Ilustrasi Sidang Pembuktian Pidana di Pengadilan |
Pertanyaan
Siang bang, saya masih belum memahami secara jelas apa
bedanya Tahap I dan Tahap II dalam perkara pidana yang sering disebut oleh
Penyidik Kepolisian, terima kasih.
Jawaban
Sebagaimana Pasal 10 Peraturan Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan
Tindak Pidana atau yang selanjutnya dengan “Perkap/6/2019”menyebutkan
bahwa:
“Kegiatan
penyidikan tindak pidana terdiri atas: a. penyelidikan; b. dimulainya
penyidikan; c. upaya paksa; d. pemeriksaan; e. penetapan tersangka; f.
pemberkasan; g. penyerahan berkas perkara; h. penyerahan tersangka dan barang
bukti; dan i. penghentian penyidikan.”
Tujuan Pemeriksaan Penyidikan suatu dugaan Tindak
Pidana yaitu untuk menyiapkan Hasil Pemeriksaan Penyidikan nantinya ini yang
disebut dengan “Berkas Perkara”. Berkas Perkara ini yang akan diserahkan
Penyidik kepada Penuntut Umum (pada Kejaksaan Negeri setempat) sebagai instansi
yang bertindak dan berwenang melakukan penuntutan terhadap orang yang diduga
kuat melakukan suatu perbuatan pidana/tindak pidana. Berkas Perkara ini juga
yang nantikan akan dilimpahkan Penuntut Umum ke muka sidang pengadilan.
Oleh karena itu, apabila penyidik berpendapat, bahwa
hasil pemeriksaan penyidikan telah selesai dan sempurna, secepatnya penyidik
akan mengirimkan berkas perkara hasil penyidikan kepada Penuntut Umum. Akan
tetapi, dalam pengiriman berkas perkara, penyidik diharuskan menyesuaikan
pemberkasan perkara dengan ketentuan pasal undang-undang yang menggariskan
pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) seperti yang ditentukan sebagaimana
ketentuan Pasal 121 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (“KUHAP”) yang menyebutkan bahwa:
“Penyidik
atas kekuatan sumpah jabatannya segera membuat berita acara yang diberi tanggal
dan memuat tindak pidana yang dipersangkakan, dengan menyebut waktu, tempat dan
keadaan pada waktu tindak pidana dilakukan, nama dan tempat tinggal dari
tersangka dan atau saksi, keterangan mereka, catatan mengenai. akta dan atau
benda serta segala sesuatu yang dianggap perlu untuk kepentingan penyelesaian
perkara.”
Seperti yang telah disinggung di atas, setelah
penyidik berpendapat segala sesuatu pemeriksaan yang diperlukan dianggap cukup,
penyidik “atas kekuatan sumpah jabatan” segera membuat Berita Acara dan dengan
persyaratan-persyaratan yang ditentukan dalam Pasal 121 KUHAP di atas, antara
lain:
-
Memberi tanggal
pada Berita Acara;
-
Memuat tindak
pidana yang disangkakan dengan menyebut waktu, tempat, dan keadaan sewaktu
tindak pidana dilakukan;
-
Nama dan tempat
tinggal tersangka dan saksi-saksi;
-
Keterangan
mengenai tersangka dan saksi (umur, kebangsaan, agama, dan lain-lain);
-
Catatan mengenai
akta dan/atau benda, serta segala sesuatu yang dianggap perlu untuk kepentingan
penyelesaian perkara.
Demikian syarat pembuatan berita acara yang ditentukan
dalam Pasal 121 KUHAP di atas. Hal ini berarti, bahwa setiap pemeriksaan yang
berita acaranya telah dibuat tersendiri dalam pemeriksaan penyidikan,
dilampirkan dalam Berita Acara Penyidikan yang dibuat oleh penyidik. Dalam
Berita Acara Penyidikan harus terlampir segala sesuatu Tindakan Penyidik selama
dalam pemeriksaan, sepanjang hal itu telah diterangkannya dalam Berita Acara
Pemeriksaan. Jadi, Berita Acara Pemeriksaan penyidik yang berupa berkas perkara
hasil penyidikan dan harus dihubungkan dengan ketentuan Pasal 75
KUHAP penyidik melampirkan:
“Berita Acara dibuat untuk setiap tindakan tentang:
a.
Pemeriksaan
tersangka;
b.
Penangkapan;
c.
Penahanan;
d.
Penggeledahan;
e.
Pemasukan rumah;
f.
Penyitaan benda;
g.
Pemeriksaan
surat;
h.
Pemeriksaan
saksi;
i.
Pemeriksaan di
tempat kejadian;
j.
Pelaksanaan
penetapan dan putusan pengadilan;
k.
Pelaksanaan
tindakan lain sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini.
Berita
acara dibuat oleh pejabat yang bersangkutan dalam melakukan tindakan tersebut
dan dibuat atas kekuatan sumpah jabatan. Berita acara tersebut selain
ditandatangani oleh pejabat tersebut ditandatangani pula oleh semua pihak yang
terlibat dalam tindakan tersebut.”
Berita Acara Penyidikan dan lampiran-lampiran yang
bersangkutan, dijilid menjadi suatu berkas oleh penyidik. Jilidan berkas Berita
Acara tersebut disebut “Berkas Perkara”.
Kemudian, “Berkas Perkara” ini tadi akan dilakukan
“penyerahan berkas perkara” dari penyidik ke penuntut umum sebagaimana yang
ditentukan dalam Pasal 8 ayat (2) dan ayat
(3) KUHAP, yang menyebutkan bahwa:
Pasal 8
(1)
Penyidik membuat
berita acara tentang pelaksanaan Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75
dengan tidak mengurangi ketentuan lain dalam undang-undang ini.
(2)
Penyidik
menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum.
(3)
Penyerahan
berkas perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan:
a.
Pada tahap
pertama penyidik hanya menyerahkan berkas perkara;
b.
Dalam hal
penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas
tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum.
Ketentuan di atas tentu bersesuaian dengan
ketentuan Pasal 28 Perkap/6/2019 yang menyatakan bahwa:
(1)
Penyerahan berkas
perkara ke Penuntut Umum dilakukan setelah pemberkasan dalam proses penyidikan
selesai.
(2)
Apabila berkas
perkara dikembalikan oleh Penuntut Umum kepada Penyidik, berkas perkara
diserahkan kembali ke Penuntut Umum setelah dilakukan pemenuhan petunjuk
Penuntut Umum terhadap kekurangan isi/materi berkas perkara.
Kemudian, disebutkan sebagaimana ketentuan Pasal
29 ayat (1) Perkap/6/2019, yang menyatakan bahwa:
“Penyerahan
tersangka dan barang bukti dilakukan setelah berkas perkara dinyatakan lengkap
oleh Penuntut Umum.”
Dari ketentuan-ketentuan di atas di dalam KUHAP dan
peraturan pelaksanannya seperti Perkap 6/2019 kita kemudian mengenal sistem
penyerahan “berkas perkara” sebagaimana yang sudah kami jelaskan di atas dalam
2 (dua) tahap, antara lain:
-
Tahap I
(Satu/Pertama) penyidik hanya menyerahkan berkas perkara kepada Penuntut Umum;
-
Tahap II
(Dua/Kedua), penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang
bukti kepada penuntut umum.
Penyerahan Tahap I (Satu/Pertama)
Pada penyerahan tahap pertama, penyidik secara nyata
dan fisik menyampaikan berkas perkara kepada penuntut umum, dan penuntut umum
secara nyata dan fisik menerima dari tangan penyidik. Akan tetapi, sekali pun
telah terjadi penyerahan nyata dan fisik kepada penuntut umum, undang-undang
“belum menganggap penyidikan telah selesai”.
Dengan kata lain, penyerahan berkas perkara secara
nyata dan fisik, belum merupakan kepastian penyelesaian pemeriksaan penyidikan,
sebab kemungkinan besar hasil penyidikan yang diserahkan, dikembalikan oleh
penuntut umum kepada penyidik, dengan petunjuk agar penyidik melakukan
“tambahan pemeriksaan penyidikan”.
Menurut M. Yahya Harahap, selama dalam proses
tersebut, selama masih terbuka kemungkinan untuk mengembalikan berkas perkara
kepada penyidik, hasil pemeriksaan penyidikan masih dianggap “belum lengkap”,
dan menganggap pemeriksaan penyidikan belum mencapai titik penyelesaian. Itu
sebabnya penyerahan berkas tahap I (satu/pertama) disebut juga “prapenuntutan”.[1]
Jadi, penyerahan berkas pada tahap I (satu/pertama)
belum lagi dapat diartikan sebagai realisasi taraf “penuntutan”. Lantas timbul
pertanyaan, kapan pemeriksaan penyidikan dianggap selesai menurut hukum? Untuk
mengetahui hal tersebut secara jelas penyelesaian fungsi pemeriksaan
penyidikan, mari kita perhatikan ketentuan Pasal 110 dan Pasal
138 KUHAP:
Pasal 110
(1)
Dalam hal
penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib segera menyerahkan
berkas perkara itu kepada penuntut umum.
(2)
Dalam hal
penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata masih kurang
lengkap, penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik
disertai petunjuk untuk dilengkapi.
(3)
Dalam hal
penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi, penyidik wajib
segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum.
(4)
Penyidikan
dianggap telah selesai apabila dalam waktu empat belas hari penuntut umum tidak
mengembalikan hasil penyidikan atau apabila sebelum batas waktu tersebut
berakhir telah ada pemberitahuan tentang hal itu dari penuntut umum kepada
penyidik.
Penjelasan:
Apabila penyidik telah selesai melakukan penyidikan,
“wajib” segera menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum. Penyerahan
nyata dan fisik berkas seperti ini baru tahap penyerahan berkas saja. (vide Pasal
110 ayat (1) KUHAP) artinya masih dalam Proses Tahap I (satu/pertama). Hal ini
menjelaskan bahwa belum menghilang kemungkinan berkas dikembalikan lagi oleh
penuntut umum untuk melakukan tambahan pemeriksaan penyidikan. Masih terbuka
kemungkinan bagi Penuntut Umum mempergunakan haknya seperti yang disebut
sebagaimana Pasal 110 ayat (2) dan ayat (3)
KUHAP.
Kemudian:
Pasal 138
(1)
Penuntut umum
setelah menerima hasil penyidikan dari penyidik segera mempelajari dan
menelitinya dan dalam waktu tujuh hari wajib memberitahukan kepada penyidik
apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum.
(2)
Dalam hal hasil
penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara
kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk
dilengkapi dan dalam waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas,
penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut
umum.
Apabila Penuntut Umum mengembalikan hasil penyidikan
berkas perkara untuk dilengkapi:
a.
Penyidik “wajib”
segera melakukan “penyidikan tambahan”, dalam tempo 14 (empat belas) hari
sesudah penerimaan pengembalian berkas dari penuntut umum, penyidik harus
menyelesaikan pemeriksaan penyidikan tambahan dan mengembalikan berkas kepada
penuntut umum. Bagaimana jika batas waktu itu dilampaui penyidik? Tidak ada
sanksinya. Penuntut Umum hanya bisa menegur atau mengingatkan sebagaimana yang
dijelaskan dalam Pasal 138 ayat (2) KUHAP.
b.
Penyidik tambahan
harus dilakukan penyidik “sesuai” dengan petunjuk yang digariskan penuntut
umum.
Penuntut Umum berhak mengembalikan berkas perkara
hasil penyidikan yang disampaikan atau diserahkan penyidik kepadanya. Apabila,
Penuntut Umum berpendapat terdapat kekuranglengkapan pada berkas perkara,
berarti pengembalian tadi ditunjukan untuk melakukan lagi “penyidikan tambahan”
dan penyidikan yang harus dilakukan oleh penyidik disesuaikan dengan petunjuk
yang ditentukan penuntut umum.
Bagaimana jika pengembalian berkas perkara dilakukan
penuntut umum tanpa memberi petunjuk tentang hal-hal apa yang harus lagi
ditambah penyidikannya? Keadaan seperti ini jelas bertentangan dengan ketentuan
Pasal 110 ayat (3) KUHAP dan Pasal 138 ayat (2) KUHAP. Oleh karena
itu, pengembalian dianggap “tidak sah” karena bertentangan dengan
undang-undang, dan dengan demikian dengan sendirinya penyidikan dianggap telah
lengkap dan selesai.
c.
Apabila dalam
waktu 7 (tujuh) hari setelah penerimaan berkas perkara, penuntut umum telah
menyampaikan pemberitahuan kepada penyidik, bahwa hasil penyidikan yang
terdapat dalam berkas sudah lengkap (vide Pasal 138 ayat (1)
KUHAP). Atau sebaliknya, apabila dalam tempo 7 (tujuh) sesudah penerimaan
berkas, penuntut umum menyampaikan pemberitahuan kepada penyidik bahwa hasil
penyidikan belum lengkap, berarti penyidikan belum selesai, dan harus dilakukan
penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk yang diberikan penuntut umum. Dan,
dalam tempo 14 (empat belas) hari terhitung sejak penerimaan pengembalian
berkas dari penuntut umum, penyidik harus mengirim kembali berkas perkara
beserta hasil penyidikan tambahan kepada penuntut umum.
d.
Atau penyidikan
dianggap telah selesai: apabila dalam jangka waktu sebelum lewat tempo 14
(empat belas) hari (misalnya, hari ke-9 (Sembilan) atau hari ke-13 (tiga
belas), penuntut umum telah memberitahukan kepada penyidik bahwa hasil
penyidikan telah lengkap. Sebaliknya, apabila belum lewat jangka waktu 14
(empat belas) hari dari tanggal penerimaan berkas perkara, penuntut umum masih
berhak lagi mengembalikan berkas perkara kepada penyidik. Kaidah ini dapat
dilihat secara a contrario dari bunyi Pasal 110
ayat (4) KUHAP yaitu apabila sebelum batas waktu 14 (empat belas)
hari tersebut berakhir, telah ada pemberitahuan tentang hal itu dari penuntut
umum kepada penyidik.
e.
Penyidikan dengan
sendirinya menurut hukum telah dianggap lengkap, dan selesai apabila tenggat
waktu 14 (empat belas) hari dari tanggal penerimaan berkas perkara, penuntut
umum:
-
Tidak ada
menyampaikan pemberitahuan tentang kekuranglengkapan hasil penyidikan;
-
Atau selama
jangka waktu 14 (empat belas) hari tersebut penuntut umum tidak ada
mengembalikan berkas perkara kepada penyidik.
Dengan demikian setelah jangka waktu tersebut
dilampaui, ternyata penuntut umum tidak ada menyampaikan pemberitahuan tentang
kekuranglengkapan penyidikan atau apabila dalam tenggat waktu 14 (empat belas)
hari, penuntut umum tidak ada mengembalikan berkas perkara, sah dan lengkap
serta selesailah fungsi penyidikan. Sejak saat yang diuraikan di atas, berakhir
“tanggung jawab” penyidik atas kelanjutan penyelesaian berkas perkara kepada
instansi penuntut umum.
Dan, sejak saat itu terjadi penyerahan berkas perkara
Tahap II (Dua/Kedua), serta berakhir tenggat waktu “prapenuntutan” dan beralih
tahap prapenuntutan menjadi tahap “penuntutan”.
Penyerahan Tahap II (Dua/Kedua)
Sebagaimana yang sudah kami jelaskan di atas bahwa
penyerahan berkas Tahap I (satu/pertama), penyidikan dianggap lengkapdan
selesai apabila telah ada pemberitahuan dari penuntut umum yang menyatakan
berkas telah lengkap. Atau apabila dalam tenggat waktu 14 (empat
belas) hari sejak tanggal penerimaan berkas, penuntut umum tidak menyampaikan
pernyataan apa-apa dan tidak pula mengembalikan berkas perkara kepada penyidik,
terhitung sejak tenggat waktu tersebut dengan sendirinya menurut hukum:
-
Penyerahan berkas
perkara sudah sah dan sempurna beralih ke penuntut umum tanpa memerlukan cara
dan prosedur apa-apa lagi, dan
-
Dengan sendirinya
terjadilah penyerahan “tanggung jawab hukum” atas seluruh berkas perkara yang
bersangkutan dari tangan penyidik kepada penuntut umum.
Peralihan tanggung jawab yuridis di atas berkas
perkara dari tangan penyidik kepada penuntut umum. Sebagaimana yang dimaksud
pada ketentuan Pasal 1 Angka 7 Peraturan Jaksa Agung Republik
Indonesia Nomor: PER-036/A/JA/09/2011 tentang Standar Operasional Prosedur
(SOP) Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum, yang menyatakan bahwa:
“Penyerahan
Perkara Tahap II adalah Tindakan penyerahan tanggung jawab tersangka dan barang
bukti dari penyidik kepada Penuntut Umum,”
Akan tetapi, harus diketahui saat ini Peraturan
Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER-036/A/JA/09/2011 tentang Standar
Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum dinyatakan
sudah dicabut dan tidak berlaku, sebagaimana Peraturan Kejaksaan
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2019 tentang Pencabutan Peraturan Jaksa
Agung Nomor PER-036/A/JA/09/2011 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP)
Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum. Yang mana sebagaimana Diktum
Kelima Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: KEP-24/E/Ejp/12/2019
tentang Standar Opersional Prosedur Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum,
menyebutkan bahwa:
“Pelaksanaan
Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum harus sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.”
Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan, yang
dimaksud adalah berdasarkan KUHAP.
Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami
persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau
melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia
yang ada di sini. Terima
Kasih.
[1] M. Yahya
Harahap, “Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan
Penuntutan”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2021), 358.