layananhukum

Seputar Mengenai Gugatan Perlawanan terhadap Putusan yang Sudah Berkekuatan Hukum Tetap

Ilustrasi Hakim Menjatuhkan Putusan

 

Pertanyaan

Selamat pagi pak, keluarga saya sudah kalah dalam perkara yang putus secara verstek di Pengadilan Negeri, kami sudah mendapatkan 2 (dua) kali Peringatan (Aanmaning) dari KPN. Pertanyaan kami, apakah artinya kami hanya bisa pasrah mendapati Tanah Milik kami sebagaimana amar putusan untuk dikosongkan? Saat ini oleh Pengadilan untuk melakukan eksekusi putusan pengadilan tersebut, sementara ada beberapa bagian dari objek tanah milik kami yang ikut dieksekusi sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan pihak penggugat, patut diduga ada tumpang tindih dengan milik saya. Apakah putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, yang juga sudah terbit penetapan sita eksekusi oleh Ketua Pengadilan Negeri, tidak ada lagi langkah hukum yang dapat ditempuh? Terima Kasih.

Jawaban
Pengantar

Untuk menjawab pertanyaan ini, terdapat dilematika dan 2 (dua) jawaban binner “ya, dapat ditempuh upaya hukum perlawanan dan ekseksui tersebut dapat dianulir” dan jawaban “Tidak bisa!” masing-masing memiliki 2 (dua) konsekuensi hukum yang menjadi bagian dari dinamika implementasi hukum itu sendiri dalam ranah pelaksanaan putusan pengadilan.

Apabila jawaban “ya, dapat ditempuh upaya hukum perlawanan dan ekseksui tersebut dapat dianulir” maka akan timbul ketidakpastian hukum atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut. Sementara, bila dijawab “Tidak bisa!”, maka berpotensi lahir kesewenang-wenangan apabila pada kenyataannya dapat dibuktikan telah terjadi kekeliruan empiris yang nyata—semisal objek yang tidak tersangkut-paut sengketa, namun turut terkena eksekusi.

Uniknya, Sistem Hukum Acara Perdata di Indonesia masih memungkinkan untuk menganulir Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, bahkan terhadap Putusan Peninjauan Kembali, yakni lewat mengajukan “Gugatan” Baru ke hadapan Pengadilan Negeri dengan menggunakan “sebutan” sebagai “Perlawanan” (verzet), baik berupa “perlawanan pihak ketiga” (derden verzet) maupun “perlawanan pihak dalam sengketa” (partij verzet).

Verzet sering disebut sebagai upaya hukum yang “unik”, karena mampu mengatasi kendala masalah “ne bis in idem”, meski sejatinya melakukan pemeriksaan ulang pokok perkara yang telah diputus sebelumnya atas sengketa yang sama. Alias, Pengadilan Negeri memeriksa dan menguji kembali Putusan sekalipun itu Putusan Mahkamah Agung baik itu Kasasi atau Peninjauan Kembali (PK) yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde/ res judicata/ gezag van gewijsde).

Guna menghindari penyalahgunaan Upaya Hukum verzet, maka verzet hanya dimungkinkan untuk dikabulkan sepanjang/sebatas komponen tertentu dari putusan sebelumnya yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde/ res judicata/ gezag van gewijsde), tidak bisa berupa pembatalan penuh atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut.

Sementara itu yang dimaksud dengan ne bis in idem adalah, sebagaimana kaedah berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 647 K/Sip/1973 tanggal 13 April 1976, menyebutkan bahwa:

 “Ada atau tidaknya asas ne bis in idem tidak semata-mata ditentukan oleh para pihak saja, melainkan terutama bahwa obyek dari sengketa sudah diberi status tertentu oleh keputusan Pengadilan yang lebih dulu dan telah mempunyai kekuatan pasti dan alasannya adalah sama.”

Perlawanan Pihak Ketiga (Derden Verzet)

Menurut M. Yahya Harahap[1] derden verzet (Perlawanan Pihak Ketiga) merupakan upaya hukum atas penyitaan milik pihak ketiga. Yahya Harahap juga menjelaskan, dalam praktik, tergugat sering mengajukan keberatan atas penyitaan yang diletakkan terhadap harta kekayaannya dengan dalih, barang yang disita adalah milik pihak ketiga. Dalil dan keberatan itu kebanyakan tidak dihiraukan pengadilan atas alasan, sekiranya barang itu benar milik pihak ketiga, dia dapat mengajukan keberatan melalui upaya derden verzet. Ternyata, meskipun sita telah diletakkan di atasnya, tidak ada muncul perlawanan dari pihak ketiga, oleh karena itu cukup alasan untuk menduga, harta tersebut milik tergugat bukan milik pihak ketiga. Bagaimana halnya jika barang yang disita benar-benar milik pihak ketiga?

Peraturan perundang-undangan tidak secara eksplisit memberikan definisi mengenai “perlawanan pihak ketiga” atau derden verzet. Namun, ketentuan yang mengatur tentang derden verzet terdapat pada pasal-pasal berikut ini:

-        Pasal 195 ayat (6) HIR

Perlawanan terhadap keputusan, juga dari orang lain yang menyatakan bahwa barang yang disita miliknya, dihadapkan serta diadili seperti segala perselisihan tentang upaya paksa yang diperintahkan oleh Pengadilan Negeri, yang dalam daerah hukumnya terjadi penjalanan keputusan itu.

-        Pasal 206 ayat (6) Rbg

Perlawanan, juga yang datang dari pihak ketiga, berdasarkan hak milik yang diakui olehnya yang disita untuk pelaksanaan putusan, juga semua sengketa mengenai upaya-upaya paksa yang diperintahkan, diadili oleh pengadilan negeri yang mempunyai wilayah hukum di mana dilakukan perbuatan-perbuatan untuk melaksanakan keputusan hakim.

-        Pasal 378 R.V

Pihak-pihak ketiga berhak melakukan perlawanan terhadap suatu putusan yang merugikan hak-hak mereka, jika mereka secara pribadi atau wakil mereka yang sah menurut hukum, atau pun pihak yang mereka wakili tidak dipanggil di sidang pengadilan, atau karena penggabungan perkara atau campur tangan dalam perkara pernah menjadi pihak. (KUHPerdata 383, 452, 833, 955, 1917; F. lo, 24; Rv. 279, 349, 382, 384.)

-        Pasal 380 R.V

Jika putusan yang demikian dijatuhkan terhadap pihak ketiga dalam suatu persidangan dan perlawanan terhadapnya dilakukan sesuai pasal yang lain, maka hakim yang memeriksa perkara berwenang jika untuk itu ada alasan-alasan mengizinkan penundaan perkara itu sampai perkara perlawanan diputus. (Rv. 248 dst., 384, 393)

Berdasarkan bunyi pasal-pasal tersebut di atas, pada intinya derden verzet merupakan perlawanan pihak ketiga terhadap putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap dan merugikan pihak ketiga.[2] Terhadap hal tersebut, untuk bisa mendapatkan keabsahan dalam upaya perlawanannya, terdapat beberapa syarat yang perlu untuk digarisbawahi sebagaimana tercantum dalam Pasal 1917 KUHPerdata, yaitu:

1.        Perihal yang dituntut harus sama;

2.       Tuntutan didasarkan pada alasan yang sama; dan

3.      Harus diajukan oleh pihak yang sama, terhadap pihak-pihak yang sama dalam hubungan yang sama.

Selanjutnya, derden verzet juga diatur dalam Pasal 379 R.V, yang berbunyi:

“Perlawanan ini diperiksa hakim yang menjatuhkan putusan itu. Perlawanan diajukan dengan suatu pemanggilan untuk menghadap sidang terhadap semua pihak yang telah mendapat keputusan dan peraturan umum mengenai cara berperkara berlaku dalam perlawanan ini.” (KUHPerd. 1967; Rv. 1, 99 dst., 384.)

Untuk mempermudah pemahaman Anda, pasal tersebut kami interpretasikan bahwa hakim dalam upaya hukum derden verzet adalah hakim yang menjatuhkan putusan dalam perkara yang diajukan perlawanan tersebut. Selanjutnya, para pihak yang berperkara juga akan akan dipanggil (termasuk pihak ketiga) untuk memberitahukan mengenai adanya upaya hukum derden verzet. Hakim yang berwenang kemudian akan melakukan pemeriksaan kembali terhadap alasan-alasan yang dibenarkan dalam derden verzet.

Menurut Pasal 381 R.V, hakim yang memeriksa juga memiliki hak untuk menunda pelaksanaan putusan (untuk perkara yang diajukan perlawanan sampai perlawanan diputus), kecuali, jika ditentukan bahwa putusan tersebut sebelumnya telah diputus dalam keadaan serta merta, atau putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun terdapat upaya hukum selanjutnya.

Hal ini terdapat dalam Pasal 54 R.V dan Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2000 tentang Putusan Serta Merta (Uitvoerbaar Bij Vooraad) dan Provisionil yang secara khusus mengatur syarat-syarat putusan serta merta, antara lain:

1.        Putusan didasarkan atas suatu dasar hak otentik;

2.       Putusan didasarkan atas surat bawah tangan yang diakui oleh para pihak;

3.      Dalam hal telah ada penghukuman dengan keputusan hakim yang mendahuluinya yang terhadapnya tidak dapat diajukan perlawanan atau tidak dapat dimintakan banding.

Apabila pengajuan derden verzet tersebut dikabulkan, maka sesuai dengan Pasal 382 R.V putusan yang dilawan harus segera diperbaiki terbatas pada hal-hal yang merugikan pihak ketiga, kecuali, terhadap putusan yang tidak dapat dipecah dan menghendaki pembatalan putusan secara keseluruhan.

Sebagaimana tercantum dalam Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus (“Buku II Mahkamah Agung RI”), dalam pendaftarannya, derden verzet harus didaftarkan sebagai perkara baru di pengadilan yang memeriksa perkara atau putusan yang dilakukan perlawanan.[3] Lebih lanjut, dalam Buku II Mahkamah Agung RI tersebut juga dijelaskan bahwa derden verzet termasuk dalam upaya hukum luar biasa dan pada prinsipnya tidak menangguhkan pelaksanaan eksekusi terhadap putusan yang berkekuatan hukum tetap.[4]

Buku Pedoman Mahkmah Agung Tidak Mengikat Hakim Dalam Hal Perlawanan Eksekusi

Apabila mengulas kembali ingatan kita mengenai Kasus Tanah Meruya, yang mana menurut Harifin Tumpa, Ketua Muda Perdata Mahkamah Agung Buku Pedoman Mahkamah Agung Republik Indonesia Bisa Diabaikan. Yang mana pelawan derden verzet adalah sebagian warga yang berdasarkan alas hak selain hak milik atas tanah. Terlawan dalam eksepsinya mengatakan bahwa derden verzet hanya dapat diajukan bila barang yang disita itu merupakan miliknya, dalam hal ini hanya pemegang hak milik. Ketentuan ini dapat dilihat dari Pasal 195 ayat (6) Herzien Indlandsch Reglement (“HIR”) yang berbunyi:

“Jika hal menjalankan putusan itu dibantah, dan juga jika yang membantahnya itu orang lain, oleh karena barang yang disita itu diakuinya sebagai miliknya, maka hal itu serta segala perselisihan tentang upaya paksa yang diperintahkan itu, dihadapkan kepada pengadilan negeri, yang dalam daerah hukumnya terjadi hal menjalankankan putusan itu, serta diputuskan juga oleh pengadilan itu.”

Bahwa yang melakukan perlawanan adalah warga yang tanahnya tidak semua bersertipikat hak milik. Dari 685 (enam ratus delapan puluh lima) warga, ada setidaknya 277 (dua ratus tujuh puluh tujuh) pihak, yang tanahnya antara lain beralaskan Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai (HP), Perjanjian Sewa Beli, Akta Jual beli (AJB), dan Girik C.

Lebih lanjut dalam Buku II Mahkamah Agung soal Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan (1998), yang juga dikutip pihak Terlawan untuk memperkuat dalil mereka, menyatakan bahwa Perlawanan pihak ketiga terhadap sita (termasuk sita eksekusi) hanya dapat didasarkan atas hak milik, jadi hanya dapat diajukan oleh pemilik atau orang yang merasa bahwa ia adalah pemilik barang. Lebih lanjut disebutkan Penyewa, pemegang hipotik atau credietverband, pemegang hak pakai atas tanah, tidak dibenarkan mengajukan perlawanan semacam ini. Masih dalam artikel yang sama, Juru Bicara MA, Djoko Sarwoko, mengatakan bahwa Buku II Mahkamah Agung tersebut bukan hukum acara, hanya semacam buku pintar agar ada keseragaman. Oleh karena itu, tidak ada sanksi bagi hakim bila mengabaikan Buku Pedoman. Kalau ada legal reasoning (penalaran hukum), boleh saja hakim berpendapat lain.

Contoh Kasus Perlawanan Eksekusi

Merujuk sebagiamana Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 82 PK/Pdt/2007 tanggal 3 Juli 2008, dalam perkara antara:

1.        NY. AISYAH BINTI MAJA;

2.       ENGKOS KOSASIH BIN IDI;

3.      SARI BINTI IDI;

4.       IPAR BINTI IDI;

5.       UJANG AS BIN EDEN;

6.      SOLIHIN BIN IDI, selaku Para Pemohon Peninjauan Kembali, dahulu sebagai Para Tergugat;

MELAWAN

1.        Ny. SUTARSIH;

2.       Ny. HJ. DIAH OMALIA;

3.      Ny. HJ. YANI ROCHYANI, selaku Para Termohon Peninjauan Kembali, semula sebagai Para Penggugat; dan

1.        OYAH BINTI IDI;

2.       MARIAH BINTI EDEN;

3.      NY. ITA TATI BINTI HA. SUBANDI;

4.       NY. TARSIDAH BINTI ACHMAD;

5.       NY. HJ. DJULAEHA;

6.      DRS. H. DEDI BIN H. SAMA;

7.       CEPPY HIDAYAT;

8.      DRA. NY. AVI NANE R. WAHYUDIN;

9.      SURYAWAN;

10.    NY. AISAH BINTI MADJA;

11.      NY. EUIS BINTI MADJA, selaku Para Turut Termohon Peninjauan Kembali, semula merupakan Para Turut Tergugat I sampai dengan XI.

Sebagaimana kronologis perkara tersebut adalah sebagai berikut:

1.        Bahwa Penggugat I adalah isteri sah dari alm. H. Sama Adisubandi yang telah meninggal dunia di Bandung pada tahun 1993, dengan 3 (tiga) orang anak yakni Penggugat II, Penggugat III, Turut Tergugat IV. Selepas meninggalnya Sama Adisubandi atau Pewaris meninggalkan harta kekayaan berupa: Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 21 atas nama Sama Adisubandi Tanah darat persil Nomor 26 D.II Kohir No. 1255, luas 1980 m2, yang pada saat alm. Sama Adisubandi masih hidup telah dihibahkan kepada anaknya, yakni Penggugat II, dan oleh Penggugat II telah dibalik-nama dengan SHM Nomor 46 atas nama Penggugat II.

2.       Bahwa pada tahun 1995 terjadi sengketa antara Para Tergugat dengan Para Turut Tergugat di Pengadilan Negeri Bale Bandung berdasarkan Perkara Nomor 87/Pdt.G/1995/PN.BB. yang objek gugatannya sebagian termasuk harta warisan dari alm. Sama Adisubandi yang jatuh kepada ahli warisnya yaitu Para Penggugat dan Turut Tergugat IV, dimana pada saat digelarnya perkara di atas, Para Penggugat tidak dimasukkan sebagai Pihak Tergugat, tetapi kenyataannya harta kekayaan peninggalan alm. Sama Adisubandi telah dieksekusi oleh Jurusita Pengadilan Negeri Bale Bandung.

3.      Bahwa Para Tergugat dalam perkara saat ini, dahulu merupakan para Penggugat dalam perkara Nomor 87/Pdt.G/1995/PN.BB. mendalilkan bahwa harta peninggalan dari Ny. Imas Manah Anah kikitir/letter C No. 731 yang yang seharusnya jatuh kepada mereka, selaku ahli waris pengganti dari alm. Ny. Imas Manah Anah. Selanjutnya, Pengadilan Negeri Bale Bandung dalam Putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung Nomor: 87/Pdt.G/1995/PN.BB  tanggal 03 April 1996 telah mempertimbangkan kikitir/leter C No. 731 atas nama Ny. Imas Manah Anah sebagai alat bukti kepemilikan tanah sengketa adalah harta peninggalan Ny. Imas Manah Anah.

4.       Bahwa oleh karenanya eksepsi para Turut Tergugat (dalam perkara tahun 1995 sebagai Para Tergugat) dinyatakan ditolak dan menyatakan bahwa tanah sengketa adalah merupakan harta peninggalan alm. Ny. Imas Manah Anah dan menghukum mereka atau siapa saja yang memperoleh hak dari mereka untuk mengosongkan dan menyerahkan obyek sengketa kepada para Tergugat pada tahun 1995.

5.       Bahwa terhadap Putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung Nomor 87/Pdt.G/1995/PN.BB tanggal 03 April 1996 berlanjut hingga tingkat Peninjauan Kembali sebagaimana Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 3 PK/Pdt/2000 tanggal 28 Februari 2002. Yang dijadikan dasar pertimbangan hukum dalam putusan peninjauan kembali oleh Mahkamah Agung tahun 2002, adalah kikitir/leter C No. 731 atas nama Ny. Imas Manah Anah, tetapi fakta hukum yang dibelakang hari terkuat ialah terbukti bahwa pada Buku C yang sekarang masih terpelihara dengan baik di Desa Cangkuang Kulon kikitir/leter C No. 731 bukan atas nama Ny. Imas Manah Anah, akan tetapi atas nama orang lain yaitu Opo S. Sastra.

6.      Bahwa dari fakta hukum tersebut, diindikasikan pemalsuan kikitir No. 731 oleh para Tergugat yang dijadikan dasar oleh Peninjauan Kembali (PK) dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indoensia Nomor  3 PK/Pdt/2000 tanggal 28 Februari 2002 untuk memenangkan dirinya, yang sangat merugikan Para Penggugat dan Turut Tergugat IV sekarang ini sebagai ahli waris dari alm. MH. Sama Adisubandi selaku pemilik tanah sengketa.

7.       Bahwa dengan fakta yuridis demikian, membawa konsekuensi terhadap putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung Nomor 87/Pdt.G/1995/PN.BB tanggal jo. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 3 PK/Pdt/2000 yang bersumber dari bukti kikitir No. 731 menyangkut tanah sengketa bukan atas nama Ny. Imas Manah Anah tetapi atas nama orang lain yaitu Opo S. Sastra, maka adalah patut bila putusan tersebut dinyatakan tidak lagi valid, sepanjang terhadap tanah-tanah sengketa.

8.      Bahwa terhadap Persil No. 26 D.II Kohir No. 1255, luas 1355 m2, SHM No. 21 atas nama MH. Sama Adisubandi, dan Persil No. 26 D.II Kohir No. 1255, luas 1980 m2, SHM No. 46, atas nama Penggugat II, telah dieksekusi oleh Jurusita Pengadilan Negeri Bale Bandung berdasarkan Berita Acara Eksekusi tanggal 16 Desember 2002 meski Penggugat telah mengajukan bantahan pihak ketiga/derden verzet Reg. No. 966/Pdt.Bth/2002/PN.BB. dengan alasan bahwa objek tanah bukan atas nama Ny. Imas Manah Anah, tetapi atas nama Opo S. Sastra, maka eksekusi terhadap tanah-tanah sengketa milik para Penggugat adalah bertentangan dengan hukum serta sangat merugikan para Penggugat.

9.      Bahwa Eksekusi pengosongan dan penyerahan tanah-tanah sengketa telah dilaksanakan dan telah dikuasai tanpa hak dan bertentangan dengan hukum oleh para Tergugat, oleh karenanya tanah-tanah atas nama Alm. Sama Adisubandi, agar supaya segera dikosongkan dan diserahkan oleh para Tergugat atau siapapun yang memperoleh hak dari mereka kepada para Tergugat I s/d II dan Turut Tergugat IV untuk dibagi waris.

10.    Bahwa Terhadap gugatan Penggugat, yang kemudian menjadi amar putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung Nomor: 78/Pdt.G/2003/PN.BB. tanggal 19 Mei 2004 adalah sebagai berikut: Bahwa dengan kemajuan zaman dan dengan memperhatikan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 84 K/Sip/1973 tanggal 25 Juni 1973 , masing-masing tanda bukti P-1 dan bukti P-2 dihubungkan dengan kesaksian Karto bin Irasik dan Uyeh bin Asnawi, maka telah terbuktilah bahwa tanah dan sawah yang menjadi obyek perkara yang tertera dalam kedua Kikitir tersebut adalah milik Nyimas Manah anah yang jatuh kepada para Penggugat sebagai ahli waris yang sah;

MENGADILI

DALAM POKOK PERKARA:

1.        Mengabulkan gugatan para Penggugat untuk sebagian;

2.       Menyatakan penyitaan jaminan yang telah dilaksanakan oleh Juru Sita Pengadilan Negeri Bale Bandung atas dua persil tanah yang terletak di ... , yakni:

-        Tanah Darat Persil No. 26 D.II, Kohir No.1255, luas 1345 m2, yang terletak di ... , Sertifikat Hak Milik No. 21 atas nama MH. Sama Adisubandi, dengan batas-batas sebagai berikut: ... Dengan catatan: Di atas tanah darat tersebut berdiri sebuah bangunan garasi mobil milik H. Iskandar;

-        Tanah Darat Persil No. 26 D.II, Kohir No. 1255, luas 1980 m2, yang terletak di ... , Sertifikat Hak Milik No. 46 atas nama Diah Omalia/Penggugat II, dan oleh Penggugat II telah dibalik nama dengan Sertifikat Hak Milik No. 46 atas nama Diah Omalia, dengan batas-batas sebagai berikut: ...

Adalah sah dan berharga;

3.      Menyatakan para Penggugat (Penggugat I, II dan III) dan Turut Tergugat IV adalah sebagai ahli waris dari almarhum M.H. Sama Adisubandi;

4.       Menyatakan bahwa tanah-tanah sengketa, yakni:

-        Tanah Darat Persil No. 26 D.II, Kohir No. 1255, luas 1345 m2, yang terletak di ... , Sertifikat Hak Milik No. 21 atas nama M.H. Sama Adisubandi, dengan batas-batas sebagai berikut: ...

-        Tanah Darat Persil No. 26 D.II, Kohir No. 1255, luas 1980 m2, yang pada saat almarhum M.H. Sama Adisubandi masih hidup telah dihibahkan kepada anaknya yang bernama Diah Omalia/Penggugat II, dan oleh Penggugat II telah dibalik nama dengan Sertifikat Hak Milik No. 46 atas nama Diah Omalia/Penggugat II. Tanah tersebut di atas terletak di Desa Cangkuang Kulon dengan batas-batas sebagai berikut: ...

Adalah harta peninggalan almarhum M.H. Sama Adisubandi yang menjadi hak milik para Penggugat (Penggugat I, II dan III) dan Turut Tergugat IV sebagai ahli waris dari almarhum M.H. Sama Adisubandi;

5.       Menyatakan para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;

6.      Menyatakan bahwa putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung No. 87/Pdt.G/1995/PN.BB. tanggal 03 April 1996 jo. Putusan peninjauan kembali Mahkamah Agung No. 03 PK/Pdt/2000 tanggal 28 Februari 2002 dan Eksekusi pengosongan dan penyerahan tanah-tanah sengketa dalam Berita Acara Eksekusi No. 27/Eks/G/2002/PN.BB. jo. No. 87/Pdt.G/1995/PN.BB. tanggal 16 Desember 2002, tidak mempunyai kekuatan hukum dan tidak mengikat kepada para Penggugat (Penggugat I, II dan III) sepanjang terhadap tanah-tanah sengketa, masing-masing:

-        Tanah Darat Persil No. 26 D.II, Kohir No. 1255, luas 1345 m2, yang terletak ... , Sertifikat Hak Milik No. 21 atas nama MH. Sama Adisubandi, dengan batas-batas sebagai berikut: ...

-        Tanah Darat Persil No. 26 D.II, Kohir No. 1255, luas 1980 m2, yang pada saat almarhum MH. Sama Adisubandi masih hidup telah dihibahkan kepada anaknya yang bernama Diah Omalia/Penggugat II, dan oleh Penggugat II telah dibalik nama dengan Sertifikat Hak Milik No. 46 atas nama Diah Omalia/Penggugat II, tanah tersebut di atas terletak di ...,

-        Sertifikat Hak Milik No. 21 atas nama MH. Sama Adisubandi, dengan batas-batas sebagai berikut: ...

7.       Menghukum para Tergugat atau orang lain yang mendapat hak dari mereka untuk segera mengosongkan dan menyerahkan tanah-tanah sengketa berupa:

a.       Persil No. 26 D II Kohir No. 1255, luas 1245 m2, SHM No. 21, atas nama MH. Sama Adisubandi, yang terletak di ... , kepada para Penggugat untuk dibagi waris di antara para Penggugat I, II, III dan Turut Tergugat IV;

b.       Persil No. 26 D.II Kohir No. 1255, luas 1980 m2, SHM No. 46 atas nama Diah Omalia yang terletak di ... , kepada Penggugat II; - Menghukum para Turut Tergugat untuk tunduk dan taat pada putusan ini;

8.      Menolak gugatan para Penggugat untuk selebihnya.

Kemudian, pada tingkat banding, yang menjadi amar Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 468/Pdt/2004/PT.Bdg, tanggal 25 Januari 2005, sebagai berikut:

MENGADILI

1.        Menerima permohonan banding dari kuasa para Tergugat/para Pembanding tersebut;

2.       Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung tanggal 19 Mei 2004 No. 78/Pdt/G/2003/PN.BB. yang dimohonkan banding tersebut.

Kemudian, yang menjadi amar Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 1528 K/Pdt/2005 tanggal 18 April 2006 dalam tingkat kasasi, sebagai berikut:

MENGADILI

“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: ENGKOS KOSASIH BIN IDI,  SARI BINTI IDI,  IPAR BINTI IDI, ANISAH BINTI IDI, OYAH BINTI IDI, MARIAH BINTI EDEN, UJANG AS. BIN EDEN, SOLIHIN BIN IDI tersebut.”

Kemudian, Para Tergugat mengajukan Upaya Hukum Peninjuan Kembali (PK), dengan pokok keberatan bahwasannya dengan diterima dan dikabulkannya gugatan Para Penggugat, sehingga menganggap putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung No. 87/Pdt/G/1995/PN.BB yang sebelumnya telah dikuatkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 03 PK/Pdt/2000, namun kini dianulir oleh Pengadilan Negeri yang mengakibatkan putusan Mahkamah Agung Nomor 03 PK/Pdt/2000 tidak lagi mempunyai kekuatan hukum terhadap tanah SHM No. 21 atas nama Adisubandi dan SHM No. 46 atas nama Diah Omalia, berarti Mahkamah Agung telah membenarkan sikap Pengadilan Negeri yang pada kenyataannya telah melampaui kewenangannya dengan telah melakukan pemeriksaan kembali terhadap materi dan putusan perkara yang sudah berkekuatan hukum tetap pada tahun 2000.

Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 03 PK/Pdt/2000 adalah putusan Lembaga Peradilan Tertinggi yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pada asasnya, setiap putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap adalah sudah mutlak bersifat “lites finiri oportet”, atau sudah bersifat final sehingga semestinya tidak bisa diganggu-gugat lagi.

Pada putusan itu sudah terkandung segala macam kekuatan hukum yang bersifat mutlak, mempunyai kekuatan mengikat yang mutlak dan telah mempunyai kekuatan pembuktian yang mutlak pula. Oleh karena itu, putusan Mahkamah Agung selaku Lembaga Peradilan Tertinggi, tidak semestinya dikoreksi atau dinilai kembali oleh Lembaga Peradilan Tingkat Pertama.

Dimana terhadap keberatan-keberatan tersebut, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:

-        Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut Mahkamah Agung berpendapat: bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena judex juris ternyata tidak salah dalam menerapkan hukum;

-        Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh para Pemohon Peninjauan Kembali: ENGKOS KOSASIH BIN IDI dan kawan-kawan tersebut harus ditolak;

M E N G A D I L I

Menolak permohonan peninjauan kembali dari para Pemohon Peninjauan Kembali: NY. AISYAH BINTI MAJA, telah meninggal dunia, dalam hal ini diwakili oleh anaknya: SULAIMAN, ENGKOS KOSASIH BIN IDI, SARI BINTI IDI, IPAR BINTI IDI, NY. ANISAH BINTI IDI, UJANG AS BIN EDEN, SOLIHIN BIN IDI Tersebut.

Perlawanan Pihak Ketiga dalam Eksekusi Sita Jaminan

Mengenai hal ini, Yahya Harahap menjelaskan bahwa pihak ketiga yang bersangkutan yang bersangkutan dapat mengajukan perlawanan dalam bentuk derden verzet atau perlawanan pihak ketiga terhadap Conservatoir Beslag yang sering disingkat CB (Sita Jaminan). Demikian penegasan sebagaimana Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3089 K/Pdt/1991 yang menjelaskan, sita jaminan (CB) yang diletakkan di atas milik pihak ketiga memberi hak kepada pemiliknya untuk mengajukan derden verzet.[5]

Masih menurut Yahya Harahap[6]derden verzet atas sita jaminan (CB) dapat diajukan pemilik selama perkara yang dilawan belum mempunyai putusan yang berkekuatan hukum tetap. Apabila perkara yang dilawan sudah memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap, upaya hukum yang dapat dilakukan pihak ketiga atas penyitaan itu, bukan derden verzet, tetapi gugatan perdata biasa. Demikian dikemukakan dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 996 K/Pdt/1989, bahwa derden verzet yang diajukan atas CB yang diletakkan PN dalam suatu perkara perdata, dapat dibenarkan selama putusan perkara yang dilawan (perkara pokok) belum mempunyai kekuatan hukum tetap serta CB tersebut belum diangkat.

Kemudian sebagaimana Putusan Pengadilan Negeri Sleman Nomor: 185/Pdt.Plw/2010/PN.Slmn. Dalam pertimbangan hukum Majelis Hakim mengatakan bahwa berdasarkan Pasal 378 Rv dan Pasal 379 Rv,untuk dapat dikabulkannya perlawanan pihak ketiga diperlukan terpenuhinya 2 (dua) unsur, yaitu:

1.        Adanya kepentingan dari pihak ketiga;

2.       Secara nyata hak pihak ketiga dirugikan.

Apakah pihak Pelawan (pihak ketiga yang dirugikan atas sita jaminan) dapat menarik pihak lain menjadi terlawan maupun turut terlawan pada hal diketahui terlawan/turut terlawan dimaksud bukan pihak dalam sengketa awal? Mengenai hal ini, kita dapat menyimak penjelasan Yahya Harahap yangberpendapat bahwa dalam penyelesaian suatu perkara, tidak boleh menimbulkan kerugian kepada pihak ketiga yang tidak ikut menjadi pihak dalam perkara. Prinsip kontrak partai (party contract) yang digariskan Pasal 1340 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) yang menegaskan perjanjian hanya mengikat kepada para pihak yang membuatnya, berlaku juga dalam proses penyelesaian perkara, hanya mengikat pihak-pihak yang berperkara saja.

Dari pernyataan ini sebenarnya kita dapat menyimpulkan bahwa tidak dimungkinkan apabila pelawan (pihak ketiga) yang memiliki keberatan bahwa harta kekayaan miliknya dijadikan sita jaminan oleh terlawan (awalnya tergugat), dapat menarik pihak lain menjadi terlawan maupun turut terlawan yang bukan pihak dalam sengketa awal. Pelawan dalam derden verzet (pihak ketiga) sebenarnya pun merupakan pihak yang tidak ada pada sengketa awal antara penggugat dan tergugat. Namun, yurisprudensi sebagai salah satu dasar hukum di Indonesia (melalui Putusan MA No. 3089 K/Pdt/1991) yang kami jelaskan tadi, memberikan hak kepada pihak ketiga untuk mengajukan derden verzet agar dirinya dinyatakan sebagai pemilik objek yang terkena sita jaminan (CB). Namun, jika pelawan (pihak ketiga) menarik pihak lain, menurut kami tidak akan ada relasinya, baik terhadap perkara pokok maupun sita jaminan yang diupayakan dalam derden verzet. Kalaupun muncul pihak baru yang dianggap membawa kerugian bagi pelawan (pihak ketiga) yang mengajukan derden verzet, maka melihat dari prinsip penyelesaian perkara yang pada dasarnya hanya menyangkut pihak-pihak di dalamnya (Pasal 1340 KUHPerdata), upaya hukum yang dapat dilakukan pelawan (pihak ketiga) terhadap pihak baru yang muncul itu bukanlah derden verzet, tetapi berbentuk gugatan perkara biasa.

Tata Cara Mengajukan Perlawanan dalam Perkara Perdata

Menurut Subekti[7] prosedur mengajukan perlawanan dalam perkara perdata:

1.        Diajukan secara tertulis atau lisan;

2.       Ditujukan di Pengadilan Negeri bersangkutan;

3.      Perlawanan diajukan dalam tenggang waktu 8 (delapan) hari sesudah diberitahukan penyitaan atau pengosongan;

4.       Perlawanan akan diperiksa oleh Pengadilan Negeri terkait. Namun, tidak menghalangi dilakukan pelelangan atas barang sitaan, kecuali Ketua Pengadilan Negeri bersangkutan memerintahkan agar menangguhkan lelang sampai jatuh putusan;

5.       Bila perlawanan diterima dan beralasan oleh pengadilan sehingga tidak jadi dilakukan, segala biaya kerugian dan bunga yang timbul akan dibebankan pada pihak yang meminta penyitaan;

6.      Apabila perlawanan ditolak ataupun tidak ada perlawanan, agar perlawanan sah maka orang yang meminta penyitaan harus mengajukan tuntutan dalam tenggang waktu 1 (satu) bulan sejak putusan perlawanan dibacakan.

Dapat disimpulkan bahwa berdasarkan beberapa ketentuan hukum tersebut, derden verzet adalah upaya hukum luar biasa sebagai bentuk perlawanan dari pihak ketiga terhadap suatu putusan yang merugikan haknya. Derden verzet juga harus diajukan dan didaftarkan dalam perkara baru di pengadilan yang memeriksa dan memutus perkara tersebut. Kemudian, jika pengajuan derden verzet dikabulkan, maka putusan yang dilawan harus segera diperbaiki terbatas pada hal yang merugikan pihak ketiga, kecuali, terhadap putusan yang tidak dapat dipecah dan menghendaki pembatalan putusan secara keseluruhan.

Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia yang ada di sini. Terima Kasih.


[1] M. Yahya Harahap, “Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), 299.

[2] Ivonne W. K. Maramis, “Perlawanan Pihak Ketiga (Derden Verzet) Sebagai Upaya Menangguhkan Eksekusi”, Lex Administratum, Vol. 5, No. 5, 2017, 34.

[3] Mahkamah Agung Republik Indonesia, “Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus”, (Jakarta: MARI, 2007), 4.

[4] Ibid, 102.

[5] Ibid, 299-300.

[6] Ibid.

[7] Subekti, “Hukum Acara Perdata” (Bandung: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman,1997), 241-243.

Formulir Isian