Ilustrasi Kreditur Melakukan Penagihan pada Debitur |
Pertanyaan
Apa perbedaan antara Kreditur Konkuren, Kreditur
Preferen, dan Kreditur Separatis? Terima kasih.
Jawaban
Sebagaiaman dalam ketentuan Pasal 1 Angka 2
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, menyebutkan bahwa:
“Kreditor
adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang
dapat ditagih di muka pengadilan.”
Kemudian, dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, menyebutkan bahwa:
“Yang
dimaksud dengan “Kreditor” dalam ayat ini adalah baik kreditor konkuren,
kreditor separatis maupun kreditor preferen. Khusus mengenai kreditor separatis
dan kreditor preferen, mereka dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit
tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta
Debitor dan haknya untuk didahulukan.”
Sedangkan debitur adalah orang yang mempunyai utang
karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka
pengadilan. (vide Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang)
Adapun untuk Kreditor di sini dapat berupa perorangan maupun badan hukum, yang terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok, sebagaimana pertanyaan Anda, antara lain:
Kreditor Preferen adalah Kreditor yang memiliki hak istimewa untuk didahulukan
sebagai penerima pembayaran dari harta Debitur. Hak istimewa ini diperoleh
Kreditor berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Beberapa contoh
dasar hukum dari hak istimewa antara lain:
1.
Kreditor
Preferen Khusus, sebagaimana Pasal
1139 KUHPerdata, antara lain terdiri dari:
a.
Kreditor dengan
tagihan berupa biaya perkara yang semata-mata timbul dari penjualan barang
bergerak atau barang tak bergerak sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan
mengenai pemilikan atau penguasaan. Biaya ini dibayar dengan hasil penjualan
barang tersebut, lebih dahulu daripada segala utang lain yang mempunyai hak
didahulukan, bahkan lebih dahulu daripada gadai hipotek;
b.
Kreditor dengan
tagihan berupa uang sewa barang tetap, biaya perbaikan yang menjadi kewajiban
penyewa serta segala sesuatu yang berhubungan dengan pemenuhan perjanjian sewa
penyewa itu;
c.
Kreditor dengan
tagihan berupa harga pembelian barang bergerak yang belum dibayar;
d.
Kreditor dengan
tagihan berupa biaya untuk menyelamatkan suatu barang;
e.
Kreditor dengan
tagihan berupa biaya pengerjaan suatu barang yang masih harus dibayar kepada
pekerjanya;
f.
Kreditor dengan
tagihan berupa apa yang diserahkan kepada seorang tamu rumah penginapan oleh
pengusaha rumah penginapan sebagai pengusaha rumah penginapan;
g.
Kreditor dengan
tagihan berupa upah pengangkutan dan biaya tambahan lain;
h.
Kreditor dengan
tagihan berupa apa yang masih harus dibayar kepada seorang tukang batu, tukang
kayu dan tukang lain karena pembangunan, penambahan dan perbaikan barang-barang
tak bergerak, asalkan piutang itu tidak lebih lama dari tiga tahun, dan hak milik
atas persil yang bersangkutan masih tetap ada pada si Debitur;
i.
Kreditor dengan
tagihan berupa penggantian dan pembayaran yang dipikul oleh pegawai yang
memangku jabatan umum karena kelalaian, kesalahan, pelanggaran dan kejahatan
yang dilakukan dalam melaksanakan tugasnya.
2.
Kreditor
Preferen Umum, sebagaimana Pasal
1149 KUHPerdata, antara lain:
a.
Kreditor dengan
piutang berupa biaya perkara yang semata-mata timbul dari penjualan barang
sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan,
dan penyelamatan harta benda; ini didahulukan daripada gadai dan hipotek;
b.
Kreditor dengan
piutang berupa biaya penguburan, tanpa mengurangi wewenang hakim untuk
menguranginya, bila biaya itu berlebihan;
c.
Kreditor dengan
piutang berupa segala biaya pengobatan terakhir;
d.
Penyerahan
bahan-bahan makanan, yang dilakukan kepada Debitur dan keluarganya selama enam
bulan terakhir;
e.
Piutang para
pengusaha sekolah berasrama untuk tahun terakhir.
3.
Pekerja atau
Buruh, sebagaimana ketentuan Pasal
95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo. Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013 tanggal 11 September
2014, yang menyatakan bahwa tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang
tidak dimaknai “pembayaran upah pekerja/buruh yang terhutang didahulukan atas
semua jenis kreditur termasuk atas tagihan kreditur separatis, tagihan hak
negara, kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk Pemerintah, sedangkan
pembayaran hak-hak pekerja/buruh lainnya didahulukan atas semua tagihan
termasuk tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk
Pemerintah, kecuali tagihan dari kreditur separatis”;
4.
Negara, atas
piutang berupa tagihan pajak,
sebagaimana Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Kreditor Separatis adalah Kreditor yang memiliki hak mendahulu berdasarkan hak agunan
atas benda tertenta milik Debitur. Hak mendahulu dari Kreditor Separatis
dilahirkan dari perjanjian, yang kemudian didaftarkan kepada instansi berwenang
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Sejumlah dasar hukum hak
mendahulu dari Kreditor Separatis antara lain:
1.
Hak Tanggungan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan
dengan Tanah;
2.
Hak Jaminan
Fidusia, berdasarkan Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia;
3.
Hak Gadai, berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian;
4.
Hak Hipotek
atas Kapal, berdasarkan pada Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
5.
Hak Jaminan
atas Resi Gudang, berdasarkan
pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang,
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2011
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi
Gudang.
Kreditor Konkuren, yaitu Kreditor selain Kreditor Preferen dan Kreditor Separatis.
Kreditor Konkuren termasuk dalam Kreditor yang tidak dijamin. Kreditor yang
tidak dijamin adalah Kreditor paritas creditorium atau gelijkheid
onder schuldeisers, di mana mereka tidak mempunyai prioritas dan
karenanya baru akan dibayar jika masih ada sisa harta pailit, setelah semua
Kreditor lainnya telah menerima pembayaran.[1]
Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami
persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau
melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia
yang ada di sini. Terima
Kasih.
[1] Andika Wijaya
dan Wida Peace Ananta, “Hukum Acara Pengadilan Niaga: Practical Guide to The
Commercial Court”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2018), 31-32.