Ilustrasi U-20 World Cup Indonesia 2023 |
Pertanyaan
Sejak adanya penolakan agar Israel untuk datang dan
Tim Sepak Bolanya dapat bertanding di Indonesia, timbul pertanyaan apakah itu
sangat mempengaruhi dan bagaimana analisa hukumnya secara objektif? Terima
kasih.
Jawaban
Pengantar
Indonesia adalah satu di antara negara yang tidak pernah mendukung Pendudukan Israel atas Wilayah Palestina (The Occupied Palestinian Territory). Antipati Indonesia terhadap Israel awalnya muncul dari perasaan solidaritas Indonesia untuk membangun hubungan dengan negara-negara bekas jajahan Eropa dan promosi terhadap penghapusan kolonialisme, termasuk dengan negara- negara di kawasan Arab, dalam Gerakan Non-Blok (GNB).[1]
Secara konsisten, Indonesia terus menyuarakan tindakan
Israel tersebut sebagai sebuah penjajahan atas Palestina dan sangat
bertentangan dengan kepentingan nasional Indonesia menyangkut pemeliharaan
tatanan keamanan dunia dan kepentingan kemanusiaan yakni pencegahan invasi dan
intervensi terhadap kedaulatan negara lain, dalam Undang-Undang Dasar Tahun
1945 yang menyatakan ‘bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala
bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan,
karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan’. Keengganan
Indonesia membuka hubungan diplomatik dengan Israel semakin diperkuat dengan
perasaan solidaritas Indonesia yang merupakan negara dengan penduduk mayoritas
Muslim, sama halnya dengan masyarakat Palestina yang juga mayoritas Muslim.[2] Sebaliknya,
Israel terus menunjukkan ketertarikan untuk membuka hubungan diplomatik dengan
Indonesia sejak Presiden Pertama Indonesia, Soekarno, masih menjabat.[3]
Walaupun tidak memiliki hubungan diplomatik, bukan
berarti Indonesia tidak memiliki hubungan dengan Israel. Terhadap Israel,
Indonesia menjalin hubungan perdagangan dan pariwisata. Transaksi
perdagangan yakni nilai ekspor Indonesia ke Israel mencapai US$
157,53 juta pada tahun 2020. Nilai tersebut mengalami peningkatan 30,6%
dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai US$ 120,63 juta. Sedangkan nilai
impor dari Israel ke Indonesia mencapai US$ 56,53 juta pada tahun 2020, naik
123,3% dibanding tahun 2019 yang mencapai Rp 25,3 juta.
Apakah Warga Negara Israel Boleh Memasuki Wilayah Negara Republik Indonesia?
Bahwa perlu diketahui bahwa Warga Negara Israel
diperbolehkan memasuki wilayah kedaulatan Negara Indonesia. Dalam hal ini,
diperlukan suatu kebijakan dan pengaturan perlintasan Warga Negara Israel
memasuki Wilayah Indonesia. Kebijakan lalu lintas orang asing yang masuk dan
keluar Wilayah Indonesia serta pengawasannya dalam rangka menjaga tegaknya
kedaulatan negara merupakan Kebijakan Keimigrasian.
Direktorat Jenderal Imigrasi, di bawah koordinasi
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, merupakan institusi
yang menjalankan tugas dan fungsi keimigrasian di Indonesia. Fungsi
keimigrasian merupakan bagian dari urusan pemerintahan negara dalam memberikan
pelayanan Keimigrasian, penegakan hukum, keamanan negara, dan fasilitator
pembangunan kesejahteraan masyarakat (vide Pasal 1 Angka 6
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian)
atau selanjutnya disebut dengan “UU/6/2011”.
Perkembangan era globalisasi menyebabkan integrasi
internasional tidak dapat dihindari. Batas antar negara semakin menipis sebab
tingkat ketergantungan semakin tinggi dan pergaulan internasional semakin
terintegrasi.
Perjalanan dan migrasi orang dari suatu negara ke
negara lain tidak dapat dihindari dalam kancah Hubungan Luar Negeri.
Peningkatan perlintasan orang asing dari tahun ke tahun juga dihadapi oleh
Indonesia. Politik Luar Negeri yang menganut Prinsip Bebas Aktif diabadikan
sebagai kepentingan nasional Indonesia dalam melaksanakan hubungan luar negeri
dengan negara lain (vide Pasal 3 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri) atau
selanjutnya disebut dengan “UU/37/1999”.
Selain itu, untuk meminimalisasi dampak negatif
terhadap perlintasan keimigrasian, Pemerintah Indonesia juga melaksanakan
kebijakan penyeleksian masuknya orang asing ke Indonesia. Kebijakan selektif (Selective
Policy) keimigrasian Indonesia merupakan kepentingan nasional Indonesia
yang dilandasi pada prinsip bahwa hanya orang asing yang memberikan manfaat
serta tidak membahayakan keamanan dan ketertiban umum diperbolehkan masuk dan
berada di wilayah Negara Indonesia.
Kebijakan ini bertujuan agar orang asing yang
diizinkan masuk dan tinggal di Indonesia dapat melaksanakan kegiatannya sesuai
dengan maksud dan tujuannya (vide Bagian Penjelasan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian). Selective
Policy mulai diterapkan sejak orang asing mengajukan permohonan izin
masuk, pemeriksaan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI), selama berada di
wilayah Indonesia, hingga meninggalkan wilayah kedaulatan Negara Indonesia.
Kebijakan ini diterapkan kepada semua orang asing, termasuk Warga Negara Israel
yang mana Israel tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia.
Penerapan Selective Policy adalah
wujud implementasi kepentingan nasional Indonesia di bidang keimigrasian untuk
menjaga kedaulatan negara Indonesia dari ancaman yang mungkin akan timbul
dengan masuknya orang asing. Bentuk implementasi awal Selective Policy keimigrasian
Indonesia adalah layanan keimigrasian dalam hal pemberian izin masuk atau visa
bagi orang asing yang hendak masuk ke Indonesia.
Visa adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh
pejabat yang berwenang di Perwakilan Republik Indonesia atau di tempat lain
yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia yang memuat persetujuan bagi
Orang Asing untuk melakukan perjalanan ke Wilayah Indonesia dan menjadi dasar
untuk pemberian Izin Tinggal (vide Pasal 1 Angka 18 UU/6/2011)
Perbedaan latar belakang yang mempengaruhi ketiadaan
hubungan diplomatik resmi antara Indonesia dengan Israel turut mewarnai
perbedaan kebijakan selektif dalam hal pemberian Visa Republik Indonesia
untuk memasuki wilayah Negara Indonesia.
Sebagaimana Diktum Kesatu Keputusan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH-03. GR.01.06 Tahun
2012 tentang Negara Calling Visa menetapkan Israel sebagai
satu di antara negara yang memerlukan calling visa untuk
memasuki wilayah Indonesia.
Sebagaimana Pasal 1 Angka 1 Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 33 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan
Negara Calling Visa, Permohonan dan Pemberian Visa bagi Warga
Negara dari Negara Calling, menyebutkan bahwa:
“Negara
Calling Visa adalah negara yang kondisi atau keadaan negaranya dinilai
mempunyai tingkat kerawanan tertentu ditinjau dari aspek ideologi, politik,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan negara, dan keimigrasian.”
Israel tidak memiliki kerawanan jika ditinjau dari
aspek ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan negara, serta aspek
keimigrasian. Penetapan Israel sebagai negara calling visa disebabkan
konteks internasional yakni elemen politis bukan yuridis. Kembali lagi pada
sikap antipati Indonesia terhadap Israel timbul karena Pendudukan atas Wilayah
Palestina (The Occupied Palestinian Territory). Indonesia secara
konsisten tegas menolak agresi Israel yang terus melakukan klaim dan pendudukan
paksa atas wilayah Palestina.
Walaupun Indonesia telah melakukan beberapa kali
revisi peraturan dan mengeluarkan beberapa negara dalam kategori negara calling
visa, Israel masih tetap diklasifikasikan sebagai negara calling
visa. Pemerintah Republik Indonesia akan tetap menempatkan Israel dalam
kategori negara calling visa hingga Israel bersedia mengakui
kedaulatan Palestina.
Status calling visa menyebabkan
seleksi pemberian izin masuk terhadap Warga Negara Israel ke Indonesia menjadi
lebih ketat dan selektif, melibatkan proses pengurusan yang lebih rumit.
Tahapan penilaian terhadap kelayakan seorang Warga Negara Israel untuk masuk ke wilayah Republik Indonesia menyebabkan permohonan persetujuan visa menjadi lebih selektif dan menghabiskan waktu yang lebih lama dibandingkan pengajuan visa pada umumnya.
Untuk memasuki Indonesia, Warga Negara Israel
memerlukan izin tertulis atau visa melalui prosedur calling visa.
Seperti pada penjelasan sebelumnya, Pemerintah Indonesia menetapkan pemberian
visa kepada Warga Negara Israel harus dilakukan melalui tahapan prosedur calling
visa yang diakibatkan sikap politik dan Pendudukan Israel terhadap
Wilayah Palestina (The Occupied Palestinian Territory) yang sangat
bertentangan dengan dengan kepentingan nasional Negara Indonesia. Perbedaan
signifikan prosedur pengajuan calling visa dan pengajuan visa
pada umumnya adalah pengajuan calling visa akan melalui
prosedur tambahan yakni tahapan penilaian dan rekomendasi tim koordinasi untuk
mempertimbangkan kelayakan permohonan visa yang diajukan.
Melalui rapat Clearance House (CH),
Tim Koordinasi Penilai Visa akan memberikan rekomendasi bagi Direktorat
Jenderal Imigrasi untuk dijadikan dasar dalam menyetujui atau menolak
permohonan visa dari Warga Negara Israel tersebut. Tim Koordinasi Penilai calling
visa terdiri dari unsur:
1.
Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia;
2.
Kementerian Dalam
Negeri;
3.
Kementerian Luar
Negeri;
4.
Kementerian
Ketenagakerjaan;
5.
Kepolisian Negara
Republik Indonesia;
6.
Kejaksaan
Republik Indonesia;
7.
Badan Intelijen
Negara (BIN);
8.
Tentara Nasional
Indonesia (TNI);
9.
Badan Narkotika
Nasional (BNN); dan
10.
Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT).[4]
Kemudian disebutkan wawancara terhadap warga negara
dari negara Calling Visa yang tidak mempunyai hubungan
diplomatik dengan negara Indonesia dilaksanakan pada:
a.
Perwakilan
Republik Indonesia di Bangkok;
b.
Perwakilan
Republik Indonesia di Singapura;
c.
Perwakilan
Republik Indonesia di Den Haag;
d.
Perwakilan
Republik Indonesia di Berlin;
e.
Perwakilan
Republik Indonesia di London; dan
f.
Perwakilan
Republik Indonesia di Los Angeles.[5]
Visa terhadap warga negara dari Negara Calling
Visa yang tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan negara Indonesia
diberikan Affidavit.[6]
Affidavit adalah
pernyataan tertulis yang sah yang dilampirkan pada paspor warga negara dari
Negara Calling Visa yang tidak memiliki hubungan diplomatik
dengan negara Indonesia untuk masuk dan tinggal di wilayah Indonesia dalam
waktu tertentu.[7]
Pada akhir
tahun 2020 pengajuan calling visa dapat dilakukan
secara online melalui pelayanan visa elektronik (e-Visa), yang
dilakukan oleh penjamin atau sponsor dari Warga Negara Israel, yang terbagi
dalam aplikasi visa online dan aplikasi Tenaga Kerja Asing (TKA) online.
Pengajuan visa kemudian disampaikan kepada tim koordinasi penilai visa. Tim koordinasi selanjutnya akan melakukan penilaian akan kelayakan permohonan visa serta maksud dan tujuan masuk ke Negara Indonesia. Hasil penilaian akan disampaikan kepada Direktur Jenderal Imigrasi sebagai rekomendasi persetujuan atau penolakan. Tahapan penilaian ini menyebabkan permohonan calling visa lebih selektif dan menghabiskan waktu yang lebih lama dibandingkan pengajuan visa pada umumnya. Jika visa telah disetujui, Warga Negara Israel hanya dapat memasuki wilayah Indonesia melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Bandar Udara Soekarno-Hatta, Jakarta, atau Bandar Udara Ngurah Rai, Bali.[8]
Penegakan Hukum Keimigrasian
Penegakan hukum melalui tindakan administrasi
keimigrasian dapat dikenakan kepada Warga Negara Israel yang berada di wilayah
Indonesia apabila terbukti melanggar peraturan keimigrasian setelah melalui
tindakan penyidikan.
Adapun pelanggaran yang dapat dikenakan tindakan
administrasi keimigrasian yakni melakukan tindakan atau kegiatan berbahaya yang
diduga mengganggu keamanan dan ketertiban umum, pelanggaran izin tinggal
keimigrasian, serta tidak menghormati atau melanggar peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.[9] Tindakan
Administratif Keimigrasian yang dapat dikenakan kepada setiap orang asing,
termasuk Warga Negara Israel, adalah sebagai berikut:
1.
Pencantuman dalam
daftar Pencegahan atau Penangkalan;
2.
Pembatasan,
perubahan, atau pembatalan Izin Tinggal;
3.
Larangan untuk
berada di satu atau beberapa tempat tertentu di Wilayah Indonesia;
4.
Keharusan untuk
bertempat tinggal di suatu tempat tertentu di Wilayah Indonesia;
5.
Pengenaan biaya
beban; dan/atau
6.
Deportasi dari
Wilayah Indonesia.[10]
Masalah Hukum Seputar Gelaran Piala Dunia U-20 di Indonesia
Seperti yang kita ketahui sebelumnya bahwa Gubernur
Bali, I Wayan Koster dan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo sempat menolak
kedatangan Tim Nasional Israel ke Indonesia padahal diketahui bahwa sebelumnya
Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo alias Jokowi mengungkapkan keluhannya
terkait gagalnya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 2023, padahal
sejulmah kepala daerah telah menandatangani komitmen sebagai tuan rumah. Telah
diketahui sebelumnya, FIFA telah membatalkan Indonesia menjadi tuan rumah Piala
Dunia U20 2023 pada, Rabu (29/3/2023) malam WIB.
Presiden Jokowi mengatakan jika sebenarnya para kepala
daerah yang daerahnya menjadi tuan rumah baik dari Provinsi atau kota telah
menandatangani komitmen menjadi tuan rumah Piala Dunia U20 2023.
“Provinsi maupun Kota yang ditunjuk itu juga ada tanda
tangan juga. City host komitmen ada semuanya tanda tangan,” ujar Presiden
Jokowi di Kantor DPP PAN, Minggu (2/4).
Apa yang Presiden sampaikan itu benar sebagaimana
dengan sudah ada terbitnya Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2020 tentang Panitia Nasional Penyelenggara FIFA
U-20 World Cup Tahun 2021 selanjutnya disebut sebagai “Keppres/19/2020”
yang mana berlakunya Keppres tersebut adalah 15 September 2020.
Disebutkan juga sebagaimana Pasal 3 ayat
(1) dan ayat (2) Keppres/19/2020 tersebut sebagai berikut:
“Panitia
Nasional INAFOC mempunyai tugas menyiapkan dan menyelenggarakan FIFA U-20
World Cup Indonesia Tahun 202l yang akan dilaksanakan di Provinsi Daerah
Khusus Ibu Kota Jakarta, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Jawa Barat, Provinsi
Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, dan Provinsi Bali.
Dalam melaksanakan tugasnya, Panitia Nasional INAFOC bertanggung jawab kepada
Presiden.”
Kemudian dengan di tanggal yang sama Presiden Republik
Indonesia, Ir. Joko Widodo, juga mengeluarkan Instruksi Presiden
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2020 tentang Dukungan Penyelenggaraan FIFA
U-20 World Cup Tahun 2021 yang selanjutnya disebut dengan
“Inpres/8/2020” yang menyebutkan bahwa baik kepada Gubernur Jawa
Tengah dan Gubernur Bali yang masing-masing instruksi tersebut
sebagaimana Diktum Kedua Angka 22 Inpres/8/2020 yang
menyebutkan bahwa:
“Gubernur
Provinsi Jawa Tengah bersama Walikota Surakarta: a. melakukan koordinasi dengan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan Persatuan Sepakbola Seluruh
Indonesia terkait prasarana dan sarana yang akan direnovasi untuk
penyelenggaraaan FIFA U-20 World Cup Tahun 2021; dan b. memberikan dukungan
teknis dalam rangka percepatan proses perizinan terkait dengan penyelenggaraan
FIFA U-20 World Cup Tahun 2021 dan hibah barang milik negara sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.”
Dan Diktum Kedua Angka 25 Inpres/8/2020 yang
menyebutkan bahwa:
“Gubernur
Provinsi Bali bersama Bupati Gianyar, Walikota Denpasar, dan Bupati Badung: a.
melakukan koordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan
Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia terkait prasarana dan sarana yang akan
direnovasi untuk penyelenggaraan FIFA U-20 World Cup Tahun 202l; dan b.
memberikan dukungan teknis dalam rangka percepatan proses perizinan terkait
dengan penyelenggaraan FIFA U-20 World Cup Tahun 202l dan hibah barang milik
negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Kemudian keberatan berdasarkan Surat Gubernur Bali I
Wayan Koster itu Surat Nomor: T.00.426/11470/SEKRET tertanggal 13
Maret 2023 Perihal: Penolakan Tim Israel Bertanding di
Bali yang ditujukan kepada Menteri Pemuda dan Olahraga Republik
Indonesia. Yang mana kita ketahui bahwa gelaran FIFA U-20 World Cup merupakan
gelaran yang diadakan oleh FIFA. Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI)
yang sejatinya sebagai pemegang amanah tertinggi sepak bola Indonesia dan
organisasi kemasyarakatan dan independen yang didirikan berdasarkan hukum dan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan berdasarkan Statuta FIFA yang
bersifat internasional, bertugas mengembangkan dan mempromosikan sepak bola
secara terus menerus, mengatur dan mengawasinya di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Indonesia sebagai anggota dari FIFA membentuk suatu
wadah organisasi yang bergerak di bidang sepak bola yang disebut sebagai
federasi sepak bola Indonesia atau disebut juga Persatuan Sepak Bola Seluruh
Indonesia (PSSI) didirikan di Yogyakarta pada tanggal 19 April 1930, yang
status badan hukumnya didaftarkan pada Departemen Kehakiman melalui Surat
Keputusan Menteri Kehakiman Nomor J.A.5/11/b tanggal 2 Februari 1953,
Berita Negara Republik Indonesia Nomor 18 tanggal 3 Maret 19538.
Dalam Statuta PSSI disebut bahwa keberadaan PSSI
merupakan anggota dari FIFA selaku organisasi sepak bola dunia, AFC selaku
organisasi sepak bola di Asia, AFF selaku organisasi sepak bola di Asia
Tenggara. Oleh karena itu dalam pembentukan peraturan atau susunan
organisasi, PSSI haruslah mengikuti ketentuan yang diatur di FIFA
sehingga dalam perjalanannnya PSSI tidak boleh menyimpang dari peraturan yang
dibuat oleh FIFA karena seperti yang dijelaskan di dalam Pasal
1 ayat (13) Surat keputusan Musyawarah Nasional Luar Biasa Persatuan Sepak Bola
Seluruh Indonesia (MUNASLUB PSSI) Tahun 2009 menyebutkan:
“bahwa
sepak bola merupakan permainan yang dikuasai dan dikontrol oleh FIFA.”
Namun dalam perkembangannya, banyak hal-hal yang tidak
sejalan dengan ketentuan yang ada di Article 17 Statuta FIFA yang
menyebutkan bahwa negara anggota haruslah independen terhadap tekanan dari
pihak ketiga. Namun saat kita melihat beberapa kali kisruh kasus sidang PSSI
dimana pemerintah diwakili oleh Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia
pernah mencoba untuk melakukan intervensi terhadap kongres yang diadakan oleh
PSSI.
Kemudian, sebagaimana Pasal 7 Statuta PSSI
Edisi 2019, menyebutkan bahwa:
(1)
PSSI netral dan
tidak memihak dalam hal politik, suku, agama, ras dan golongan tertentu serta
memastikan Anggotanya tetap netral dan tidak memihak.
(2)
PSSI harus tetap
menjaga independensi dan netralitas dalam menjalankan segala urusannya serta
menghindari segala bentuk gangguan atau campur tangan politik.
(3)
Dalam menjalankan
tujuan, kegiatan serta urusannya tersebut, PSSI tidak dapat diintervensi oleh
pihak luar manapun.
(4)
Segala bentuk
diskriminasi terhadap suatu Negara, perorangan, kelompok, ras, warna kulit,
etnis, jenis kelamin, bahasa, agama, perbedaan pendapat dan alasan lainnya
adalah sangat dilarang dan dapat diberikan hukuman atau tindakan disiplin
lainnya.
Bagaimana dengan Teknisnya Israel untuk Dapat Bertanding di Indonesia?
Apabila merujuk pada peraturan domestic sebagaimana
yang menjadi dasar perdebatan adalah dengan adanya Peraturan Menteri
Luar Negeri Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2019 tentang Panduan Umum Hubungan
Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah sebagaimana yang disebutkan
dalam HAL KHUSUS bagian B. Hubungan Republik
Indonesia-Israel menyebutkan bahwa:
“Sampai
saat ini Indonesia tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Israel, dan
menentang penjajahan Israel atas wilayah dan bangsa Palestina, karenanya
Indonesia menolak segala bentuk hubungan resmi dengan Israel.”
Kemudian lebih lanjut disebutkan bahwa dalam melakukan
hubungan dengan Israel kiranya perlu diperhatikan prosedur yang ada dan selama
ini masih berlaku, antara lain:
a.
tidak ada
hubungan secara resmi antara Pemerintah Indonesia dalam setiap tingkatan dengan
Israel, termasuk dalam surat menyurat dengan menggunakan kop resmi;
b.
tidak menerima
delegasi Israel secara resmi dan di tempat resmi;
c.
tidak
diizinkan pengibaran/penggunaan bendera, lambang dan atribut lainnya serta
pengumandangan lagu kebangsaan Israel di wilayah Republik Indonesia;
d.
kehadiran Israel
tidak membawa implikasi pengakuan politis terhadap Israel;
e.
kunjungan warga
Israel ke Indonesia hanya dapat dilakukan dengan menggunakan paspor biasa; dan
f.
otorisasi
pemberian visa kepada warga Israel dilaksanakan oleh Kementerian Hukum dan HAM
c.q. Direktorat Jenderal Imigrasi. Visa diberikan dalam bentuk afidavit melalui
Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura atau Kedutaan Besar Republik
Indonesia di Bangkok.
Beberapa poin di atas tentu akan memiliki implikasi
terhadap pelaksanaan gelaran piala dunia U-20 ketika Israel bertanding
mengingat bahwa menyanyikan lagu nasional (National Anthem) tentu
akan tetap dinyanyikan yang mana sebagaimana Article 35: Match
Protocol Regulations U-20 World Cup Indonesia 2023, menyebutkan
bahwa:
35.1
The
countdown to kick-off provided to both teams in advance of the match shall be
strictly complied with by both teams.
35.2
The
FIFA flag and the flags of the host country and both competing countries shall
be flown in the stadium at every match.
35.3
Unless
FIFA states otherwise, the national anthems of the two teams will be
played before each match. The Participating Member Associations shall
confirm their national anthem to FIFA (maximum duration of 90 seconds) by the
date stipulated in the relevant circular.
35.4
The
display of political, religious or personal messages or slogans of any nature
in any language or form by players and officials is prohibited. The similar
display of commercial messages and slogans of any nature in any language or
form by players and officials is not allowed for the duration of their time at
any official activity organised by FIFA (including official matches and
training sessions, as well as during official press conferences and mixed-zone
activities).
Yang mana sebagaimana Peraturan yang FIFA buat di atas
bahwa mengibarkan bendera kedua belah pihak yang bertanding dan menyanyikan
lagu nasional merupakan bagian yang tidak mungkin tidak dilakukan.
Pada akhirnya carut marutnya komunikasi politik dan
pilihan kebijakan yang terlalu sempit, akhirnya menutup peluang terlaksananya
perhelatan sepak bola paling bergengsi di bumi ini telah pupus untuk dilakukan
di Negara Republik Indonesia. Tetap semangat anak-anak bangsa!
Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami
persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau
melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia
yang ada di sini. Terima
Kasih.
[1] G. Barton dan Rubenstein, C, 2005, Indonesia
and Israel: A Relationship in Waiting, Jewish Political Studies Review, 17
(1-2), 158.
[2] Ibid, 160.
[3] A. Syahfrullah, 2021, Di Era
Sukarno, Indonesia Konsisten Bela Palestina dan Anti-Israel [Online]. URL Available:
https://m.caping.co.id/news/detailmi/8344384 [Tirto.id] diakses pada tanggal 8 April 2023.
[4] vide Pasal
5 ayat (2) Peraturan Menteri Hukum Hak Asasi dan Manusia Republik Indonesia
Nomor 33 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Negara Calling Visa, Permohonan
dan Pemberian Visa bagi Warga Negara dari Negara Calling Visa.
[5] vide Pasal
19 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum Hak Asasi dan Manusia Republik Indonesia
Nomor 33 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Negara Calling Visa, Permohonan
dan Pemberian Visa bagi Warga Negara dari Negara Calling Visa.
[6] vide Pasal
19 ayat (2) Peraturan Menteri Hukum Hak Asasi dan Manusia Republik Indonesia
Nomor 33 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Negara Calling Visa, Permohonan
dan Pemberian Visa bagi Warga Negara dari Negara Calling Visa.
[7] vide Pasal
19 ayat (2) Peraturan Menteri Hukum Hak Asasi dan Manusia Republik Indonesia
Nomor 33 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Negara Calling Visa, Permohonan
dan Pemberian Visa bagi Warga Negara dari Negara Calling Visa.
[8] vide Pasal
20 huruf a dan huruf b Peraturan Menteri Hukum Hak Asasi dan Manusia Republik Indonesia
Nomor 33 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Negara Calling Visa, Permohonan
dan Pemberian Visa bagi Warga Negara dari Negara Calling Visa.
[9] vide Pasal
75 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang
Keimigrasian.
[10] vide Pasal 75 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.