layananhukum

Begini Aturan Pengangkatan Anak yang Wajib Anda Ketahui

Ilustrasi Pengangkatan Anak
 

Pertanyaan

Pagi pak, izin bertanya bagaimana prosedur pengangkatan anak yang baik dan benar menurut aturan hukum? Mengingat bahwa kami sekeluarga berniat untuk melakukan pengangkatan anak dari saudara kami? Kami belum mengetahui bagaimana prosedurnya? Terima kasih.

Jawaban
Pengantar

Istilah adopsi anak merupakan terjemahan dari bahasa Inggris “adoption”, yang berarti mengangkat anak orang lain untuk dijadikan sebagai anak sendiri dan mempunyai hak yang sama dengan anak kandung. Sedangkan, istilah yang digunakan dalam peraturan perundang-undangan adalah Pengangkatan Anak, sebagiamana ketentuan Pasal 1 Angka 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, yang selanjutnya disebut dengan “PP/54/2007” menyatakan bahwa:

“Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat.”

Lebih lanjut, perlu diketahui juga sebagaimana ketentuan Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) UU/35/2014 menyatakan ada beberapa catatan penting yang harus Anda pahami sebagai berikut:

(1)      Pengangkatan Anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi Anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang- undangan.

(2)     Pengangkatan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memutuskan hubungan darah antara Anak yang diangkat dan Orang Tua kandungnya.

Jenis-Jenis Pengangkatan Anak

Pengangkatan anak terdiri dari:

a.       Pengangkatan Anak antar Warga Negara Indonesia (WNI dengan WNI); dan

b.      Pengangkatan Anak antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing (WNI dengan WNA).[1]

Pengangkatan Anak antar Warga Negara Indonesia (WNI dengan WNI) sebagaimana dimaksud, meliputi:

a.       Pengangkatan Anak berdasarkan adat kebiasaan setempat; atau

b.      Pengangkatan Anak berdasarkan peraturan perundang-undangan.[2]

Pengangkatan Anak berdasarkan peraturan perundang-undangan, terdiri dari pengangkatan anak:

a.       Secara langsung; dan

b.      Melalui Lembaga Pengasuhan Anak.[3]

Pengangkatan Anak sebagaimana dimaksud melalui Lembaga Pengasuhan Anak, terdiri dari:

a.       Pengangkatan Anak oleh COTA yang salah seorangnya Warga Negara Asing;

b.      Pengangkatan Anak oleh Orang Tua Tunggal.[4]

Catatan:

Bahwa pengangkatan Anak antara Warga Negara Indonesia (WNI) dengan Warga Negara Asing (WNA) hanya dilakukan melalui Lembaga Pengasuhan Anak.[5]

Pengangkatan anak (adopsi) Indonesia yang dilakukan oleh Warga Negara Indonesia (WNI) terdiri dari beberapa jenis (disarikan dari Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan Anak terbitan Departemen Sosial Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Direktorat Bina Pelayanan Sosial Anak, hal 7-17), yaitu:

1.        Pengangkatan Anak antar Warga Negara Indonesia (Domestic Adoption);

2.       Pengangkatan Anak secara Langsung (Private Adoption);

3.      Pengangkatan Anak oleh Orang Tua Tunggal (Single Parent);

4.       Pengangkatan Anak menurut Hukum Adat.

Syarat-Syarat Pengangkatan Anak
Syarat Anak Angkat

Sebagaimana ketentuan Pasal 1 Angka 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, selanjutnya disebut dengan “UU/35/2014”  sebagaimana terakhir telah diubah dengan “UU/17/2016 tentang Penetapan Perppu/1/2016 tentang Perubahan Kedua “UU/23/2002”, yang menyatakan bahwa:

“Anak Angkat adalah Anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan Keluarga Orang Tua, Wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan Anak tersebut ke dalam lingkungan Keluarga Orang Tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.”

Syarat (materiil) Calon Anak Angkat (CAA) yang akan diangkat oleh Calon Orang Tua Angkat (COTA), meliputi:

a.       Belum berusia 18 (delapan belas) tahun;

b.      Merupakan anak terlantar atau ditelantarkan;

c.       Berada dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan anak; dan

d.      Memerlukan perlindungan khusus.[6]

Usia anak angkat sebagaimana dimaksud meliputi:

a.       Anak belum berusia 6 (enam) tahun, merupakan prioritas utama;

b.      Anak berusia 6 (enam) tahun sampai dengan belum berusia 12 (dua belas) tahun, sepanjang ada alasan mendesak; dan

c.       Anak berusia 12 (dua belas) tahun sampai dengan belum berusia 18 (delapan belas) tahun, sepanjang anak memerlukan perlindungan khusus.[7]

Permohonan pengangkatan anak harus melampirkan persyaratan administratif Calon Anak Angkat (CAA) yang meliputi:

a.       Copy KTP orang tua kandung/wali yang sah/kerabat CAA;

b.      Copy Kartu Keluarga (KK) Orang Tua CAA; dan

c.       Kutipan Akta Kelahiran CAA.

Syarat Calon Orang Tua Angkat (COTA)

Adapun disebut bahwa Orang tua angkat adalah orang yang diberi kekuasaan untuk merawat, mendidik, dan membesarkan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan dan adat kebiasaan.[8] Terdapat 13 syarat (materiil) yang harus dipenuhi calon orang tua angkat manakala ingin melakukan adopsi anak, yakni:

a.       Sehat jasmani dan rohani;

b.      Berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun;

c.       Beragama sama dengan agama calon anak angkat;

d.      Berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan;

e.       Berstatus menikah paling singkat 5 (lima) tahun;

f.        Tidak merupakan pasangan sejenis;

g.      Tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki 1 (satu) orang anak;

h.      Dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial;

i.        Memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis orang tua atau wali anak;

j.        Membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak;

k.       Adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat;

l.        Telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6(enam) bulan, sejak izin pengasuhan diberikan; dan

m.     Memperoleh izin Menteri dan/atau kepala instansi sosial.[9]

Perlu diketahui bahwa umur COTA sebagaimana dimaksud yaitu perhitungan umur COTA pada saat mengajukan Permohonan Pengangkatan Anak.[10] Kemudian, Persetujuan tertulis dari CAA, disesuaikan dengan tingkat kematangan jiwa dari CAA.[11]

Sedangkan untuk syarat administrasi Persyaratan administratif COTA antara lain harus melampirkan:

a.       Surat Keterangan Sehat dari Rumah Sakit Pemerintah;

b.      Surat Keterangan Kesehatan Jiwa dari Dokter Spesialis Jiwa dari Rumah Sakit Pemerintah;

c.       Copy Akta Kelahiran COTA;

d.      Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) setempat;

e.       Copy Surat nikah/Akta Perkawinan COTA;

f.        Kartu Keluarga dan KTP COTA;

g.      Copy Akta Kelahiran CAA;

h.      Keterangan Penghasilan dari Tempat Bekerja COTA;

i.        Surat Izin dari Orang Tua Kandung/Wali yang Sah/Kerabat di atas kertas bermaterai cukup;

j.        Surat Pernyataan Tertulis di atas kertas bermaterai cukup yang menyatakan bahwa pengangkatan anak demi kepentingan terbaik bagi anak dan perlindungan anak;

k.       Surat Pernyataan Jaminan COTA secara tertulis di atas kertas bermaterai cukup yang menyatakan bahwa seluruh dokumen yang diajukan adalah sah dan sesuai fakta yang sebenarnya;

l.        Surat Pernyataan Secara Tertulis di atas kertas bermaterai cukup yang menjelaskan bahwa COTA akan memperlakukan anak angkat dan anak kandung tanpa diskriminasi sesuai dengan hak-hak dan kebutuhan anak;

m.     Surat pernyataan tertulis di atas kertas bermaterai cukup yang menjelaskan bahwa COTA akan memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang tua kandungnya dengan memperhatikan kesiapan anak;

n.      Surat rekomendasi dari Kepala Instansi Sosial Kabupaten/Kota; dan

o.      Surat Keputusan Izin Pengangkatan Anak yang dikeluarkan oleh Kepala Instansi Sosial Provinsi.[12]

Kemudian, persyaratan administratif COTA sebagaimana dimaksud yang berupa copy harus dilegalisir oleh lembaga yang menerbitkan dokumen atau lembaga yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.[13]

Tata Cara Prosedur Pengangkatan Anak secara Langsung

Pengangkatan anak secara langsung, dilaksanakan dengan tata cara:

a.       COTA mengajukan permohonan izin pengasuhan anak kepada Kepala Instansi Sosial Provinsi diatas kertas bermaterai cukup dengan melampirkan semua persyaratan administratif CAA dan COTA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 110/HUK/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak;

b.      Kepala Instansi Sosial Propinsi/Kabupaten/Kota menugaskan Pekerja Sosial Provinsi/Kab/Kota untuk melakukan penilaian kelayakan COTA;

c.       Permohonan pengangkatan anak diajukan kepada Kepala Instansi Sosial Provinsi melalui Instansi Sosial Kabupaten/Kota;

d.      Kepala Instansi Sosial Kabupaten/Kota mengeluarkan rekomendasi untuk dapat diproses lebih lanjut ke provinsi;

e.       Kepala Instansi Sosial Provinsi mengeluarkan Surat Keputusan tentang Izin Pengangkatan Anak untuk dapat diproses lebih lanjut di pengadilan;

f.        Setelah terbitnya penetapan pengadilan dan selesainya proses pengangkatan anak, COTA melapor dan menyampaikan salinan tersebut ke Instansi Sosial dan ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil kabupaten/kota; dan

g.      Instansi sosial mencatat dan mendokumentasikan serta melaporkan pengangkatan anak tersebut ke Departemen Sosial RI.[14]

Kemudian, Pengajuan pengangkatan anak ke pengadilan sebagaimana dimaksud, dilakukan oleh COTA atau kuasanya dengan mendaftarkan permohonan pengangkatan anak ke pengadilan.[15]

Pengadilan yang dimaksud adalah Pengadilan Negeri (PN) tempat anak yang akan diangkat itu berada (berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Penyempurnaan Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1979 mengenai Pengangkatan Anak). Pengadilan Agama juga dapat memberikan penetapan anak berdasarkan hukum Islam (sebagaimana Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama beserta perubahannya).

Contohnya, Penetapan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 809/Pdt.P/2019/PN.Dps tanggal 8 Oktober 2019 yang dalam amar penetapannya menyatakan:

MENETAPKAN

1.        Mengabulkan permohonan para Pemohon seluruhnya;

2.       Menyatakan sah pengangkatan anak yang dilakukan oleh para Pemohon: I WAYAN SUANDI (Suami) dan NI KOMANG ASMARIANI (Istri) terhadap seorang anak laki-laki yang bernama: I PUTU ARYA KRISNA ADNYANA PUTRA, lahir pada tanggal 20 Mei 2016, yaitu anak yang dilahirkan dari seorang ibu yang bernama MISHELLA TRISNA SARI;

3.      Memerintahkan Para Pemohon untuk melaporkan pengangkatan anak tersebut kepada Kepala Kantor Dinas Kedudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Badung paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya salinan penetapan pengadilan oleh Para Pemohon, untuk didaftarkan dalam daftar yang diperuntukkan untuk itu;

4.       Membebankan kepada Para Pemohon untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp. 226.000,- (dua ratus dua puluh enam ribu rupiah).

Yang dalam beberapa pertimbangannya hakim tunggal yang memeriksa perkara sebagai berikut:

-        Menimbang, bahwa dari fakta-fakta hukum tersebut diatas, ternyata tujuan pengangkatan anak yang dilakukan oleh para pemohon bukanlah semata-mata untuk melanjutkan keturunan oleh karena para pemohon sendiri sebenaarnya telah mempunyai 2 (dua) orang anak, namun Hakim melihat permohonan Pemohon tersebut dilaksanakan untuk kepentingan bagi anak tersebut;

-        Menimbang, bahwa tujuan pengangkatan anak menurut Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1983 tentang penyempurnaan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1979, pada perinsipnya bahwa kesejatraan anak merupakan hal yang paling penting/utama;

-        Menimbang, bahwa para Pemohon dipersidangan berdasarkan (vide bukti P-8), maupun keterangan Para Pemohon sendiri mengakui dan menyadari konsekuensi dari penggangkatan anak itu sendiri yakni sebagai penerus serta sebagai ahli waris dari orang tua angkat (Para Pemohon );

-        Menimbang, bahwa pengangkatan anak yang dilakukan oleh para Pemohon terhadap I PUTU ARYA KRISNA ADNYANA PUTRA selain telah memenuhi syarat- syarat dan prosedur yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, telah pula dilakukan menurut hukum Adat Bali dan agama Hindu melalui upacara pamerasan (meras) yang dilaksanakan pada tanggal 7 September 2018 yang dihadiri oleh keluarga besar para Pemohon yang dipuput oleh pemuka agama yaitu: Ida pedanda Gede Nyoman Oka Wiraga dari Gria Cucukan, dan telah disiarkan (diumumkan) di Banjar setempat;

-        Menimbang bahwa pengangkatan anak yang telah dilakukan oleh Para Pemohon secara adat tersebut yang tidak kalah pentingnya adalah telah disetujui oleh anak kandung Para pemohon sehingga dianggap telah menyadari pula konsekuensi dari pengangkatan anak Para Pemohon yakni sebagai penerus dan ahli waris Para Pemohon.

Kemudian, untuk di Pengadilan Agama kami mengambil contoh, Penetapan Pengadilan Agama Pangkalan Bun Nomor 159/Pdt.P/2021/PA.PBun tanggal 3 November 2021 yang dalam amar penetapannya menyatakan:

MENETAPKAN

1.        Mengabulkan permohonan Para Pemohon;

2.       Menyatakan sah pengangkatan anak yang dilakukan oleh Pemohon I (Pemohon I) dan Pemohon II (Pemohon II) terhadap seorang anak laki- laki yang bernama Calon Anak Adopsi, lahir tanggal 03 April 2021;

3.      Membebankan kepada Para Pemohon untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp 520.000,00 (lima ratus dua puluh ribu rupiah).

4.       Yang mana dalam pertimbangan Hakim Tunggal yang memeriksa perkara sebagai berikut:

-        Bahwa dalam ketentuan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 disebutkan yang intinya, bahwa pengangkatan anak dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak, tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orangtua kandungnya dan calon orangtua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat;

-        Bahwa dalam ketentuan Pasal 42 ayat (2) Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 menyebutkan, bahwa sebelum anak dapat menentukan pilihannya, agama yang dipeluk anak mengikuti agama orang tuanya;

-        Bahwa dalam ketentuan Pasal 171 huruf (h) Kompilasi Hukum Islam, bahwa anak angkat adalah anak yang dalam hal pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan;

-        Bahwa dalam ketentuan Pasal 209 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam disebutkan, bahwa harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan Pasal 176 sampai dengan Pasal 193, sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat, diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan anak angkatnya, dan dalam Pasal 209 ayat (2)-nya disebutkan, bahwa terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya;

-        Bahwa permohonan para Pemohon adalah mengenai Pengangkatan Anak berdasarkan Hukum Islam atas anak bernama Calon Anak Adopsi, lahir tanggal 03 April 2021, terlahir dari seorang ibu bernama Ibu Kandung Calon Anak Adopsi dan ayah bernama Ayah Kandung Calon Anak Adopsi, yang beragama Islam atas dasar persaudaraan dengan niat beribadah kepada Allah SWT dan demi kepentingan masa depan anak tanpa memutus hubungan darah antara anak dan orangtua kandungnya;

-        Bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka telah terbukti bahwa para Pemohon beragama Islam dan calon anak angkat terlahir dari orang tua yang beragama Islam, dan tidak keberatan serta rela anaknya diangkat oleh para Pemohon serta adanya kesungguhan dari para Pemohon dengan tulus ikhlas semata-mata mencari ridla Allah SWT untuk mengangkat seorang anak laki-laki bernama Calon Anak Adopsi, lahir tanggal 03 April 2021 untuk kepentingan pemeliharaan, pendidikan dan kasih sayang anak itu sendiri di masa depan karena orangtuanya kurang mampu dan orangtuanya tersebut dengan tulus ikhlas karena Allah SWT telah menyerahkan anak tersebut kepada para Pemohon sebagai anak angkat para Pemohon berdasarkan hukum Islam, serta Para Pemohon telah telah menikah selama 13 (tiga belas) tahun, sehat jasmani dan rohani tidak pernah tersangkut perbuatan kriminal apapun, hal ini berarti telah memenuhi ketentuan Pasal 39 dan Pasal 42 ayat (2) Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak sebagaimana diubah denganUndang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 juncto Pasal 2, Pasal 3, Pasal 12 dan Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak juncto Pasal 4, 5 dan 7 Peraturan Menteri Sosial RI nomor 110/HUK/2009 Tentang persyaratan Pengangkatan anak juncto Pasal 47 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan jo. Pasal 171 huruf (h) dan Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam, oleh karenanya permohonan para Pemohon tersebut patut dikabulkan dengan menyatakan sah pengangkatan anak yang dilakukan oleh para Pemohon terhadap anak laki-laki bernama RIZKI Calon Anak Adopsi, lahir tanggal 03 April 2021;

-        Bahwa pengangkatan anak tersebut dilakukan berdasarkan hukum Islam dan diserahkan langsung oleh orang tua kandung calon anak angkat terhadap calon orang tua angkat (para Pemohon) dalam keadaan sehat jasmani maupun rohani serta antara orang tua kandung calon anak angkat dengan calon orang tua angkat masih ada hubungan kekerabatan, dan para Pemohon telah memperoleh ijin dari Menteri/atau Kepala Instansi Sosial bagi calon orang tua angkat sebagaimana ketentuan Pasal 13 huruf m PP Nomor 54 Tahun 2007 jo. Pasal 7 huruf m Peraturan Menteri Sosial RI. nomor 110/HUK/2009, maka permohonan para Pemohon dapat dikabulkan.

Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia yang ada di sini. Terima Kasih.


[1] vide Pasal 9 Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 110/HUK/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.

[2] vide Pasal 10 ayat (1) Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 110/HUK/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.

[3] vide Pasal 10 ayat (2) Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 110/HUK/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.

[4] vide Pasal 10 ayat (3) Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 110/HUK/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.

[5] vide Pasal 11 Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 110/HUK/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.

[6] vide Pasal 12 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak jo. Pasal 4 Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 110/HUK/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.

[7] vide Pasal 12 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

[8] vide Pasal 1 Angka 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

[9] vide Pasal 13 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

[10] vide Pasal 7 ayat (2) Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 110/HUK/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.

[11] vide Pasal 7 ayat (3) Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 110/HUK/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.

[12] vide Pasal 21 ayat (1) Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 110/HUK/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.

[13] vide Pasal 21 ayat (2) Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 110/HUK/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.

[14] vide Pasal 22 ayat (1) Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 110/HUK/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.

[15] vide Pasal 22 ayat (2) Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 110/HUK/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.

Formulir Isian