layananhukum

Langkah Hukum Ketika Perusahaan Menolak Memberikan Surat Parklaring

Ilustrasi Perusahaan Mengeluarkan Surat Parklaring
 

Pertanyaan

Izin bertanya, apakah Surat Parklaring baru bisa didapatkan ketika saya mengundurkan diri terlebih dahulu? Perusahaan tempat saya bekerja baru akan memberikan Parklaring, ketika karyawannya mengundurkan diri. Dari segi hukumnya apakah memang demikian, dan apa langkah hukum yang harus saya lakukan? Terima kasih.

Jawaban

    Pengantar

    Sebelum masuk ke topik pembahasan perlu rasanya kami jelaskan, sebagai berikut:

    1.        Bahwa Surat Parklaring memang baru bisa Anda dapatkan ketika hubungan kerja berakhir, sepanjang Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, dan Perjanjian Kerja Bersama tidak mengatur lain, seperti dapat mengeluarkan Surat Parklaring tanpa harus Hubungan Kerja berakhir terlebih dahulu;

    2.       Bahwa Surat Parklaring wajib diberikan kepada Anda ketika terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan Alasan apapun, termasuk ketika hubungan kerja Anda berakhir dengan alasan Anda mengundurkan diri atas kemauan sendiri;

    3.      Bahwa Surat Parklaring tetap harus (wajib) diberikan kepada Anda ketika terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan alasan pengusaha lah yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap Anda, entah karena Anda melakukan pelanggaran, atau apapun bentuk, perusahaan tetap wajib memberikan Surat Parklaring tersebut kepada Anda.

    Penjelasan

    Bahwa Paklaring berasal dari bahasa Belanda “verklaring” yang berarti “pernyataan”. Dalam praktiknya Surat Paklaring adalah Surat Pernyataan yang dibuat oleh Human Resource Development (HRD) Perusahaan yang kemudian ditandatangani oleh Manajer atau Pimpinan Perusahaan yang menerangkan bahwa pekerja pernah bekerja pada perusahaan yang bersangkutan dengan jabatan tertentu dengan jangka waktu tertentu. Kemudian, Surat Paklaring ini juga disebut Surat Pengalaman Kerja.

    Tidak ada format baku dalam pembuatan dokumen ini, dan setiap perusahaan dapat menggunakan format atau template-nya sendiri.  Surat ini dibutuhkan bagi setiap pekerja karena fungsinya ada banyak.

    Perlu kami tegaskan juga bahwa Surat Pengalaman Kerja ini merupakan hak yang wajib diberikan oleh Perusahaan kepada Pekerja, sebagaimana ketentuan Pasal 1602 Huruf Z KUHPerdata, yang menyatakan bahwa:

    Si majikan diwajibkan pada waktu berakhirnya perhubungan kerja, atas permintaan si buruh, memberikan kepadanya sepucuk surat pernyataan yang ditandatangani olehnya.

    Surat pernyataan itu memuat suatu keterangan yang sesungguhnya tentang sifat pekerjaan yang telah dilakukan serta lamanya hubungan kerja, begitu pula, tetapi hanya atas permintaan khusus dari orang kepada siapa surat pernyataan itu harus diberikan, tentang cara bagaimana si buruh telah menunaikan kewajiban-kewajibannya dan cara bagaimana hubungan kerja berakhir; jika namun si majikan telah mengakhiri hubungan kerja dengan tidak memajukan suatu alasan maka ia hanya diwajibkan menyebutkan apa alasan-alasan itu; jika si buruh telah mengakhiri hubungan kerja secara berlawanan dengan hukum, maka si majikan adalah berhak untuk menyebutkan hal itu di dalam surat pernyataannya.

    Si majikan yang menolak memberikan surat pernyataan yang diminta, atau dengan sengaja menuliskan keterangan-keterangan yang tidak benar, atau pula memberikan suatu tanda pada surat pernyataannya yang dimaksudkan untuk memberikan sesuatu keterangan tentang si buruh yang tidak termuat dalam surat pernyataannya sendiri, atau lagi memberikan keterangan-keterangan kepada orang-orang pihak ketiga yang bertentangan dengan surat pernyataannya, adalah bertanggung jawab baik terhadap si buruh maupun terhadap orang-orang pihak ketiga tentang kerugian yang diterbitkan karenanya.

    Tiap janji yang kiranya akan mengakibatkan, bahwa kewajiban-kewajiban si majikan ini dikecualikan atau di atas, adalah batal.”

    Berdasarkan ketentuan di atas bahwa Surat Paklaring memuat beberapa unsur pokok sebagai berikut ini:

    1.        Jenis pekerjaan atau jabatan pekerja yang bersangkutan;

    2.       Lamanya waktu bekerja atau jangka waktu hubungan;

    3.      Penilaian kerja Perusahaan terhadap pekerja; dan

    4.       Alasan pekerja berhenti bekerja atau alasan hubungan kerja putus/berakhir (apakah karena Pemutusan Hubungan Kerja secara umum atau Pekerja Mengundurkan Diri, dan lain sebagainya?)

    Apakah Saya Harus Mengundurkan Diri Terlebih Dahulu Baru Mendapatkan Surat Paklaring?

    Begini, sebagaimana ketentuan Pasal 81 Angka 42 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagaimana adanya penambahan Pasal 154A Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo. Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, yang menyatakan bahwa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dapat terjadi karena alasan:

    a.       Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja atau pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh;

    b.      Perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan penutupan perusahaan atau tidak diikuti dengan penutupan perusahaan yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian;

    c.       Perusahaan tutup yang disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun;

    d.      Perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeur);

    e.       Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang;

    f.        Perusahaan pailit;

    g.      Adanya permohonan pemutusan hubungan kerja yang diajukan oleh pekerja/buruh dengan alasan pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut:

    1.        Menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/ buruh;

    2.       Membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang undangan;

    3.       Tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih, meskipun pengusaha membayar upah secara tepat waktu sesudah itu;

    4.       Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/ buruh;

    5.       Memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; atau

    6.       Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja;

    h.      Adanya putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang menyatakan pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada huruf g terhadap permohonan yang diajukan oleh pekerja/buruh dan pengusaha memutuskan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja;

    i.        Pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan harus memenuhi syarat:

    1.        Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;

    2.       Tidak terikat dalam ikatan dinas; dan

    3.       Tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri;

    j.        Pekerja/buruh mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis;

    k.       Pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja Bersama dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;

    l.        Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana;

    m.     Pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan;

    n.      Pekerja/buruh memasuki usia pensiun; atau pekerja/buruh meninggal dunia.

    Sebagaimana ketentuan di atas bahwa mengundurkan diri merupakan satu di antara alasan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau berakhirnya hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha (perusahaan) yang mana itu atas kemauan Anda sendiri. Artinya, apabila memang Anda hendak mencari pekerjaan baru atau alasan lainnya, tentu saja Anda harus terlebih dahulu melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan alasan mengundurkan diri atas kemauan sendiri, dan mengenai hal tersebut Anda dapat membaca tulisan kami yang berjudul “Berapa Lama Pemberitahuan yang Saya Berikan Sesaat Sebelum Mengundurkan Diri?” yang dapat memberikan gambaran mengenai apa yang dimaksud dengan “pengunduran diri” tersebut.

    Bagaimana jika Perusahaan Tetap Menolak Memberikan Surat Paklaring Tersebut?

    Menurut kami itu sudah masuk dalam Perselisihan Hubungan Industrial, sebagaimana ketentuan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, yang menerangkan bahwa:

    “Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.”

    Perselisihan Hubungan Industrial yang timbul karena adalahnya Perselisihan mengenai hak, yaitu Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.[1]

    Walaupun coraknya di sini, dalam praktiknya bisa saja dimasukan dalam Gugatan Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri, akan tetapi fokus gugatan bukan merupakan hak yang tidak diterima (misalnya Surat Paklaring tidak dikeluarkan yang merupakan pelanggaran hak normative dan lain sebagainya), fokus gugatannya lebih kepada fakta telah terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada pekerja, dan perusahaan wajib membayarkan pesangon, penghargaan masa kerja, perggantian hak, juga meminta Surat Paklaring tersebut yang merupakan bagian tidak terpisah dengan adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

    Catatan: dinamika peradilan itu bermacam ragam, yang jelas, kami hanya memberikan gambaran.

    Apabila perihal Anda memang hanya fokus ke soal dikeluarkannya Surat Paklaring tersebut tanpa mempermasalahkan lagi hak akibat dari adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) seperti pesangon dan lain sebagainya, maka klasifikasinya adalah perselisihan hak.

    Konkritnya, bagi Anda untuk memperoleh Surat Paklaring tersebut dengan cara sebagai berikut:

    1.        Membicarakan hal tersebut kepada pihak perusahaan secara baik-baik dengan melakukan permintaan klarifikasi, apabila pihak perusahaan tetap tidak mau memberikan Surat Paklaring tersebut atau tidak merespon, Anda dapat mengupayakan Perundingan Bipartit dengan pihak perusahaan. Mengingat sebagaimana ketentuan Pasal 2 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor PER.31/MEN/XII/2008 tentang Pedoman Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Perundingan Bipartit, menjelaskan bahwa:

    “Setiap terjadi perselisihan hubungan industrial wajib dilakukan perundingan penyelesaian perselisihan secara bipartit sebelum diselesaikan melalui mediasi atau konsiliasi maupun arbitrase.”

    2.       Apabila perundingan mengalami kegagalan maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat pekerja/buruh bekerja dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan. (vide Pasal 4 ayat (1) huruf c Angka 2 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor PER.31/MEN/XII/2008 tentang Pedoman Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Perundingan Bipartit)

    3.      Menyelesaikan melalui mediasi. Setelah dilakuannya bipartit tersebut kemudian diselesaikan melalui mediasi terlebih dahulu sebelum diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Jika upaya mediasi tidak mencapai kesepakatan, salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.[2]

    Penyelesaian perselisihan melalui mediasi dilakukan oleh Mediator Hubungan Industrial (“mediator”) yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota. Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan mediator harus sudah mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan segera mengadakan sidang mediasi.[3]

    Perlu diketahui bahwa penyelesaian melalui mediasi sebagaimana telah kami jabarkan di atas harus sudah selesai dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya pelimpahan penyelesaian perselisihan. Mediator yang tidak dapat menyelesaikan Perselisihan Hubungan Industrial dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja tanpa alasan yang sah, dapat dikenakan sanksi administratif berupa hukuman disiplin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi pegawai negeri sipil.[4]

    4.       Setelah dilakukan mediasi dengan sudah adanya Anjuran Tertulis dari Mediator akan tetapi perusahaan tetap menolak tidak memberikan Surat Paklaring tersebut, maka dapat mengajukan Gugatan Perselisihan Hubungan Industial ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri.

    Sebagai contoh, kami mengumpulkan beberapa putusan pengadilan mengenai pemenuhan kewajiban perusahaan dalam memberikan Surat Paklaring tersebut sebagai berikut:

    Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 324/Pdt.Sus-PHI/2021/PN.Jkt.Pst, yang dalam pertimbangan hukum Yang Mulia Majelis Hakim menyatakan bahwa menimbang, bahwa terkait dengan Tuntutan agar Tergugat membuatkan Surat Pengalaman kerja/ Parklaring dan memberikannya kepada Penggugat, Majelis hakim berpendapat tuntutan tersebut sangat wajar dan beralasan hukum dikabulkan sebagaimana ketentuan Pasal 1602 huruf Z KUHPerdata, mengingat Penggugat pernah bekerja dan memberikan kontribusi kepada Tergugat oleh karena Surat Keterangan kerja juga dibutuhkan untuk keperluan pencairan BPJS Ketenagakerjaan dan untuk melamar pekerjaan baru pada hari-hari yang akan datang maka petitum Penggugat angka (6) beralasan hukum untuk dikabulkan.

    Walau pun gugatan di atas merupakan Gugatan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Hakim tetap mempertimbangkan bahwa perusahaan wajib memberikan Surat Paklaring mengingat perusahaan menolak untuk memberikan. Kemudian, hal serupa pun menjadi pertimbangan hakim sebagaimana dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 51 K/Pdt.Sus-PHI/2018, yang dalam amar putusannya menyatakan:

    MENGADILI

    Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT BIRU FAST FOOD NUSANTARA, tersebut.

    Memperbaiki amar putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 138/Pdt.Sus-PHI/2017/PN.Jkt.Pst. tanggal 28 September 2017, sehingga amarnya sebagai berikut:

    Dalam Provisi:

    Menolak tuntutan Provisi Penggugat;

    Dalam Pokok Perkara:

    1.        Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;

    2.       Menyatakan putus hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat terhitung sejak putusan diucapkan;

    3.      Menghukum Tergugat untuk membayar uang pesangon dan uang penggantian hak pada Penggugat dengan total sebesar Rp24.241.253,- (dua puluh empat juta dua ratus empat puluh satu ribu dua ratus lima puluh tiga rupiah);

    4.       Menghukum Tergugat untuk menerbitkan surat pengalaman kerja (parklaring) kepada Penggugat;

    5.       Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya;

    6.      Membebankan biaya perkara kepada Negara.

    Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia yang ada di sini. Terima Kasih.


    [1] vide Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial

    [2] vide Pasal 1 Angka 6 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

    [3] vide Pasal 8 dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial jo. Pasal 13 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 17 Tahun 2014 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Mediator Hubungan Industrial Serta Tata Kerja Mediasi

    [4] vide Pasal 15 ayat (1) dan Pasal 22 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 17 Tahun 2014 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Mediator Hubungan Industrial Serta Tata Kerja Mediasi

    Formulir Isian