layananhukum

Peralihan Hak atas Tanah Berdasarkan Putusan Pengadilan yang Berkekuatan Hukum Tetap

Ilustrasi Sengketa

Pertanyaan

Selamat pagi pak, saya mau nanya, saya ada beli tanah dari developer pada tahun 2013 dengan harga tanah tersebut 160 juta. Dengan pembayaran pertama itu 60 juta, dan selanjutnya membayar 100 juta, dan sudah lunas. Kemudian, saat hendak melakukan balik nama sertifikat, si developer tidak dapat dihubungi dan menghilang? SHM tersebut bukan atas nama developer tersebut, akan tetapi atas nama orang lain? Notaris bilang kalau mau melakukan balik nama si penjual harus dihadirkan? Lantas, bagaimana dengan kepastian bagi saya dan kapan saya baru bisa melakukan balik nama SHM tersebut? Apa langkah hukum yang harus saya lakukan? Terima kasih.

Jawaban

Ada banyak cara untuk memperoleh hak atas tanah, antara lain dari proses jual beli, tukar menukar, hibah, waris, pemasukan perusahaan, pembagian hak bersama, penunjukan pembeli dalam lelang, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, hadiah, serta pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Dalam konteks peralihan tanah dengan jual-beli, hal yang perlu kami jelaskan bahwa perlu dibuatnya Akta Jual Beli (AJB). Proses balik nama sertifikat tanah karena jual beli merupakan bagian dari perubahan data yuridis berupa peralihan hak karena jual beli. (vide Pasal 94 ayat (3) huruf a Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional  Nomor 16 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah)

Peralihan hak atas tanah melalui jual beli hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat oleh PPAT. Akta juga bisa tidak dibuat oleh PPAT dalam keadaan tertentu yaitu untuk daerah-daerah terpencil yang belum ditunjuk PPAT, melainkan didaftarkan pemindahan hak atas tanah oleh Kepala Kantor Pertanahan, dengan dibuktikan oleh akta yang tidak dibuat oleh PPAT tetapi yang menurut Kepala Kantor Pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan. (vide Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah)

Pembuatan Akta Jual Beli (AJB) dihadiri oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi dalam perbuatan hukum itu. (vide Pasal 38 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah)

Kemudian, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya Akta Jual Beli (AJB) yang bersangkutan, PPAT wajib menyampaikan akta yang dibuatnya berikut dokumen-dokumen yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan untuk didaftar. Kemudian, PPAT wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai telah disampaikannya Akta Jual Beli (AJB) tersebut kepada para pihak yang bersangkutan. (vide Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah)

Membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (“BPHTB”) sebagaimana ketentuan Pasal 1 Angka 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Pajak ini dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota. (vide Pasal 4 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah)

Salah satu objek BPTHB adalah perolehan hak atas tanah yang meliputi pemindahan atau peralihan hak karena jual beli. (vide Pasal 44 ayat (1) dan ayat (2) huruf a angka 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah)

Jadi, dalam peralihan hak atas tanah, yang menerima hak atas tanah tersebut (pembeli) dikenakan pajak berupa BPHTB. Pendaftaran tanah sendiri baru akan dilakukan oleh Kantor Pertanahan apabila BPHTB tersebut sudah dibayar lunas, yang dibuktikan dengan tanda bukti setor BPHTB tersebut. 

Registrasi ke Kantor Badan Pertanahan Nasional

Langkah selanjutnya yaitu, Anda perlu melakukan registrasi ke Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan melengkapi dokumen-dokumen syarat balik nama. Adapun syarat-syarat balik nama sertifikat yang perlu Anda siapkan tertera di bawah ini.

Syarat Balik Nama Sertifikat Tanah

Berikut syarat balik nama sertifikat tanah ke Badan Pertanahan Nasional (“BPN”) berdasarkan dari laman berjudul Peralihan Hak Jual Beli oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN:

1.        Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya di atas meterai cukup;

2.       Surat kuasa apabila dikuasakan;

3.      Fotokopi identitas pemohon (KTP, KK) dan kuasa apabila dikuasakan;

4.       Fotokopi akta pendirian dan pengesahan badan hukum yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket, bagian badan hukum;

5.       Sertifikat asli;

6.      Akta jual beli dari PPAT;

7.       Fotokopi KTP dan para pihak penjual-pembeli dan/atau kuasanya;

8.      Izin pemindahan hak apabila di dalam sertifikat atau keputusannya dicantumkan tanda yang menyatakan bahwa hak tersebut hanya boleh dipindahtangankan jika telah diperoleh izin dari instansi yang berwenang;

9.      Fotokopi SPPT dan PBB tahun berjalan yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket, penyerahan bukti SSB (BPHTB) dan bukti bayar uang pemasukan (pada saat pendaftaran hak).

Selain hal tersebut di atas, Anda juga perlu memperhatikan:

1.        Identitas diri;

2.       Luas, letak dan penggunaan tanah yang dimohon;

3.      Pernyataan tanah tidak sengketa; dan

4.       Pernyataan tanah/bangunan dikuasai secara fisik.

Biaya Balik Nama Sertifikat Tanah

Biaya PPAT

Biaya PPAT ini merupakan biaya untuk proses pembuatan AJB. Menurut Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 Perubahan Atas Peratumn Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, uang jasa atau honorarium PPAT atau PPAT Sementara,  termasuk biaya saksi tidak boleh melebihi 1% (satu persen) dari harga transaksi yang tercantum di dalam akta.

Biaya BPHTB

BPHTB dikenakan berdasarkan nilai perolehan objek pajak yang ditetapkan salah satunya dari nilai transaksi jual beli. (vide Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah) 

Adapun jika nilai perolehan objek pajak tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang digunakan untuk pengenaan Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB) pada tahun terjadinya perolehan, maka besaran BPHTB sama dengan NJOP dalam pengenaan PBB tahun terjadinya perolehan.  (vide Pasal 46 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah) Perlu Anda ketahui bahwa tarif BPHTB paling tinggi sebesar 5% (lima persen) dan ditetapkan dengan perda masing-masing daerah. (vide Pasal 47 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah) 

Biaya Mengurus Balik Nama di BPN

Adapun, untuk mengurus balik nama di BPN sebagaimana dilansir Peralihan Hak Jual Beli, biaya dihitung berdasarkan nilai tanah yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan. Rumus untuk menghitung biaya tersebut yaitu [nilai tanah (per m2) x luas tanah (m2)] / 1000 + biaya pendaftaran. Di laman tersebut, Anda bisa melakukan simulasi biaya mengurus balik nama di BPN. Misalnya, nilai tanah per m2 (meter persegi) adalah Rp1 juta, dengan luas 100 m2, maka Anda perlu membayar biaya sebesar Rp150 ribu.

Bagaimana Apabila Balik Nama Sertifikat Tanah Tanpa Penjual?

Adapun untuk menjawab pertanyaan Anda mengenai bisakah balik nama sertifikat tanah tanpa penjual, maka perlu dicermati apakah Anda sudah membuat AJB atau belum?

Perlu diketahui bahwa salah satu syarat agar bisa dilakukan balik nama sertifikat tanah tanpa penjual adalah bahwa jual beli yang dilakukan sudah berdasarkan aturan hukum yang berlaku. Dalam hal ini jual beli tanah tersebut sudah dilakukan melalui PPAT atau Notaris. Untuk itu balik nama sertifikat tanah tanpa penjual bisa dilakukan dan lebih mudah apabila sudah ada AJB yang dibuat melalui PPAT.

Anda hanya perlu melihat salinan dari AJB tersebut yang mana di dalamnya terdapat nama PPAT, identitas penjual dan juga data yang ada. AJB sendiri juga menjadi dokumen yang membuktikan bahwa sudah ada pengalihan hak tanah dari pemilik yang sebelumnya atau penjual kepada pemilik yang baru atau pembeli.

Bisakah Balik Nama Sertifikat Tanah Tanpa Penjual Dengan Surat Perjanjian Jual Beli Tanah? Surat perjanjian jual beli tanah termasuk dalam bukti bahwa sudah terjadi transaksi jual beli tanah secara sah sepanjang sudah ada kesepakatan dari kedua belah pihak dan sesuai dengan syarat sah perjanjian pada KUHPerdata. Akan tetapi harus dicatat bahwa balik nama sertifikat tanah tanpa penjual yang didasarkan atas surat perjanjian jual beli bisa dilakukan setelah adanya putusan dari pengadilan. Dalam hal ini bisa tanpa menggunakan AJB. Akan tetapi berdasarkan Undang-Undang mengenai pendaftaran tanah perlu ada syarat balik nama sertifikat tanah yang dilampirkan. Hal ini juga berlaku untuk balik nama sertifikat rumah tanpa penjual.

Berikut adalah beberapa rincian biaya yang diperlukan untuk balik nama sertifikat rumah melalui notaris:

1.        Biaya validasi pajak: Rp. 200.000,-

2.       Biaya cek sertifikat: Rp. 100.000,-

3.      Biaya SK: Rp. 1.000.000,-;

4.       Biaya AJB: Rp. 2.400.000,-

5.       Biaya APHT: Rp. 1.200.000,-

6.      Biaya SKHMT: Rp. 250.000,-

7.       Biaya balik nama rumah: Rp. 750.000,-

Jadi kurang lebih biaya keseluruhan yang Anda butuhkan adalah Rp. 5.000.000,-. Namun biaya tersebut juga bervariasi atau akan berbeda di setiap notaris.

Perolehan Hak Atas Tanah Berdasarkan Putusan Hakim yang Berkekuatan Hukum Tetap

Dalam kehidupan, perolehan hak atas tanah akibat pelaksanaan putusan hakim yang telah memiliki kekuatan hukum tetap seringkali terjadi.

Sebagaimana ketentuan Pasal 125 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang menyatakan bahwa pencatatan perubahan data pendaftaran tanah berdasarkan putusan Pengadilan atau penetapan Hakim/Ketua Pengadilan oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam daftar buku tanah yang bersangkutan dan daftar umum lainnya dilakukan setelah diterimanya penetapan hakim/Ketua Pengadilan atau putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan salinan Berita Acara Eksekusi dari panitera Pengadilan Negeri yang bersangkutan.

Pencatatan sebagaimana dimaksud dapat pula dilakukan atas permohonan pihak yang berkepentingan dengan melampirkan:

a.       Salinan resmi penetapan atau putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan salinan Berita Acara Eksekusi;

b.      Sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan;

c.       Identitas pemohon.

Pendaftaran pencatatan hapusnya suatu hak atas tanah atau Hak Pengelolaan atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun berdasarkan putusan Pengadilan dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pertanahan setelah diterimanya Salinan keputusan mengenai hapusnya hak bersangkutan dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Kami mengambil contoh, sebagaimana Putusan Pengadilan Negeri Batulicin Nomor 27/Pdt.G/2021/PN Bln tanggal 10 Maret 2021, yang dalam amar putusannya berbunyi:

MENGADILI

Dalam eksepsi:

Menolak eksepsi Turut Tergugat seluruhnya;

Dalam pokok perkara:

1.        Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya;

2.       Menyatakan bahwa Penggugat adalah pembeli yang beritikad baik;

3.      Menyatakan sah jual beli antara Penggugat dan Tergugat pada tanggal 8 Juli 2020;

4.       Menyatakan sah menurut hukum bahwa Penggugat adalah pemilik sah atas tanah seluas 12.130 M2 (dua belas ribu seratus tiga puluh meter persegi) dengan nomor Sertipikat Hak Milik Nomor: 05001 Desa Mangkalapi, Kecamatan Kusan Hulu, Kabupaten Tanah Bumbu, Propinsi Kalimantan Selatan atas nama Nor Miah;

5.       Menyatakan Penggugat berhak melakukan proses balik nama terhadap Sertipikat Hak Milik Nomor: 05001 Desa Mangkalapi, Kecamatan Kusan Hulu, Kabupaten Tanah Bumbu, Propinsi Kalimantan Selatan atas nama Nor Miah di Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tanah Bumbu;

6.      Memerintahkan kepada Turut Tergugat untuk membantu Penggugat melakukan proses balik nama atas Sertipikat Hak Milik Nomor: 05001 Desa Mangkalapi, Kecamatan Kusan Hulu, Kabupaten Tanah Bumbu, Propinsi Kalimantan Selatan atas nama Nor Miah;

7.       Memerintahkan kepada Turut Tergugat untuk tunduk dan menaati putusan ini;

8.      Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara yang sampai hari ini ditetapkan sejumlah Rp5.399.000,00 (lima juta tiga ratus sembilan puluh sembilan ribu rupiah).

Catatan: Turut Tergugat di sini adalah Kantor Pertanahan atau Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tanah Bambu.

Dalam Pertimbangan Hukum Majelis Hakim sebagai berikut:

Menimbang, bahwa Turut Tergugat telah mengajukan eksepsi, maka sesuai dengan tertib Hukum Acara Perdata yang berlaku, Majelis Hakim perlu mempertimbangkan terlebih dahulu tentang kebenaran eksepsi dari Turut Tergugat tersebut apakah berdasarkan hukum atau tidak, sebelum mempertimbangkan lebih lanjut mengenai substansi materi pokok perkaranya sendiri dengan pertimbangan sebagai berikut:

Dalam Eksepsi:

1.        Menimbang, bahwa Turut Tergugat dalam eksepsinya mendalilkan bahwa Kantor Pertanahan Kabupaten Tanah Bumbu selaku Turut Tergugat tidak memiliki hubungan hukum atas perkara Nomor 27/Pdt.G/2021/PN Bln dikarenakan belum adanya kegiatan peralihan hak yang terdaftar di Kantor Pertanahan Kabupaten Tanah Bumbu, sehingga dengan ditariknya Turut Tergugat sebagai pihak dalam perkara ini, secara nyata Penggugat telah salah menarik pihak (Error in Persona);

2.       Menimbang, bahwa menurut Moh. Taufik Makarao, S.H., M.H. dalam bukunya “Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata”, dalam hukum acara perdata inisiatif ada pada Penggugat, maka Penggugat mempunyai pengaruh yang besar terhadap jalannya perkara, setelah berperkara diajukan, ia dalam batas-batas tertentu dapat mengubah atau mencabut kembali gugatannya (memperhatikan Putusan Mahkamah Agung Nomor 546 K/Sip/1970 tertanggal 28 Oktober 1970). Sehingga mengenai apakah suatu perkara atau tuntutan hak itu akan diajukan atau tidak, sepenuhnya diserahkan kepada pihak yang berkepentingan. Kalau tidak ada tuntutan hak atau penuntutan, maka tidak ada hakim. Jadi, tuntutan hak yang mengajukan adalah pihak yang berkepentingan, sedang hakim bersikap menunggu datangnya tuntutan hak diajukan kepadanya (Judex ne procedat ex officio). Termasuk dalam menentukan siapa yang akan digugat, tentu Penggugat tahu siapa yang “dirasa” telah melanggar haknya dan merugikan dirinya. Dan oleh karena itu Penggugat dapat memilih siapa yang akan dijadikan Tergugat dengan mencantumkannya dalam surat gugatan;

3.      Menimbang, bahwa siapa saja pihak yang ditarik dalam perkara dan gugatan apa yang seharusnya diajukan akan diuji oleh Majelis Hakim dalam suatu proses persidangan, didasarkan kepada fakta-fakta yang diperoleh dari proses pembuktian;

4.       Menimbang, bahwa perihal pembuktian hubungan hukum antara Penggugat dengan Turut Tergugat, Majelis Hakim berpendapat hal tersebut sudah masuk dalam pokok perkara yang memerlukan proses pembuktian di persidangan;

5.       Menimbang, bahwa dengan demikian eksepsi Turut Tergugat tidak beralasan hukum dan haruslah ditolak.

Dalam Pokok Perkara:

1.        Menimbang, bahwa Tergugat ternyata tidak hadir ataupun mengirimkan kuasanya yang sah untuk mewakili dirinya di persidangan, padahal kepada yang bersangkutan telah dipanggil secara sah dan patut oleh Jurusita untuk menghadiri persidangan;

2.       Menimbang, bahwa dengan demikian Majelis Hakim berpendapat Tergugat telah melepaskan haknya untuk membela kepentingannya di persidangan sehingga Tergugat harus dinyatakan telah mengakui dan menerima dalil gugatan Penggugat termasuk segala hal yang menimbulkan akibat-akibat hukumnya;

3.      Menimbang, bahwa proses pemeriksaan di persidangan mengacu kepada ketentuan Pasal 1865 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Pasal 283 RBg yang menyatakan bahwa, “Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak dan guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut”, sehingga dengan demikian maka kewajiban Penggugat untuk membuktikan kebenaran akan dalil-dalil gugatannya tersebut;

4.       Menimbang, bahwa dari surat gugatan Penggugat, ternyata pokok permasalahan dalam perkara ini adalah mengenai barang yang tidak bergerak, yaitu berupa tanah dan dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 189 ayat (2) RBg dan Pasal 180 ayat (1) dan (2) RBg serta Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2007 jo. Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1994, agar diperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh dari obyek perkara, baik mengenai letak, batas-batas dan penguasaannya, Majelis Hakim telah melakukan Pemeriksaan Setempat pada tanggal 2 Maret 2021, sebagaimana ternyata dari Berita Acara Persidangan tertanggal 2 Maret 2021 yang hasil-hasil pokoknya adalah bahwa obyek sengketa terletak di Desa Mangkalapi Kecamatan Kusan Hulu Kabupaten Tanah Bumbu sesuai Sertipikat Hak Milik Nomor 05001 Desa Mangkalapi Kecamatan Kusan Hulu Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan, dengan nama pemegang hak Nor Miah (P-3);

5.       Menimbang, bahwa Penggugat dalam gugatannya pada petitum angka 2 dan 3 pada pokoknya memohon agar Penggugat dinyatakan sebagai pembeli yang beritikad baik dan menyatakan sah jual beli antara Penggugat dengan Tergugat pada tanggal 8 Juli 2020;

6.      Menimbang, bahwa atas gugatan Penggugat petitum angka 2 dan 3 tersebut Majelis Hakim mempertimbangkannya sebagai berikut:

a.       Menimbang, bahwa Mahkamah Agung berdasarkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan, dalam huruf B Rumusan Hukum Kamar Perdata Umum angka 4 menegaskan sebagai berikut:

1)       Mengenai pembeli beritikad baik sebagaimana tercantum dalam kesepakatan kamar tanggal 9 Oktober 2014 pada huruf a disempurnakan sebagai berikut:

-        Kriteria pembeli yang beritikad baik yang perlu dilindungi berdasarkan Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-undang Hukum Perdata adalah sebagai berikut:

a.       Melakukan jual beli atas objek tanah tersebut dengan tata cara/prosedur dan dokumen yang sah sebagaimana telah ditentukan peraturan perundang-undangan, yaitu:

-        Pembelian tanah melalui pelelangan umum atau;

-        Pembelian tanah di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997) atau;

-        Pembelian terhadap tanah milik adat/yang belum terdaftar yang dilaksanakan menurut ketentuan hukum adat yaitu:

a)      Dilakukan secara tunai dan terang (di hadapan/diketahui oleh Kepala Desa/Lurah setempat);

b)      Didahului dengan penelitian mengenai status tanah objek jual beli dan berdasarkan penelitian tersebut menunjukkan bahwa objek jual beli adalah milik penjual;

c)      Pembelian dilakukan dengan harga yang layak;

b.      Melakukan kehati-hatian dengan meneliti hal-hal berkaitan dengan objek tanah yang diperjanjikan antara lain:

-        Penjual adalah orang yang berhak/memiliki hak atas tanah yang menjadi objek jual beli, sesuai dengan bukti kepemilikannya, atau;

-        Tanah/objek yang diperjualbelikan tersebut tidak dalam status disita, atau;

-        Tanah objek yang diperjualbelikan tidak dalam status jaminan/hak tanggungan;

-        Terhadap tanah yang bersertipikat, telah memperoleh keterangan dari BPN dan Riwayat hubungan hukum antara tanah tersebut dengan pemegang Sertipikat.”;

7.       Menimbang, bahwa menurut Prof. Budi Harsono dalam bukunya berjudul “Hukum Agraria Indonesia” menyatakan bahwa jual beli tanah yang tidak dilakukan dengan Akta PPAT adalah sah menurut hukum yang mengakibatkan beralihnya hak milik atas tanah dari si penjual kepada si pembeli asalkan jual beli itu memenuhi syarat-syarat materiil baik mengenai penjual, pembeli maupun tanahnya;

8.      Menimbang, bahwa syarat sahnya jual beli hak atas tanah untuk kepentingan pendaftaran pemindahan hak ada dua yaitu:

a.       Syarat Materiil:

1)       Bagi penjual:

-        Penjual adalah orang yang berhak dan berwenang untuk menjual hak atas tanah;

-        Yang berhak menjual adalah orang yang namanya tercantum dalam Sertipikat atau selain Sertipikat;

-        Seseorang berwenang menjual tanahnya kalau dia sudah dewasa;

-        Kalau penjualnya belum dewasa maka ia diwakili oleh walinya;

2)     Bagi Pembeli, Pembeli memenuhi syarat sebagai subyek hak dari hak atas tanah yang menjadi obyek jual beli dimana apabila obyek jual beli itu tanah hak milik maka pihak yang dapat membeli tanah adalah perseorangan Warga Negara Indonesia, Bank Pemerintah, badan keagamaan atau badan sosial;

3)     Obyek tanah bukan merupakan tanah sengketa maupun tanah yang sedang di sita oleh Pengadilan;

b.     Syarat Formil:

Dalam rangka pendaftaran pemindahan hak maka jual beli hak atas tanah harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagaimana ketentuan Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah namun syarat formal dalam jual beli hak atas tanah tidak mutlak harus dibuktikan dengan akta PPAT, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dapat mendaftar pemindahan haknya meskipun tidak dibuktikan dengan akta PPAT, hal ini ditegaskan sebagimana dalam ketentuan Pasal 37 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yaitu “ Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh Menteri, Kepala Kantor Pertanahan dapat mendaftarkan pemindahan hak atas bidang tanah hak milik yang dilakukan diantara perorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan akte yang tidak dibuat oleh PPAT, tetapi menurut Kepala Kantor Pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan”;

9.      Menimbang, bahwa Mahkamah Agung dalam putusannya Nomor 952K/Sip/1974 menyatakan bahwa jual beli adalah sah apabila telah memenuhi syarat-syarat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata atau hukum jual beli dilakukan menurut hukum adat secara riil dan kontan diketahui oleh kepala kampung, maka syarat-syarat dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah tidak mengenyampingkan syarat-syarat untuk jual beli dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata/hukum adat melainkan hanya merupakan syarat bagi pejabat agraria. Ini terkait dengan pandangan hukum adat dimana dengan telah terjadinya jual beli antara penjual dan pembeli yang diketahui oleh kepala kampung yang bersangkutan dan dihadiri oleh dua orang saksi, serta diterimanya harga pemberian oleh penjual maka jual beli itu sudah sah menurut hukum, sekalipun belum dilaksanakan di hadapan PPAT;

10.    Menimbang, bahwa selain itu, dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 1363 K/Sip/1971 tanggal 12 Mei 1972 yang mensahkan jual beli tanah tanpa Akta PPAT, menyatakan “Akta jual beli tanah berikut rumahnya yang tidak dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah sah, Ketentuan dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, tidak bermaksud untuk mengenyampingkan Pasal-Pasal dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata atau ketentuan-ketentuan hukum tidak tertulis mengenai jual beli.”;

11.      Menimbang, bahwa menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata jual beli adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu (penjual) mengikatkan dirinya untuk menyerahkan (hak milik atas) suatu benda dan pihak lain (pembeli) untuk membayar harga yang telah dijanjikan sesuai Pasal 1457 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Adapun menurut Pasal 1458 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak pada saat dicapai kata sepakat mengenai benda yang diperjual belikan beserta harganya walaupun benda tersebut belum diserahkan dan harga belum dibayar. Dengan terjadinya jual beli, hak milik atas tanah belum beralih kepada pembeli walaupun harga sudah dibayar dan tanah sudah diserahkan kepada pembeli. Hak milik atas tanah baru beralih kepada pembeli jika telah dilakukan penyerahan yuridis yang wajib diselenggarakan dengan pembuatan akta di hadapan dan oleh Kepala Kantor Pendaftaran Tanah;

12.     Menimbang, bahwa berdasarkan P-3 (Sertipikat Hak Milik Nomor 05001 atas nama Nor Miah), P-4 (kwitansi jual beli Sertipikat Hak Milik Nomor 05001) dan P-5 (surat kuasa jual dari Nor Miah kepada Rahmadi), ternyata pada tanggal 8 Juli 2020 terjadi penyerahan uang dari Nuryanto Subhi (Penggugat) sejumlah Rp36.390.000,00 (tiga puluh enam juta tiga ratus sembilan puluh ribu rupiah) untuk pembelian lahan Sertipikat Hak Milik Nomor 05001 seluas 12.130 M2 (dua belas ribu seratus tiga puluh meter persegi) atas nama Nor Miah;

13.    Menimbang, bahwa di dalam P-4 dan P-5 tercantum nama dan tandatangan 2 (dua) orang sebagai saksi yaitu, Ahmad Junaidi dan Abdul Muchlis yang oleh Penggugat dihadirkan sebagai Saksi di persidangan;

14.     Menimbang, bahwa Saksi Ahmad Junaidi di persidangan pada pokoknya menerangkan bahwa yang Saksi ketahui dalam perkara ini adalah Penggugat dan Tergugat pernah melakukan jual beli lahan pada bulan Juli 2020. Tergugat sebagai penjual dan Penggugat sebagai pembeli, Saksi mengetahui ada jual beli lahan antara Penggugat dan Tergugat karena Saksi berteman dengan Tergugat dan Saksi juga ada menandatangani Surat Kuasa Jual dan Kwitansi sebagai Saksi, Saudari Nor Miah selaku salah satu pemilik lahan yang menguasakan kepada Tergugat untuk menjual lahannya kepada Penggugat. Setahu Saksi lahan yang dijual tersebut sudah memiliki Sertipikat, Saksi juga melihat serah terima uangnya, yang membayar adalah Penggugat secara tunai dan yang menerima adalah Tergugat, saat terjadi jual beli lahan 62 (enam puluh dua) orang pemilik Sertipikat hadir di rumah Tergugat, dan lahan yang dijual tersebut adalah milik pribadi, yang mana pada saat itu juga dilakukan serah terima uang dan Sertipikatnya;

15.     Menimbang, bahwa saksi Abdul Muchlis di persidangan pada pokoknya menerangkan bahwa yang Saksi ketahui dalam perkara ini adalah masalah tanah yang terletak di Desa Mangkalapi, Saksi diajak oleh Tergugat ke Desa Mangkalapi sebagai Saksi dalam Kuasa Penjual dan semua pemilik lahan menandatangani Surat Kuasa Penjual tersebut, dan ada penyerahan uang tunai saat itu di rumah Tergugat pada bulan Juli dan Agustus 2020 serta yang menerima adalah Tergugat, Saksi tahu karena Saksi menjadi Saksi dalam jual beli dan tandatangan di Surat Kuasa Penjual dan Kwitansi;

16.    Menimbang, bahwa selanjutnya kedua saksi menerangkan bahwa Saksi mengenal bukti surat P-4 berupa kwitansi jual beli Sertipikat Hak Milik Nomor 05001 dan P-5 berupa Surat Kuasa Jual dari Nor Miah kepada Rahmadi karena Saksi tandatangan sebagai Saksi dalam surat tersebut; Menimbang, bahwa keterangan saksi-saksi tersebut ternyata mendukung dan bersesuaian dengan P-3, P-4, dan P-5 sehingga ketiga bukti surat tersebut dapat dipercayai kebenarannya;

17.     Menimbang, bahwa mengenai peralihan hak atas tanah melalui proses jual beli yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, jual beli tanah hanya bisa menggunakan Surat Kuasa Khusus yang harus khusus obyeknya karena Surat Kuasa itu dilekatkan pada Akta jual belinya, dan dilampirkan Sertipikat asli hak atas tanah dimaksud.

18.    Menimbang, bahwa setelah mempelajari P-5 Majelis Hakim berpendapat sebagai berikut:

1)       Bahwa dalam P-5 pada pokoknya telah disebutkan secara limitative bahwa Pemberi Kuasa (Nor Miah) memberikan kuasa kepada Rahmadi (Tergugat) untuk menjual dan/atau mengalihkan hak atas sebidang tanah dengan Sertipikat Hak Milik Nomor 05001, atas nama pemegang hak Nor Miah, tanggal penerbitan sertipikat 1 Oktober 2018, surat ukur Nomor 7/Mangkalapi/2018 tanggal 16 September 2018, NIB (Nomor Induk Barang) Nomor 17.12.05.11.00013;

2)      Bahwa telah disebutkan dengan jelas dalam P-5 “sebagaimana SHM (Sertipikat Hak Milik) terlampir dalam surat kuasa ini”;

3)      Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa P-5 tersebut sejatinya merupakan bentuk pemenuhan atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sebagaimana disebutkan sebelumnya yaitu “harus khusus obyeknya” dan “dilampirkan Sertipikat asli hak atas tanah dimaksud”;

19.    Menimbang, bahwa pemberian kuasa itu sendiri juga termasuk ke dalam perjanjian yang disebut sebagai “perjanjian pemberian kuasa” atau disebut dengan Lastgeving sebagaimana diatur dalam Pasal 1792 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Menurut Pasal tersebut, bahwa pemberian kuasa merupakan suatu persetujuan dimana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. Oleh karena pemberian kuasa merupakan suatu perjanjian, maka pemberi kuasa dan penerima kuasa dapat membuat surat kuasa yang sesuai dengan kesepakatan selain yang telah ditentukan oleh undang-undang;

20.   Menimbang, bahwa hal tersebut merupakan salah satu asas hukum yang dianut dalam hukum perjanjian yaitu “asas kebebasan berkontrak” sebagaimana diatur Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang berarti setiap orang bebas untuk mengadakan suatu perjanjian yang memuat syarat-syarat perjanjian macam apapun, sepanjang perjanjian itu dibuat secara sah dan beritikad baik, serta tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan;

21.     Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan dihubungkan dengan syarat materiil sahnya jual beli atas tanah sebagaimana diuraikan di atas maka Majelis Hakim berpendapat bahwa meskipun perbuatan jual beli yang dilakukan oleh Penggugat dengan Tergugat tidak dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT, namun oleh karena Penggugat dengan Tergugat melakukan perbuatan jual beli tersebut dengan itikad baik yang dibuktikan dengan penyerahan Sertipikat (P-3) dari Tergugat kepada Penggugat dan telah pula memenuhi syarat materiil baik mengenai penjual, pembeli dan obyeknya, dimana Tergugat adalah orang yang berhak melakukan transaksi atas tanah yang dijual karena Tergugat berdasarkan P-5 telah mendapat kuasa dari Nor Miah (selaku pihak yang namanya tercantum di dalam P-3 sebagai pemegang hak), kemudian dari sisi pembeli Penggugat selaku pembeli telah memenuhi syarat sebagai orang berhak mempunyai hak atas tanah dimana Penggugat sudah dewasa dan seorang Warga Negara Indonesia, kemudian dari segi obyek tanah yang bersangkutan tidak dalam sengketa atau penyitaan Pengadilan maka dengan demikian Majelis Hakim berkesimpulan bahwa jual beli antara Tergugat dengan Penggugat atas sebidang tanah sesuai dengan Sertipikat Hak Milik Nomor 05001 Desa Mangkalapi, Kecamatan Kusan Hulu, Kabupaten Tanah Bumbu, Propinsi Kalimantan Selatan, dengan luas 12.130 M2 (dua belas ribu seratus tiga puluh meter persegi) atas nama Nor Miah selaku pemegang hak adalah sah berdasarkan hukum;

22.    Menimbang, bahwa terhadap petitum tersebut Majelis Hakim berpendapat bahwa oleh karena jual beli sebidang tanah antara Penggugat dengan Tergugat dinyatakan sah, maka dengan demikian cukup beralasan hukum untuk menyatakan Penggugat adalah pemilik sah atas tanah dengan luas 12.130 M2 (dua belas ribu seratus tiga puluh meter persegi) dengan Sertipikat Hak Milik Nomor 05001 Desa Mangkalapi, Kecamatan Kusan Hulu, Kabupaten Tanah Bumbu, Propinsi Kalimantan Selatan atas nama Nor Miah;

23.   Menimbang, bahwa dengan demikian sudah sepatutnya Turut Tergugat mengajukan pembuktian namun ternyata di persidangan Turut Tergugat tidak menggunakan haknya untuk mengajukan pembuktian (baik itu surat maupun saksi), dan oleh karena itu Turut Tergugat dianggap tidak dapat membuktikan kebenaran dalil-dalil jawabannya sehingga jawaban yang demikian haruslah ditolak karena tidak berdasarkan hukum.

Jadi, berdasarkan putusan di atas bahwa peralihan hak atas tanah dapat diperoleh dari banyak cara. Satu di antaranya adalah dengan putusan pengadilanyang telah berkekuatan hukum tetap. Dalam hal ini, Putusan Pengadilan dapat langsung dijadikan dasar balik nama tanpa harus melakukan pembuatan AJB lagi, dan sebagaimana penjelasan kami dengan melihat pertimbangan hukum di atas, paling tidak apabila orang yang menjual ke Anda bukanlah orang yang memiliki sertifikat, Anda harus mencari bukti lain yang menunjukkan adanya hubungan hukum antara penjual (orang yang menjual ke Anda tanah tersebut) dengan tanah yang dijualnya kepada Anda, entah seperti bukti perjanjian yang tertuang di dalam perjanjian jual beli dengan Anda, atau adanya surat kuasa dari yang punya tanah tersebut kepada si penjual.

Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia yang ada di sini. Terima Kasih.

Formulir Isian