COTA yang dilegalisir di negara asal dikeluarkannya surat tersebut;

-        Laporan sosial mengenai CAA yang dibuat oleh Pekerja Sosial Lembaga Pengasuhan Anak;

-        Surat penyerahan anak dari ibu kandung kepada rumah sakit /kepolisian / masyarakat yang dilanjutkan dengan penyerahan anak kepada Instansi Sosial;

-        Surat penyerahan anak dari Instansi Sosial kepada Lembaga Pengasuhan Anak;

-        Laporan sosial mengenai COTA dibuat oleh Pekerja Sosial Instansi Sosial;

-        Surat keputusan Izin Asuhan yang ditandatangani Direktur Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial atas nama Menteri Sosial RI tentang pemberian izin pengasuhan sementara;

-        Laporan sosial dari Pekerja Sosial Instansi Sosial Provinsi dan Pekerja Sosial Lembaga Pengasuhan Anak mengenai perkembangan anak selama diasuh sementara oleh COTA;

-        Foto CAA bersama COTA;

-        Surat keputusan TIM PIPA tentang pertimbangan izin pengangkatan anak;

-        Surat Keputusan Menteri Sosial c.q. Direktur Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial tentang pemberian izin pengangkatan anak untuk diproses lebih lanjut di pengadilan; dan

-        Penetapan pengadilan bahwa status CAA sebagai anak terlantar.

b.         Menteri c.q. Direktur Pelayanan Sosial Anak menugaskan Pekerja Sosial Instansi Sosial untuk melakukan penilaian kelayakan COTA dengan dilakukan kunjungan rumah kepada keluarga COTA;

c.       Direktur Pelayanan Sosial Anak atas nama Menteri Sosial cq Direktur Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial mengeluarkan Surat Keputusan Izin Pengasuhan Anak Sementara kepada COTA melalui Lembaga Pengasuhan Anak;

d.      Penyerahan anak dari Lembaga Pengasuhan Anak kepada COTA;

e.       Bimbingan dan pengawasan dari Pekerja Sosial selama pengasuhan sementara;

f.        COTA mengajukan permohonan izin pengangkatan anak disertai pernyataan mengenai motivasi pengangkatan anak kepada Menteri Sosial di kertas bermaterai cukup;

g.      Kunjungan rumah oleh Pekerja Sosial Departemen Sosial dan Lembaga Pengasuhan Anak untuk mengetahui perkembangan CAA selama diasuh COTA;

h.      Direktur Pelayanan Sosial Anak membahas hasil penilaian kelayakan COTA, dan memeriksa serta meneliti berkas/dokumen permohonan pengangkatan anak dalam Tim PIPA;

i.        Diterbitkannya Surat rekomendasi dari TIM PIPA tentang perizinan pertimbangan pengangkatan anak;

j.        Menteri Sosial c.q. Direktur Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial mengeluarkan Surat Izin pengangkatan anak untuk untuk ditetapkan di pengadilan;

k.       Apabila permohonan pengangkatan anak ditolak maka anak akan dikembalikan kepada orang tua kandung/ wali yang sah/kerabat, Lembaga Pengasuhan Anak, atau pengasuhan alternatif lain sesuai dengan kepentingan terbaik bagi anak;

l.        Setelah terbitnya penetapan pengadilan dan selesainya proses pengangkatan anak, COTA melapor dan menyampaikan salinan tersebut ke Departemen Sosial; dan m. Departemen Sosial mencatat dan mendokumentasikan pengangkatan anak tersebut.

Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia yang ada di sini. Terima Kasih.


[1] vide Pasal 11 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

[2] vide Pasal 11 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

[3] vide Pasal 5 ayat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

[4] vide Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

[5] vide Penjelasan Bagian I Umum: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

[6] vide Pasal 13 huruf j Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

[7] vide Pasal 39 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

[8] vide Pasal 39 ayat (5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

[9] vide Penjelasan Pasal 39 ayat (5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

[10] vide Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

[11] vide Pasal 21 ayat (1) huruf m Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 110/HUK/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.

[12] vide Pasal 40 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

[13] Sudargo Gautama, “Pengantar Hukum Perdata International Indonesia”, (Bandung: Binacipta, 1987), 143-144.

[14] vide Pasal 39 ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Pasal 5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

[15] vide Penjelasan Pasal 16 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

[16] vide Pasal 16 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

[17] vide Pasal 16 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

[18] vide Pasal 13 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

[19] vide Pasal 17 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

[20] vide Pasal 22 ayat (1) jo. Pasal 24 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

[21] vide Pasal 25 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

[22] vide Pasal 1 Angka 12 Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 110/HUK/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.

[23] vide Pasal 46 Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 110/HUK/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.

[24] vide Pasal 5 Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 110/HUK/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.

[25] vide Pasal 45 ayat (1) Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 110/HUK/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.

Formulir Isian