layananhukum

Pengantar Hukum Jaminan

Ilustrasi Hukum Jaminan

Pengantar
Istilah dan Pengertian Jaminan

Istilah Jaminan berasal dari bahasa Belanda yaitu zekerheid atau cautie, yang secara umum dapat diartikan sebagai cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, di samping pertanggungan jawab umum debitur terhadap barang-barangnya. Pada dasarnya seluruh harta benda atau harta kekayaan seseorang (yang berhutang) merupakan jaminan dari pelunasan hutang-hutang orang tersebut. Sebagaimana ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) yang menyatakan bahwa:

“Segala kebendaan si berhutang baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangannya.”[1]

Pengertian Jaminan menurut Pasal 1131 KUHPerdata di atas tersebut bersifat umum, karena semua harta benda milik debitur menjadi jaminan bersama-sama bagi semua krediturnya. Kemudian, dari hal tersebut juga maka berdasarkan bentuknya lahirnya Jaminan yang Bersifat Umum (Jaminan Umum) dan Jaminan yang Bersifat Khusus.

Jaminan Umum

Jaminan Umum timbul oleh karena undang-undang (secara otomatis) tanpa adanya perjanjian yang diadakan oleh para pihak terlebih dahulu. Apabila debitur tidak dapat melunasi hutangnya maka setiap bagian kekayaan debitur dapat dijual guna pelunasan tagihan (utang) kreditur dan di sini para kreditur mempunyai kedudukan yang sama dan tidak ada kreditur yang diistimewakan atau didahulukan dalam pemenuhan piutangnya tersebut.  Kreditur demikian disebut Kreditur Konkuren.

Para Kreditur konkuren semuanya secara bersama-sama memperoleh Jaminan Umum yang diberikan oleh undang-undang. Apabila debitur wanprestasi, maka semua harta benda milik debitur dijual melalui lelang kemudian dibagi di antara para kreditur seimbang dengan jumlah piutang masing-masing kreditur (secara pondspondsgewijs).[2]

Dari uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Jaminan Umum mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a.       Para kreditur mempunyai kedudukan yang sama atau seimbang, artinya tidak ada yang didahulukan dalam pemenuhan piutangnya dan disebut sebagai kreditur yang konkuren.

b.      Ditinjau dari sudut haknya, para kreditur konkuren mempunyai hak yang bersifat perorangan, yaitu hak yang hanya dapat dipertahankan terhadap orang tertentu.

c.       Jaminan umum timbul karena undang-undang (secara otomatis), artinya antara para pihak tidak diperjanjikan terlebih dahulu. Dengan demikian para kreditur konkuren secara bersama-sama memperoleh jaminan umum berdasarkan undang-undang.

Kemudian sebagaimana ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata, menyatakan bahwa:

“Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang menghutangkan padanya. Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.”

Kedudukan krediutr terhadap harta debitur dapat diperhatikan dari ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata tersebut di atas. Bahwa Kemudia diberikan kesempatan bagi para pihak (debitur dan kreditur) untuk membuat perjanjian sebagaimana perjanjian yang sah (yang terlebih dahulu dilakukan), sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-Undang.

Dengan kata lain, ada kreditur yang diberikan kedudukan yang lebih didahulukan atau distimewakan dalam pelunasan hutangnya dibanding kreditur-kreditur lainnya.

Sebagai contoh, sebagaimana dalam ketentuan Pasal 189 ayat (4) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang menyatakan bahwa:

“Pembayaran kepada Kreditor:

a.   Yang mempunyai hak yang diistimewakan, termasuk di dalamnya yang hak istimewanya dibantah; dan

b.   Pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, sejauh mereka tidak dibayar menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, dapat dilakukan dari hasil penjualan benda terhadap mana mereka mempunyai hak istimewa atau yang diagunkan kepada mereka.”

Ketentuan di atas menegaskan bahwa pembayaran pada kreditor preferen dilakukan dari hasil penjualan barang dimana terdapat hak istimewa untuk didahulukan sebagai piutang privilege khusus atau piutang privelege umum.[3]

Berdasarkan ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata dapat disimpulkan bahwa kedudukan pihak pemberi pinjaman dapat dibedakan atas 2 (dua) golongan yaitu:

1)       Yang mempunyai kedudukan berimbang sesuai dengan piutang masing-masing; dan

2)      Yang mempunyai kedudukan didahulukan dari kreditur yang lain berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan.

Pihak pemberi pinjaman yang mempunyai kedudukan didahulukan lazim disebut sebagai Kreditur Preferen.

Jaminan Khusus

Jaminan Khusus timbul karena adanya perjanjian yang khusus diadakan antara kreditur dan debitur. Hak jaminan yang bersifat khusus dapat dibedakan atas:

1.        Jaminan Perseorangan (persoonlijke zekerheid), yaitu jaminan yang menimbulkan hak-hak perseorangan sehingga hubungan hukum berdasarkan perjanjian bersifat khusus antara kreditor dan orang yang menjamin pelunasan utang debitur (penjamin). Misalnya, Tuan A meminjam sejumlah uang ke Bank M sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) ke bank dan Tuan B bertindak sebagai penjaminnya (debitur), artinya apabila Tuan A tidak mampu membayar, maka Tuan B yang akan melunasi semua utang dari Tuan A. Menurut Irma Devita[4], ada beberapa hal yang timbul sebagai jaminan antara lain:

a.       Jaminan Perseorangan/borgtocht/personal guarantee (dalam hal penjaminnya adalah perseorangan;

b.       Jaminan Perusahaan/company guarantee (dalam hal penjaminnya adalah Perusahaan;

c.       Bank Garansi (dalam hal penjaminnya adalah bank).

2.       Hak jaminan yang bersifat kebendaan (zakelijke zekerheidsrechten), yaitu jaminan yang memberikan kepada kreditur atas suatu kebendaan milik debitur hak untuk memanfaatkan benda tersebut jika debitur melakukan wanprestasi. Benda milik debitur yang dijaminkan dapat berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak (tetap), benda bergerak tetapi ukuran bersihnya melebih 20 m3, benda yang didirikan di atas alas hak orang lain. Adapun jaminan kebendaan adalah Gadai (pand), hipotek, Hak Tanggungan, Jaminan Fidusia, dan Resi Gudang.

3.      Jaminan kebendaan memberikan hak mendahulu di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda-benda yang bersangkutan. Adapun jaminan perorangan tidak memberikan hak mendahulu atas benda-benda tertentu, tetapi hanyalah dijamin oleh harta kekayaan seseorang lewat orang yang menjamin pemenuhan perikatan yang bersangkutan.

Bentuk-Bentuk Jaminan Kebendaan

Adapun bentuk-bentuk Jaminan Kebendaan ialah sebagai berikut:

Gadai

Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu benda bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut didahulukan daripada orang-orang yang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana yang harus didahulukan. (vide Pasal 1150 KUHPerdata)

Objek dari gadai berupa benda bergerak yang terdiri dari benda berwujud (seperti perhiasan) dan benda yang tidak berwujud (berupa hak untuk mendapatkan pembayaran uang misalnya surat-surat piutang). Dalam hal ini, pihak yang menerima gadai dapat mengusai benda yang menjadi objek gadai.

Eksekusi terhadap gadai dapat dilakukan berdasarkan dua alternatif sesuai ketentuan Pasal 1155 KUHPerdata dan Pasal 1156 KUHPerdata. Yaitu intinya: dapat dilakukan eksekusi langsung atau harus meminta putusan pengadilan terlebih dulu.

Fidusia

Fidusia diatur dalam Undang-Undang Nomor 42Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Pengertian fidusia dapat ditemukan dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yaitu: Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

Objek fidusia yaitu benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

Apabila debitor (pemberi fidusia) cidera janji, maka terhadap benda yang menjadi jaminan dapat dilakukan cara:

1.        Pelaksanaan titel eksekutorial yaitu hak penerima fidusia untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri;

2.       Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;

3.      Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima Fidusia. (vide Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia)

Cara ini dapat dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan penerima fidusia kepada pihak-pibak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam dua surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan. (vide Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia)

Hipotek

Sebagaimana yang diatu dalam ketentuan Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 KUHPerdata serta Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Hipotek adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan. Dalam hipotek yang menjadi objek adalah kapal dengan isi 20 m3 (meter kubik).

Eksekusi terhadap hipotek dapat melihat pada ketentuan Pasal 1178 KUHPerdata, menyebutkan bahwa dalam hal debitur wanprestasi, maka kreditur selaku pemegang hipotek atas kapal berhak untuk melakukan penjualan secara lelang di muka umum atas kapal-kapal yang sudah dibebani dengan hipotek yang mana hasil penjualan kapal tersebut digunakan sebagai pelunasan kewajiban debitur kepada kreditur.

Hak Tanggungan

Sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yaitu hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. (vide Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 4Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan) Pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.

Resi Gudang

Resi Gudang sebagai alas hak (document of title) atas barang dapat dipergunakan sebagai agunan karena Resi Gudang tersebut dijamin dengan komoditas tertentu yang berada dalam pengawasan Pengelola Gudang.

Pengaturan mengenai pembebanan Hak Jaminan meliputi tata cara pemberitahuan perjanjian pengikatan Resi Gudang sebagai Hak Jaminan dan tata cara pencatatan pembebanan Hak Jaminan dalam Buku Daftar Pembebanan Hak Jaminan, penghapusan Hak Jaminan serta penjualan objek Hak Jaminan.

Proses Penjaminan Resi Gudang sebagai jaminan kredit diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang dan dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor:09/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2008 tentang Pedoman Teknis Penjaminan Resi Gudang.

Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia yang ada di sini. Terima Kasih.


[1] R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek)”, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2004 (lihat ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata)

[2] Arti pondspondsgewijs ialah menurut keseimbangan, menurut perbandingan. Pendapatan penjualan harta benda orang yang berutang dalam kepailitan, dibagi-bagi menurut keseimbangan yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing kreditur, kecuali jika di antara para kreditur itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan (voorrang).

[3] Elyta Ras Ginting, “Buku 3: Hukum Kepailitan Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit” (Jakarta: Sinar Grafika, 2019), 385.

[4] Irma Devita Purnamasari, “Hukum Jaminan Perbankan”, (Bandung: Penerbit Kaifa PT Mizan Pustaka, 2011), 4.

Formulir Isian