layananhukum

Tata Cara Eksekusi Riil dalam Perkara Perdata pada Pengadilan Negeri yang Wajib Anda Pahami

Ilustrasi Palu Pengadilan dalam Memutusa Perkara
 

Pertanyaan

Bang, mau bertanya mengenai proses eksekusi riil di Pengadilan Negeri secara sederhana dan apakah ada dasar hukumnya? Terima Kasih.

Jawaban
Pengantar

Eksekusi Riil tidak diatur secara rinci dalam undang-undang. Satu di antara alasan kenapa tidak diatur secara terinci, karena eksekusi riil mudah dan sederhana. Menjalankan eksekusi riil merupakan Tindakan nyata dan langsung melaksanakan apa yang dihukumkan dalam amar putusan. Misalnya, amarnya menghukum tergugat mengosongkan tanah terperkara, pelaksanaannya langsung secara nyata mengeluarkan tergugat dari tanah tersebut dan pada saat bersamaan menyerahkan pengusaan tanah yang dikosongkan kepada Penggugat (pihak yang menang perkara).[1]

Tidak ada satu pun dalam HIR atau Rbg yang khusus membicarakan eksekusi riil. Jika dibandingkan dengan Hukum Acara Perdata yang berlaku dulu bagi golongan Eropa, yakni Reglement of de Rechtsvordering (RV) Anda dapat menjumpai pasal mengenai Eksekusi Riil. Sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 1033 RV, yang menyebutkan bahwa:

“Kalau putusan hakim menghukum (memerintahkan) pengosongan barang yang tidak bergerak (onroerend goed), dan putusan itu tidak dijalankan secara sukarela (dikalahkan), keluarganya, serta seluruh barang-barangnya dan pelaksanaan pengosongan dapat dilakukan dengan bantuan kekuatan umum.”[2]

Demikian tata cara eksekusi riil dirumuskan dalam Pasal 1033 RV sehubungan dengan putusan pengadilan yang memuat amar pengosongan (ontruiming) atau eviction. Tata caranya sangat sederhana dan mudah. Apabila pihak yang kalah tidak mau menjalankan putusan secara sukarela, maka:

-        Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan Surat Perintah Pengosongan (Eksekusi);

-        Perintah menjalankan eksekusi ditujukan kepada Juru Sita;

-        Tindak Pengosongan meliputi si terhukum, keluarganya, dan barang-barangnya;

-        Eksekusi dapat dilakukan dengan bantuan kekuatan umum (POLRI dan TNI apabila diperlukan).

Maka dapat dikatakan bahwa Eksekusi adalah menjalankan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (res judicata / inkracht van gewijsde) yang bersifat penghukuman (condemnatoir), yang dilakukan secara paksa, jika perlu dengan bantuan kekuatan umum.

Memang dalam HIR dan Rbg ada aturan eksekusi riil yang berkaitandengan executoriale verkoop sebagaimana yang diatur dalam Pasal 200 ayat (11) HIR atau Pasal 218 ayat (2) Rbg. Berdasarkan executoriale verkoop yang diatur dalam Pasal 200 ayat (11) HIR atau Pasal 218 ayat (2) Rbg, terdapat asas hukum yaitu:

-        Penjualan lelang atas barang yang dieksekusi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan pengosongan barang yang dilelang;

-        Oleh karena penjualan lelang eksekusi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan pengosongan barang yang dilelang, hukum memberikan wewenang kepada Pengadilan (Ketua Pengadilan Negeri) untuk menjalankan pelaksanaan pengosongan barang yang dilelang untuk diserahkan kepada pembeli lelang apabila pihak yang kena lelang (terlelang) tidak mau mengosongkan secara sukarela.

Tahap-Tahap Pelaksanaan Eksekusi

1.        Mengajukan Permohonan Eksekusi;

2.       Pengadilan Negeri melakukan telaah terhadap Permohonan Eksekusi dilaksanakan oleh Panitera Muda (Panmud) atau Tim yang ditugaskan oleh Ketua Pengadilan Negeri dan dituangkan dalam Resume Telaah Eksekusi;

3.      Apabila hasil Resume Telaah Eksekusi Permohonan tersebut dapat dilaksanakan, maka dilakukan penghitungan Panjar Biaya Eksekusi dan Pemohon Eksekusi dipersilahkan untuk melakukan pembayaran;

4.       Peringatan Eksekusi (Aanmaning).

-        Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan Penetapan Peringatan Eksekusi/Aanmaning setelah lebih dahulu ada permintaan eksekusi dari Pemohon Eksekusi (Penggugat/Pihak yang menang perkara), dengan mendasarkan pada Pasal 196 HIR atau Pasal 207 RBg. Penetapan Peringatan Eksekusi berisi perintah kepada Panitera/Juru sita/Juru sita Pengganti untuk memanggil pihak Termohon Eksekusi (Tergugat/Pihak yang kalah) untuk diperingatkan agar supaya memenuhi atau menjalankan putusan.

-        Apabila Termohon Eksekusi (Tergugat/Pihak yang kalah) tidak hadir tanpa alasan setelah dipanggil secara sah dan patut, maka proses eksekusi dapat langsung diperintahkan oleh Ketua Pengadilan Negeri tanpa sidang insidentil untuk memberi peringatan, kecuali Ketua Pengadilan menganggap perlu untuk dipanggil sekali lagi.

-        Peringatan eksekusi dipimpin oleh Ketua Pengadilan Negeri harus dilakukan dalam pemeriksaan sidang insidentil, dibantu oleh Panitera, dengan dihadiri pihak Termohon Eksekusi (Tergugat/pihak yang kalah), serta apabila dipandang perlu dapat menghadirkan Pemohon Eksekusi (penggugat/pihak yang menang perkara). Sebelum Ketua Pengadilan melakukan peringatan eksekusi perlu terlebih dahulu memeriksa identitas dari Termohon Eksekusi (tergugat/pihak yang kalah) ataupun Kuasanya dan Pemohon Eksekusi.

-        Peringatan Eksekusi dalam sidang insidentil tersebut dicatat dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Negeri dan Panitera.

-        Dalam peringatan eksekusi tersebut Ketua Pengadilan Negeri memperingatkan Termohon Eksekusi (Tergugat/Pihak yang Kalah) agar memenuhi atau melaksanakan isi putusan paling lama 8 (delapan) hari terhitung sejak diberikan peringatan.

-        Dalam hal aanmaning pembayaran sejumlah uang, atau eksekusi lelang, Ketua Pengadilan Negeri dapat memanggil Pemohon Eksekusi/Kreditor dan Termohon Eksekusi/Debitor untuk mencari jalan keluar guna meringankan debitor, misalnya debitor diberi waktu 2 (dua) bulan untuk mencari pembeli yang mau membeli barang/tanah tersebut, apabila hal itu terjadi pembayaran harus dilakukan di depan Ketua Pengadilan Negeri. Setelah itu pembeli, kreditor, debitor menghadap Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk membuat akte jual beli dan selanjutnya melakukan balik atas nama pembeli. Apabila setelah waktu 2 (dua) bulan lampau, debitor tidak berhasil mendapatkan pembeli, maka eksekusi dilanjutkan dengan terlebih dahulu menunjuk penilai publik (appraiser) untuk menentukan harga limit tanah yang akan dilelang (vide Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.01/2014 tentang Penilai Publik sebagaimana terakhir telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 228/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.01/2014 tentang Penilai Publik);

5.       Penentuan harga limit tanah yang dilelang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri berdasarkan hasil Apraisal dari Penilai Publik;

6.      Sidang pemberian peringatan dicatat dalam Berita Acara (BA), dan BA ini menjadi landasan keabsahan Penetapan Eksekusi selanjutnya;

7.       Ketua Pengadilan memperingatkan supaya termohon eksekusi melaksanakan isi putusan paling lama 8 (delapan) hari (vide Pasal 196 HIR atau Pasal 207 RBg);

8.      Apabila tenggang waktu terlampaui, dan tidak ada keterangan atau pernyataan dari pihak yang kalah tentang pemenuhan putusan, maka sejak saat itu pemohon dapat memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk menindak lanjuti permohonan eksekusi tanpa harus mengajukan permohonan ulang dari pihak yang menang (vide Pasal 197 ayat (1) HIR atau Pasal 208 ayat (1) RBg).

9.      Tata Cara Aanmaning terhadap semua objek eksekusi (sebagaimana yang sudah kami jelaskan pada point 3 di atas) di atas relatif sama.

10.    Apabila perkara sudah dilakukan sita jaminan (conservatoir beslaag), maka tidak perlu diperintahkan lagi sita eksekusi (executorial beslaag). Dan apabila dalam perkara tersebut tidak dilakukan sita jaminan sebelumnya, maka Ketua Pengadilan Negeri dapat mengeluarkan Penetapan Sita Eksekusi. Dalam hal eksekusi pengosongan tidak selalu diletakkan sita eksekusi, dapat langsung dilaksanakan pengosongan tanpa penyitaan.

11.      Dalam hal melaksanakan putusan yang memerintahkan untuk melakukan pengosongan (eksekusi riil), maka hari dan tanggal pelaksanaan pengosongan ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri, setelah dilakukan rapat koordinasi dengan aparat keamanan.

12.     Apabila termohon eksekusi merupakan unsur TNI (yang masih aktif atau yang telah purnawirawan), maka harus melibatkan pengamanan Polisi Militer (PM).

13.    Sebelum melakukan eksekusi pengosongan, terlebih dahulu dilakukan peninjauan lokasi tanah atau bangunan yang akan dikosongkan dengan melakukan pencocokan (konstatering) guna memastikan batas-batas dan luas tanah yang bersangkutan sesuai dengan penetapan sita atau yang tertuang dalam amar putusan dengan dihadiri oleh panitera, jurusita/jurusita pengganti, pihak berkepentingan, aparat setempat dan jika diperlukan menghadirkan petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat, serta dituangkan dalam Berita Acara (BA).

14.     Dalam hal melakukan pemberitahuan eksekusi pengosongan dilakukan melalui surat (Surat Pemberitahuan) kepada pihak termohon eksekusi, harus dengan memperhatikan jangka waktu yang memadai dari tanggal pemberitahuan sampai pelaksanaan pengosongan.

15.     Pengosongan dilaksanakan dan dilakukan dengan memperhatikan nilai kemanusiaan dan keadilan, dengan cara yang persuasif dan tidak arogan. Misalnya dengan memerintahkan pemohon eksekusi menyiapkan gudang penampungan guna menyimpan barang milik termohon eksekusi dalam waktu yang ditentukan, atas biaya pemohon.

16.    Setelah pengosongan selesai dilaksanakan, tanah atau bangunan yang dikosongkan, maka pada hari itu juga segera diserahkan kepada pemohon eksekusi atau kuasanya yang dituangkan berita acara penyerahan, dengan dihadiri oleh aparat.

Selain itu berdasarkan Surat Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 846/DJU/HM.02.3/8/2021 tentang Pelaksanaan Eksekusi pada Pengadilan Negeri dan Kepatuhan Penginputan Data Eksekusi pada SIPP, kemudian Surat Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: Nomor: 586/DJU/HM02.3/6/2022 tentang Kepatuhan Pelaksanaan Eksekusi, menyebutkan bahwa:

“Kepatuhan Penginputan Data Eksekusi Pada SIPP, dengan ini Bapak/Ibu Ketua Pengadilan Tinggi diminta untuk memperhatikan data eksekusi terlampir dan memastikan kepatuhan (akurat, lengkap sesuai tahapannya dan tepat waktu) pengisian data eksekusi pada SIPP oleh pengadilan-pengadilan negeri di wilayah hukumnya.”

Yang mana artinya seluruh dokumen atau data terkait eksekusi harus dilampirkan dan pengisian data tersebut harus dilaporkan agar dapat diakses public di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) di setiap wilayah hukum masing-masing Pengadilan Negeri.

Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia yang ada di sini. Terima Kasih.


[1] M. Yahya Harahap, “Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2019), 40.

[2] Ibid.

Formulir Isian