Ilustrasi Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) |
Kontraktor/Konsultan wajib memiliki sejumlah tenaga
kerja yang berkualifikasi dan memiliki jenjang kerja yang dibuktikan dengan
memiliki Sertifikasi Kompetensi Kerja yang dibuktikan dengan adanya Sertifikat
Kompetensi Kerja (SKK) dalam melakukan pekerjaan proyek di lapangan dan sebagai
syarat untuk mengajukan Sertifikat
Badan Usaha (SBU).
Program sertifikasi tidak hanya meningkatkan
kompetensi, namun juga Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) konstruksi.
Sertifikasi diberikan untuk tenaga kerja tingkat ahli seperti ahli K3 maupun
tingkat terampil seperti tukang kayu dan pembesian. Program sertifikasi juga
akan berpengaruh kepada kesejahteraan tenaga kerja konstruksi karena besaran
upah yang diterima mengacu billing rate atau standar upah yang
sudah ditetapkan berdasarkan sertifikat yang dimiliki. Demikian pula bila yang
bersangkutan bekerja di luar negeri.
Mungkin masih banyak orang tidak mengetahui apa
itu Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) dan fungsinya. Pada tulisan
kami kali ini, kami akan menjelaskan secara singkat dan umum mengenai apa
itu Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) dan apa fungsinya.
Secara sederhana, sebagaimana ketentuan Pasal
1 Angka 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi jo. Pasal
1 Angka 15 Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi,
menyebutkan bahwa:
“Sertifikat
Kompetensi Kerja adalah tanda bukti pengakuan kompetensi tenaga kerja
konstruksi.”
Untuk mendapatkan Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK),
maka melalui Sertifikasi Kompetensi Kerja yaitu proses pemberian sertifikat
kompetensi melalui uji kompetensi sesuai dengan standar kompetensi kerja
nasional Indonesia, standar internasional, dan/atau standar khusus. (vide Pasal
1 Angka 12 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi)
Bahwa Pelatihan Tenaga Kerja Konstruksi
diselenggarakan dengan metode pelatihan kerja yang relevan, efektif, dan
efisien sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja. (vide Pasal
52 Angka 24 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagaimana
perubahan atas Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017
tentang Jasa Konstruksi)
Lantas siapakah yang dimaksud dengan Tenaga Kerja
Konstruksi (TKK) yang dimaksud? Tenaga Kerja Konstruksi (TKK) sebagaimana yang
dimaksud dibedakan atas beberapa bidang keilmuan yang terdiri atas kualifikasi
dalam jabatan seperti operator, tenaga teknisi dan analisis, dan tenaga ahli.
Bidang keilmuan yang terkait arsitektur, sipil, mekanikal, tata
pelaksanaan. (vide Pasal 68 ayat (1) dan ayat (2)
beserta dengan Penjelasannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa
Konstruksi)
Sehingga, dapat dikatakan Sertifikat Kompetensi Kerja
(SKK) Konstruksi ini diibaratkan seperti halnya rapor atau ijazah yang Tenaga
Kerja Konstruksi (TKK) dapatkan saat lulus sekolah.
Sebelumnya Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) ini
terbagi atas Sertifikat Keahlian (SKA) dan juga Sertifikat Kemampuan (SKT).
Namun merujuk pada landasan hukum Surat Edaran Menteri PUPR Nomor
02/SE/M/2021 tentang Perubahan Atas Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Nomor 30/SE/M/2020 tentang Transisi Layanan Sertifikasi Badan
Usaha dan Sertifikasi Kompetensi Kerja Jasa Konstruksi, SKA dan SKT ini
kemudian digabungkan dan diberi nama SKK.
Kewajiban Memiliki Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK)
Sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal
70 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi,
menyebutkan bahwa setiap tenaga kerja konstruksi yang bekerja di bidang Jasa
Konstruksi wajib memiliki Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) dan setiap Pengguna
Jasa dan/atau penyedia Jasa wajib mempekerjakan tenaga kerja konstruksi yang
memiliki Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK)
Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) sebagaimana dimaksud
diperoleh melalui uji kompetensi sesuai dengan Sertifikat Kompetensi Kerja
(SKK) kemudian diregistrasi oleh Menteri. Untuk pelaksanaan uji kompetensi
dilakukan oleh lembaga sertifikasi profesi.
Sanksi Tidak Memiliki Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK)
Konsekuensi dari setiap tenaga kerja konstruksi yang
bekerja di bidang Jasa Konstruksi yang tidak memiliki Sertifikat Kompetensi
Kerja (SKK) ada sanksi administratif berupa pemberhentiaan dari tempat kerja.
Sedangkan, setiap Pengguna Jasa dan/atau penyedia Jasa yang mempekerjakan
Tenaga Kerja Konstruksi (TKK) yang tidak memiliki Sertifikat Kompetensi Kerja
(SKK) dikenai sanksi administratif berupa denda administratif dan/atau
penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi. (. (vide Pasal
52 Angka 31 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagaimana
perubahan atas Pasal 99 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi)
Secara spesifik sanksi tersebut diatur dalam
ketentuan Pasal 167 Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi,
yang menyatakan bahwa Menteri, Gubernur, atau Bupati/Wali Kota mengenakan sanksi
peringatan tertulis kepada tenaga kerja analis dan operator yang
bekerja di bidang Jasa Konstruksi yang tidak memiliki Sertifikat Kompetensi
Kerja (SKK). Apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kalender Tenaga Kerja
Analis dan Operator tidak dapat memenuhi ketentuan dikenai sanksi pemberhentian
dari tempat kerja. Sedangkan tenaga kerja ahli yang bekerja di
bidang Jasa Konstruksi yang tidak memiliki Sertifikat Kompetensi Kerja
dikenakan sanksi pemberhentian dari tempat kerja.
Kepada Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa yang
rnempekerjakan Tenaga Kerja Konstruksi (TKK) yang tidak memiliki Sertifikat
Kompetensi Kerja (SKK) dikenakan sanksi denda administrative oleh
Menteri, Gubernur, atau Bupati/Wali Kota. Kemudian, untuk besaran nilai denda
administrative sebagaimana dimaksud:
a.
Pengguna Jasa
dikenakan sebesar 1 (satu) kali upah minimal untuk setiap tenaga kerja
Konstruksi; atau
b.
Penyedia Jasa
dikenakan sebesar 10 (sepuluh) kali lipat dari biaya upah minimal untuk setrap
tenaga kerja Konstruksi.
Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
kalender sejak pengenaan sanksi denda administratil, Pengguna Jasa dan/atau
Penyedia Jasa tidak rnembayar sanksi denda administratif sebagaimana dimaksud
maka dikenakan sanksi penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi.
Kemudian, apabila dalam jangka waktu pengenaan sanksi penghentian sementara
kegiatan layanan Jasa Konstruksi, Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa telah
memenuhi ketentuan memiliki Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) dan membayar
denda yangdimaksud maka sanksi dicabut dan Kembali melanjutkan kegiatan layanan
Jasa Konstruksi.
Pengurusan Perizinan Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK)
Mengingat bahwa sebagaimana ketentuan Pasal
81 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, menyebutkan bahwa:
“Perizinan
Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha pada subsektor jasa konstruksi terdiri
atas:
a.
Sertifikat Badan
Usaha (SBU) konstruksi;
b.
Sertifikat
Kompetensi Kerja (SKK) konstruksi;
c.
Registrasi kantor
perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing (BUJKA);
d.
Lisensi lembaga
sertifikasi Badan Usaha Jasa Konstruksi (BUJK); dan
e.
Lisensi lembaga
sertifikasi profesi jasa konstruksi.”
Untuk selanjutnya dalam Perizinan Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK), lebih lanjut diatur dalam ketentuan Pasal 101 Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, yang menyebutkan bahwa SKK konstruksi dimiliki Tenaga Kerja Konstruksi. SKK konstruksi tersebut diterbitkan melalui uji kompetensi sesuai dengan standar kompetensi kerja. Pelaksanaan uji kompetensi dilaksanakan oleh lembaga sertifikasi profesi bidang konstruksi. Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) Konstruksi sebagaimana dicatat oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum melalui system informasi jasa konstruksi terintegrasi. SKK konstruksi tersebut berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang serta dapat dilakukan perubahan. Kemudian, SKK konstruksi yang akan diperpanjang wajib diajukan sebelum habis masa berlakunya.
Pengajuan sertifikasi Sertifikat Kompetensi Kerja
(SKK) konstruksi dilaksanakan melalui Lembaga
OSS. Pengajuan sertifikasi Sertifikat Kompetensi Kerja
(SKK) konstruksi untuk kualifikasi Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia
(KKNI) jenjang 1 (satu) sampai dengan 4 (empat) dapat
dilakukan melalui asosiasi profesi terakreditasi
atau lembaga Pendidikan pelatihan kerja. Sertifikasi meliputi jenis
layanan:
1.
Permohonan baru;
2.
Perpanjangan;
atau
3.
Perubahan. (vide Pasal
102 Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan
Berusaha Berbasis Risiko)
Tata Cara Pelaksanaan Pelayanan Sertifikasi Kompetensi Kerja Masa Transisi
1.
Sertifikat
Kompetensi Kerja Konstruksi (SKK Konstruksi) yang telah dikeluarkan oleh LPJK
periode 2016-2020 tetap berlaku sampai dengan habis masa berlakunya.
2.
SKK Konstruksi
yang habis masa berlakunya saat mengikuti proses pemilihan penyedia barang/jasa
Tahun Anggaran 2021 sampai dengan Surat Edaran ini ditetapkan dinyatakan masih
berlaku setelah bukti perpanjangan divalidasi oleh LPJK periode 2021-2024.
3.
SKK Konstruksi
yang habis masa berlakunya setelah tanggal Surat Edaran ini ditetapkan
dinyatakan masih berlaku sampai dengan 31 Desember 2021.
4.
Penyelenggaraan
sertifikasi yang telah dilaksanakan sebelum masa transisi akan dilanjutkan
oleh:
a.
Tim Penyelenggara
Sertifikasi Badan Usaha Jasa Konstruksi;
b.
LSP terlisensi
dan teregistrasi atau Tim Penyelenggara Sertifikasi Kompetensi Kerja
Konstruksi.
5.
Pelayanan
permohonan perpanjangan, perubahan data, atau permohonan baru sertifikat badan
usaha dilaksanakan oleh Tim Penyelenggara Sertifikasi Badan Usaha Jasa
Konstruksi.
6.
Pelayanan
permohonan perpanjangan, perubahan data dan pelayanan permohonan baru
Sertifikasi Kompetensi Kerja dilaksanakan oleh LSP terlisensi dan teregistrasi
atau Tim Penyelenggara Sertifikasi Kompetensi Kerja Konstruksi.
7.
Skema dan standar
Sertifikasi Kompetensi Kerja Konstruksi tetap berpedoman pada peraturan
sebelumnya selama tidak bertentangan dengan Surat Edaran ini.
8.
LSP terlisensi
dan teregistrasi menyampaikan hasil proses Sertifikasi Kompetensi Kerja kepada
LPJK untuk dilakukan pencatatan.
9.
Proses
pelaksanaan Registrasi dan Sertifikasi dalam rangka pengajuan permohonan
perpanjangan, perubahan data, dan pelayanan permohonan baru untuk Sertifikat
Kompetensi Kerja tetap dapat dilaksanakan melalui laman https://siki.lpjk.net/.
10.
Seluruh asosiasi
yang memiliki kewenangan Verifikasi dan Validasi Awal tetap melayani permohonan
sertifikasi dalam masa transisi dengan ketentuan verifikasi dan validasi
bersifat final.
11.
SKK Konstruksi
ditandatangani dan diregistrasi oleh Pengurus Lembaga Pengembangan Jasa
Konstruksi (LPJK).
12.
SKK Konstruksi
yang telah dikeluarkan oleh LPJK periode 2016-2020 sejak ditetapkannya pengurus
LPJK periode 2021-2024 (21 Desember 2020), ditetapkan kembali oleh Pengurus
LPJK periode 2021-2024 pada masa transisi.
13.
Pelaksanaan
sertifikasi yang dilaksanakan oleh Tim Penyelenggara Sertifikasi Badan Usaha
Jasa Konstruksi atau
14.
Tim Penyelenggara
Sertifikasi Kompetensi Kerja Konstruksi dibiayai oleh APBN Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
15.
Registrasi LSP
terlisensi dan Sertifikasi Kompetensi Kerja Konstruksi oleh LSP terlisensi dan
teregistrasi pada masa transisi akan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bina
Konstruksi.
Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami
persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau
melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia
yang ada di sini. Terima
Kasih.