layananhukum

Aturan Pemotongan Upah Pasangan Suami Istri untuk Pembayaran BPJS Kesehatan di Perusahaan

Ilustrasi BPJS Kesehatan

Pertanyaan

Selamat pagi, saya seorang pekerja PKWT bersama dengan suami saya sama-sama bekerja di perusahaan yang sama, kemudian pada saat kami melihat di slip gaji kami, ada pemotongan gaji untuk pembayaran BPJS Kesehatan. Pertanyaan saya bagaimana ketentuan pemotongan upah untuk BPJS Kesehatan? Apakah boleh perusahaan memotong upah saya juga untuk membayar BPJS Kesehatan, padahal di saat yang sama BPJS Kesehatan itu yang saya ketahui didaftarkan disesuaikan dengan Kartu Keluarga (KK), artinya cukup dibayarkan oleh suami saya saja yang nanti meng-cover kami sekeluarga. Boleh minta pencerahannya. Terima kasih.

Jawaban
Kewajiban Perusahaan Mendaftarkan Pekerja dalam BPJS Kesehatan

Mendaftarkan BPJS Kesehatan oleh perusahaan terhadap pekerjanya menjadi peserta merupakan kewajiban. Sebagaimana ketentuan Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial, menyebutkan bahwa:

“Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti.”

Kemudian, sejak hari Rabu, tanggal 8 Agustus 2012, ketentuan Pasal 13 ayat (1) di atas dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat jika dimaknai meniadakan hak pekerja untuk mendaftarkan diri sebagai peserta program jaminan sosial atas tanggungan pemberi kerja apabila pemberi kerja telah nyata-nyata tidak mendaftarkan pekerjanya pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-IX/2011.

Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial, yang menyatakan bahwa:

“Pemberi Kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti.”

Dalam hal Pemberi Kerja, dalam melakukan pendaftaran sebagaimana dimaksud wajib memberikan data dirinya dan Pekerjanya berikut anggota keluarganya secara lengkap dan benar kepada BPJS. (vide Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial)

Kemudian, sejak hari Senin, tanggal 15 Oktober 2016, Pasal 15 ayat (1) yang menyatakan, “Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti” dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat jika dimaknai meniadakan hak pekerja untuk mendaftarkan diri sebagai peserta program jaminan sosial atas tanggungan pemberi kerja apabila pemberi kerja telah nyata-nyata tidak mendaftarkan pekerjanya pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 82/PUU-X/2012.

Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) yang dimaksud adalah BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. (vide Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial)

BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Sedangkan, BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program:

1.        Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK);

2.       Jaminan Hari Tua (JHT);

3.      Jaminan Pensiun (JP);

4.       Jaminan Kematian (JKM); dan

5.       Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). (vide Pasal 83 Angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagaimana mengubah ketentuan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial jo. Pasal 82 Angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagaimana mengubah ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional)

Bahwa sebagaimana ketentuan Pasal 1 Angka 1 Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, menyebutkan:

“Jaminan Kesehatan adalah Jaminan berupa perlindungan kesehatan agar Peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar Iuran Jaminan Kesehatan atau Iuran Jaminan Kesehatannya dibayar oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.”

Berdasarkan ketentuan di atas disebutkan “setiap orang yang telah membayar Iuran Jaminan Kesehatan”, apa yang dimaksud dengan Iuran Jaminan Kesehatan? Sebagaimana ketentuan Pasal 1 Angka 3 Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, menyebutkan bahwa:

“luran Jaminan Kesehatan yang selanjutnya disebut Iuran adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh PesertaPemberi Kerja, dan/atau Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah untuk program Jaminan Kesehatan.”

Siapa “Peserta” yang dimaksud ketentuan di atas? Sebagaimana ketentuan Pasal 1 Angka 2 Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, menyebutkan:

“Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar Iuran Jaminan Kesehatan.”

Kemudian, siapa yang dimaksud dengan “Pemberi Kerja”itu? Sebagaimana ketentuan Pasal 1 Angka 2 Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, menyebutkan:

“Pemberi Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara negara yang mempekerjakan Pegawai Aparatur Sipil Negara dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya.”

Apabila kita bicara soal “Pemberi Kerja” tentu tidak terlepas dari pada “tenaga kerja” atau “pekerja”, yang disebutkan sebagaimana ketentuan Pasal 1 Angka 6 dan Angka 7 Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, menyebutkan:

6.      Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima Gaji, Upah, atau imbalan dalam bentuk lain.

7.       Pekerja Penerima Upah yang selanjutnya disingkat PPU adalah setiap orang yang bekerja pada Pemberi Kerja dengan menerima Gaji atau Upah.

PPU sebagaimana yang kami sebutkan di atas merupakan Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan, yang disebutkan beserta anggota keluarganya. (vide Pasal 4 ayat (1) huruf a jo.Pasal 2 huruf b Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan)

PPU terdiri atas:

a.       Pejabat Negara;

b.      Pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

c.       PNS;

d.      Prajurit;

e.       Anggota Polri;

f.        Kepala desa dan perangkat desa;

g.      Pegawai swasta; dan

h.      Pekerja/pegawai yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf g yang menerima Gaji atau Upah. (vide Pasal 4 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan)

Kepesertaan Pekerjaan Penerima Upah dan Keluarganya

Anggota keluarga dari Peserta PPU meliputi istri/suami yang sah, anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah, paling banyak 4 (empat) orang. Untuk anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah sebagaimana dimaksud, dengan kriteria:

a.       Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan

b.      Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau

c.       Belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun bagi yang masih menempuh pendidikan formal.

Selain anggota keluarga sebagaimana dimaksud di atas, untuk Peserta PPU dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang lain. Anggota keluarga yang lain sebagaimana dimaksud meliputi anak ke-4 (empat) dan seterusnya, ayah, ibu, dan mertua. (vide Pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan)

Dalam hal pasangan suami istri yang masing-masing merupakan Pekerja maka keduanya wajib didaftarkan sebagai Peserta PPU oleh masing-masing Pemberi Kerja dan membayar IuranSuami, istri, dan anak dari Peserta PPU sebagaimana dimaksud berhak memilih kelas perawatan tertinggi. (vide Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan)

Jadi, berdasarkan penjabaran di atas bahwa apabila perusahaan mengenakan pemotongan untuk Anda sebagai istri yang dimaksudkan untuk BPJS Kesehatan itu sudah menjadi kewajiban perusahaan dan Anda berhak memilih kelas perawatan tertinggi. Apa yang dimaksud dengan kelas perawatan tertinggi?

Sebelumnya perlu diketahui terlebih dahulu bahwa setiap peserta berhak memperoleh Manfaat Jaminan Kesehatan yang bersifat pelayanan Kesehatan perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan.

Kemudian, manfaat Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud terdiri atas:

1.        Manfaat medis; dan

2.       Manfaat nonmedis.

Manfaat medis diberikan sesuai dengan indikasi medis dan standar pelayanan serta tidak dibedakan berdasarkan besaran Iuran Peserta. Sedangkan, manfaat non-medis diberikan berdasarkan besaran luran Peserta. Manfaat Jaminan Kesehatan juga berlaku bagi bayi baru lahir dari Peserta paling lama 28 (dua puluh delapan) hari sejak dilahirkan. (vide Pasal 46 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan)

Kemudian, disebutkan Manfaat nonmedis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (4) Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan khusus untuk PPU berupa akomodasi layanan rawat inap sebagai berikut:

1.        Ruang perawatan kelas III untuk Peserta PPU yang mengalami PHK beserta keluarganya;

2.       Ruang perawatan kelas II untuk Peserta PPU, kepala desa, dan perangkat desa, dan Pekerja/pegawai dengan Gaji atau Upah sampai dengan Rp 4.000.000,- (empat juta rupiah); dan

3.      Ruang perawatan kelas I untuk peserta PPU seperti kepala desa dan perangkat desa, dan Pekerja/pegawai dengan Gaji atau Upah lebih dari Rp4.000.000,- (empat juta rupiah). (vide Pasal 50 huruf a Angka 3, huruf b Angka 4, dan huruf c Angka 8 Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan)

Berdasarkan ketentuan di atas dapat dikatakan bahwa untuk PPU suami istri yang sama-sama didaftarkan tadi paling tidak berhak mendapatkan perawatan kelas II (minimal) yang didaftarkan oleh pihak perusahaan.

Teknis Pembayaran Iuran PPU oleh Pemberi Kerja

Bahwa disebutkan Iuran bagi Peserta PPU yaitu sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per/bulan dengan ketentuan sebagai berikut:

a.       4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja; dan

b.      1% (satu persen) dibayar oleh Peserta.

Iuran tersebut dibayarkan secara langsung oleh Pemberi Kerja kepada BPJS Kesehatan. (vide Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan)

Bahwa batas paling tinggi gaji atau upah per-bulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan besaran iuran bagi Peserta PPU yaitu sebesar Rp12.000.000,- (dua belas juta rupiah). Batas paling rendah Gaji atau Upah per-bulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan besaran iuran bagi Peserta PPU yaitu sebesar upah minimum kabupaten/kota. Dalam hal Pemerintah Daerah tidak menetapkan upah minimum kabupaten/kota maka yang menjadi dasar perhitungan besaran Iuran yaitu sebesar upah minimum provinsi. Ketentuan batas paling rendah tidak berlaku bagi Pemberi Kerja selain penyelenggara negara yang mendapatkan penangguhan dari kewajiban membayarkan Gaji atau Upah sesuai upah minimum provinsi/kabupaten/kota yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat. (vide Pasal 32 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat(4) Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan)

Untuk bisa menghitung potongan iuran BPJS Kesehatan perusahaan, Anda harus bisa memahami pokok-pokok perhitungan BPJS Kesehatan yang sudah disebut di atas. Hal yang perlu dilakukan pertama kali adalah menyesuaikan gaji karyawan dengan Upah Minimum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Selanjutnya adalah menyesuaikan gaji karyawan yang sudah lebih dari Upah Minimum. Ini dikarenakan penetapan Upah Minimum sesuai dengan standar kebutuhan hidup layak. Jadi, karyawan yang memiliki gaji di atas Upah Minimum juga akan mendapatkan kenaikan gaji agar bisa memenuhi kebutuhan pokok. Setelah itu barulah Anda bisa menghitung potongan iuran biaya BPJS Kesehatan untuk masing-masing karyawan.

Berikut Contoh menghitungnya:

Tunjangan BPJS Kesehatan Perusahaan: 4% x Rp 6.000.000,- (Upah)= Rp 240.000,-  (dua ratus empat puluh ribu rupiah)

Potongan gaji untuk iuran BPJS karyawan: 1% x Rp 6.000.000 = Rp 60.000,- (enam puluh ribu rupiah)

Total Iuran BPJS Kesehatan: Rp 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah)

Untuk karyawan yang ingin menambahkan anggota keluarga lagi sebagai penerima manfaat jaminan kesehatan, maka potongan gajinya menjadi 2% (dua persen).

Tunjangan BPJS Kesehatan Perusahaan: 4% x Rp 6.000.000 = Rp 240.000,- (dua ratus empat puluh ribu rupiah)

Potongan gaji untuk iuran BPJS Kesehatan karyawan: 2% x Rp 6.000.000 = Rp 120.000,- (seratus dua puluh ribu rupiah)

Total iuran BPJS Kesehatan: Rp 360.000,- (tiga ratus enam puluh ribu rupiah)

Perlu diketahui bahwa Gaji atau Upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan Iuran bagi Peserta PPU atau yang dikenakan kepada Anda terdiri atas Gaji atau Upah pokok dan tunjangan tetap. Tunjangan tetap merupakan tunjangan yang dibayarkan kepada Pekerja tanpa memperhitungkan kehadiran Pekerja. (vide Pasal 33 ayat (3) dan ayat (4) Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan)

Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia yang ada di sini. Terima Kasih.

Formulir Isian