Ilustrasi Putri Candrawathi Tersangka Kasus Dugaan Pembunuhan Berencana Brigadir J |
Alasan Putri Candrawathi Tidak Ditahan
Mengutip CNN
Indonesia, Istri Irjen Pol Ferdy Sambo, Putri Candrawathi meminta
kepada penyidik agar tidak ditahan meski telah jadi tersangka atas
kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Kuasa hukum Putri, Arman Hanis mengatakan kliennya
mengajukan permohonan tidak ditahan lantaran kondisi belum stabil serta
mempunyai anak kecil.
“Karena alasan-alasan sesuai Pasal 31 ayat
(1) KUHAP itu kita boleh mengajukan permohonan itu dan kita
mengajukan karena alasan kemanusiaan,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (1/9)
dini hari.
“Ibu Putri masih mempunyai anak kecil dan Ibu Putri
masih dalam kondisi tidak stabil,” imbuhnya.
Putri Candrawathi merupakan 1 (satu) dari 5 (lima)
tersangka kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J tidak ditahan karena 3
alasan, yakni kesehatan, kemanusiaan, dan masih memiliki anak balita.
Timbul pertanyaan, lantas bagaimana dengan aturan
mengenai penahanan tersebut?
Penahanan dan Syarat-Syarat Penahanan
Definisi “Penahanan” disebutkan sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 1 Angka 21 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) menyebutkan:
“Penahanan
adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik,
atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara
yang diatur dalam undang- undang ini.”
Perintah dilakukannya penahanan atau penahanan
lanjutan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan
tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang
menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri,
merusak atau menghilangkan barang bukti, dan/atau mengulangi tindak pidana. Ini
yang kemudian disebut sebagai syarat subjektif penahanan (vide Pasal
21 ayat (1) KUHAP)
Sedangkan, penahanan hanya dapat dikenakan terhadap
tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan/atau percobaan maupun
pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal:
a.
Tindak pidana itu
diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
b.
Tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat (3), Pasal 296, Pasal 335 ayat (1),
Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a,
Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 Kitab
Undang-undang Hukum Pidana, …
Ini yang kemudian disebut sebagai syarat objektif dari penahanan. (vide Pasal 21 ayat (4) KUHAP)
Pada prinsipnya penahanan itu bukan suatu kewajiban
apabila dilihat dari ketentuan Pasal 21 KUHAP di atas,
entah itu menyakut “syarat subjektif” atau pun “syarat objektif” mengingat
bahwa 2 (dua) syarat tersebut tetap merupakan lingkup kewenangan dan penentuan
ditahan atau tidaknya, ada pada kewenangan yang melekat sebagaimana Pasal
1 Angka 21 KUHAP yang sudah kami jelaskan di atas.
Terlebih, terdapat frasa “dapat”, sebagaimana
ketentuan Pasal 21 ayat (4) KUHAP, jadi, bisa saja penyidik
atau penuntut umum atau hakim di sini (khusus untuk tersangka Putri) tidak
melakukan penahanan terhadap Putri Candrawathi dengan berbagai alasan
apapun yang dapat diterima oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim, padahal
patut diketahui bahwa ancaman pidana dalam konteks kasus Putri
Candrawathi ini antara lain:
1.
Pasal 340
KUHP: “Barang siapa dengan
sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam
karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling
lama 20 (dua puluh) tahun;
2.
Pasal 338
KUHP: “Barang siapa dengan
sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.”
Artinya, apabila merujuk pada syarat objektif
penahanan yang mana “dapat” dilakukan penahanan “dengan
ancamannya pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih”, apabila
itu suatu keharusan, harusnya Putri Candrawathi wajib ditahan.
Belum lagi apabila terkait dengan
adanya dugaan obstruction of justice atau
menghalang-halangi proses penyidik dari awal (vide Pasal
221 ayat (1) Butir 1 KUHP), senyatanya sudah memenuhi syarat
subjektif penahanan, yang mana patut diduga ikut terlibat dalam “merusak
atau menghilangkan barang bukti”. Akhirnya, dalam pengambilan kebijakan
atau keputusan apakah akan atau tidak melakukan penahanan penyidik terikat
kepada syarat-syarat subjektif dan objektif tersebut, dan dalam penentuannya
kembali lagi pada kewenangan dari penyidik atau pihak kepolisian.
KUHAP telah mengatur tata cara penahanan mulai
dari proses penyidikan sampai dengan upaya hukum tingkat kasasi. KUHAP juga
telah menentukan berbagai persyaratan pelaksanaan penahanan agar tidak terjadi
penyalahgunaan wewenang dan penahanan maupun kesalahan dalam melaksanakan
penahanan, baik kesalahan dalam prosedur terlebih-lebih kesalahan yang
sifatnya “human error” yang akan menimbulkan kerugian moril
dan materil baik bagi diri pribadi maupun keluarga terdakwa apalagi bila
akhirnya tidak terbukti bersalah atau kesalahannya tidak sepadan dengan
penderitaan yang telah dialaminya.
Penangguhan Penahanan
Dalam status tahanan yang sedang dijalani oleh
tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim diperkenankan
oleh KUHAP untuk melakukan penangguhan penahanan. Sebagaimana dimaksud di
dalam Pasal 31 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa:
“Atas
permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut atau hakim,
sesuai dengan kewenangannya masing-masing, dapat mengadakan penangguhan
penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat
yang ditentukan”
Dari ketentuan di atas jelas bahwa penangguhan itu
dilakukan karena adanya permintaan tersangka atau terdakwa yang disetujui oleh
pejabat yang mengeluarkan kebijakan penahanan (dalam hal ini penyidik polri;
konteks kasus Brigadir J dengan tersangka Putri Candrawathi) dengan syarat yang
ditentukan. Pada tingkat penyidikan maka permohonan diajukan kepada pejabat
penyidik atau atasan penyidik, tingkat penuntutan dimohonkan kepada Jaksa
Penuntut Umum atau atasannya, dan pada tingkat persidangan permohonan ditujukan
kepada hakim yang menyidangkan perkara dimaksud.
Kemudian dalam Penjelasan Pasal 31 KUHAP, menyatakan
bahwa:
“Yang
dimaksud dengan “syarat yang ditentukan” ialah wajib lapor, tidak keluar rumah
atau kota. Masa penangguhan penahanan dari seorang tersangka atau terdakwa
tidak termasuk masa status tahanan.”
Ada 2 (dua) hal yang dapat dimaknai dari ketentuan di
atas yaitu:
1.
Penangguhan
penahanan dilakukan dengan syarat yang ditentukan, maksudnya bahwa penangguhan
penahanan itu dipersyaratkan bagi tersangka atau terdakwa untuk menjalani
“wajib lapor, tidak keluar rumah, dan tidak ke luar kota”;
2.
Penangguhan
penahanan tidak dihitung sebagai masa tahanan, atau bermakna bahwa tersangka
atau terdakwa tidak menjalani masa tahanan, jika nantinya terhadap tersangka
atau terdakwa dijatuhi putusan pemidanaan berbentuk pidana penjara maka tidak
ada pemotongan dengan masa penahanan. Berbeda jika tersangka atau terdakwa
ditahan maka masa penahanan yang dijalani itu dikurangkan dengan masa pidana
penjara yang dijatuhkan kepadanya. (vide Pasal 22 ayat (4)
KUHAP)
Syarat Penangguhan Penahanan
Menurut Yahya Harahap[1] syarat
dari penagguhan penahanan sebagaimana terdapat frasa “berdasarkan
syarat yang ditentukan” pada Pasal 31 ayat (1) KUHAP,
merupakan faktor yang menjadi dasar dalam pemberian penangguhan penahanan.
Tanpa adanya syarat yang ditetapkan lebih dahulu, penangguhan penahanan tidak
boleh diberikan. Contohnya, terkait dengan “wajib lapor” membebankan kepada
tersangka/terdakwa sebagai tahanan untuk melapor kepada pejabat yang
mengabulkan penangguhan penahanan tersebut 3 (tiga) kali dalam seminggu dengan
menandatangani bukti kedatangannya itu. Sementara itu, jaminan penangguhan
penahanan dapat berupa uang yang diserahkan ke Panitera Pengadilan Negeri
setempat ataupun jaminan orang dengan membuat Surat Pernyataan Jaminan Diri dan
Berita Acara.
Lebih lanjut mengenai itu maka terbitlah Peraturan
Pemerintah Nomor 27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP, yang
memberikan jaminan penangguhan tersebut dengan syarat antara lain sebagai
berikut:
1)
Adanya Jaminan
Uang diatur dalam Pasal
35 Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP yang
menyatakan bahwa:
(1)
Uang jaminan
penangguhan penahanan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan
tingkat pemeriksaan, disimpan di kepaniteraan pengadilan negeri;
(2)
Apabila tersangka
atau terdakwa melarikan diri dan setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan tidak
diketemukan, uang jaminan tersebut menjadi milik negara dan disetor ke Kas
Negara.
2)
Adanya Jaminan
Orang diatur diatur dalam Pasal
36 Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP yang
menyatakan bahwa:
(1)
Dalam hal jaminan
itu adalah orang, dan tersangka atau terdakwa melarikan diri maka setelah lewat
waktu 3 (tiga) bulan tidak diketemukan, penjamin diwajibkan membayar uang yang
jumlahnya telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan;
(2)
Uang yang
dimaksud dalam ayat (1) harus disetor ke Kas Negara melalui panitera pengadilan
negeri;
(3)
Apabila penjamin
tidak dapat membayar sejumlah uang yang dimaksud ayat (1) jurusita menyita
barang miliknya untuk dijual lelang dan hasilnya disetor ke Kas Negara melalui
panitera pengadilan negeri.
Kenapa adanya Jaminan Uang? Itu dimaksudkan sebagai
langkah antisipatif agar tersangka atau terdakwa tetap mengikuti proses hukum
yang sedang dijalani, tidak mempersulit dan tidak memperlambat, contohnya agar
tidak melarikan diri. Konsekuensi bagi tersangka atau terdakwa yang melarikan
diri, selama lewat dari 3 (tiga) bulan dicari-cari tidak diketemukan atau dapat
dimaknai tidak mengikuti proses hukum dengan penuh kepatuhan maka uang jaminan
tersebut menjadi milik negara dan disetorkan ke kas negara.
Apakah Penangguhan Penahanan sama Dengan Penahanan Rumah atau Penahanan Kota?
Begini, ketentuan mengenai jenis penahanan memang
dibagi menjadi 3 (tiga) yang berupa:
1)
Penahanan rumah
tahanan negara;
2)
Penahanan rumah;
3)
Penahanan kota. (vide Pasal
22 KUHAP)
Untuk penahanan rumah dilaksanakan di rumah tempat
tinggal atau rumah kediaman tersangka atau terdakwa dengan mengadakan
pengawasan terhadapnya untuk menghindarkan segala sesuatu yang dapat
menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang
pengadilan. Sedangkan, Penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau
tempat kediaman tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau
terdakwa melapor diri pada waktu yang ditentukan. (vide Pasal
22 ayat (2) dan (3) KUHAP)
Untuk penahanan kota pengurangan tersebut 1/5
(seperlima) dari jumlah lamanya waktu penahanan sedangkan untuk penahanan rumah
1/3 (sepertiga) dari jumlah lamanya waktu penahanan. (vide Pasal
22 ayat (5) KUHAP)
Sebagaimana Pasal 23 KUHAP,
menyebutkan bahwa:
(1)
Penyidik atau
penuntut umum atau hakim berwenang untuk mengalihkan jenis penahanan yang satu
kepada jenis penahanan yang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.
(2)
Pengalihan jenis
penahanan dinyatakan secara tersendiri dengan surat perintah dari penyidik atau
penuntut umum atau penetapan hakim yang tembusannya diberikan kepada tersangka
atau terdakwa serta keluarganya dan kepada instansi yang berkepentingan.
Pejabat yang berwenang mengalihkan jenis penahanan
tersebut terdiri dari penyidik atau penuntut umum atau penetapan hakim.
Pengalihan penahanan itu dinyatakan melalui surat perintah dari penyidik atau
penuntut umum atau penetapan hakim yang tembusannya diberikan kepada
tersangka/terdakwa serta keluarganya dan kepada instansi yang berkepentingan.
Artinya, pengalihan penahanan ini berbeda dengan
penangguhan penahanan, sehingga ketentuan pengurangan masa tahanan yang
dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) dan ayat (5) KUHAP, tidak
berlaku bagi Putri Candrawathi, sehingga apabila nanti ia menjalani pidana
penjara (misalnya hakim menjatuhkan pidana penjara), masa penangkapan dan/atau
penahanan tidak dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Yap, ia
akan menjalani hukum secara penuh berdasarkan ancaman pidana yang diputuskan
oleh hakim.
Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami
persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau
melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia
yang ada di sini. Terima
Kasih.
[1] Yahya Harahap, “Pembahasan
Permasalahan dan Penerapan KUHAP; Penyidikan dan Penuntutan”, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2021), 215.