Ilustrasi Gadai Saham |
Pertanyaan
Kak, boleh bahas soal Gadai saham dong? Terima Kasih.
Jawaban
Pengertian Saham
Sebelum kita akan membicarakan “gadai saham”, perlu
kiranya terlebih dahulu memahami apa itu “saham”? Penyebutan istilah saham
banyak ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas (“UUPT”) dan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Namun, dalam kedua peraturan
perundang-undangan tersebut tidak menjelaskan definisi saham.
Menurut Rusdin[1],
Saham adalah sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu perusahaan,
dan pemegang saham memiliki hak klaim atas keuntungan dan aktiva perusahaan.
Lebih lanjut, saham adalah surat berharga yang menunjukkan bagian dari
kepemilikan perusahaan, jika para investor berinvestasi dengan membeli saham
berarti investor tersebut membeli sebagian kepemilikan atas perusahaan
tersebut, dan investor tersebut berhak atas keuntungan yang diperoleh
perusahaan dalam bentuk dividen.
Sebagaimana ketentuan Pasal 52 ayat (1) dan
ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
menyebutkan bahwa saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk menghadiri dan
mengeluarkan suara dalam RUPS, menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan
hasil likuidasi, menjalankan hak lainnya berdasarkan Undang-Undang. Kemudian,
ketentuan tersebut berlaku setelah saham dicatat dalam daftar pemegang saham
atas nama pemiliknya.
Jadi, UUPT hanya mengenal saham atas nama pemiliknya
dan tidak boleh mengeluarkan saham atas tunjuk, sebagaimana ketentuan Pasal
48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
beserta Penjelesannya. Disebutkan juga perbuatan hukum yang
berkaitan dengan kepemilikan saham dan penyetorannya yang dilakukan oleh calon
pendiri sebelum Perseroan didirikan, harus dicantumkan dalam akta pendirian,
“perbuatan hukum” yang dimaksud, antara lain perbuatan hukum yang dilakukan
oleh calon pendiri dengan pihak lain yang akan diperhitungkan dengan
kepemilikan dan penyetoran saham calon pendiri dalam Perseroan. (vide Pasal
12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
beserta Penjelesannya)
Oleh karena itu, logis bahwa dalam Pasal 50
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, bahwa
perseroan diwajibkan menyelenggarakan dan menyimpan Daftar Pemegang Saham
(selanjutnya disebut “DPS”) dan Daftar Khusus.
Klasifikasi Saham
Walau pun menurut Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas hanya ada saham atas
nama, Pasal 53 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, menyatakan bahwa Anggaran dasar menetapkan 1 (satu)
klasifikasi saham atau lebih, dan jika ada lebih dari satu klasifikasi saham,
salah satu di antaranya harus ditetapkan sebagai saham biasa.
Saham biasa adalah saham yang memberi hak kepada
pemegangnya untuk mengeluarkan suara dan ikut serta mengambil keputusan dalam
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mengenai segala hal yang berkaitan dengan
pengurusan Perseroan, dan berhak menerima dividen yang dibagikan serta menerima
sisa kekayaan hasil likuidasi.
Gadai Saham
Sebagaimana ketentuan Pasal 60 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”),
yang menyatakan bahwa:
“Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 kepada pemiliknya.”
Karena saham adalah benda bergerak, maka saham dapat
digadaikan. Hal ini dipertegas dalam Pasal 60 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang menyatakan bahwa:
“Saham
dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan
lain dalam anggaran dasar.”
Ketentuan ini menimbulkan pertanyaan, apakah mungkin
dalam Anggaran Dasar suatu Perseroan ditentukan bahwa saham Perseroan yang
bersangkutan tidak dapat diagunkan dengan gadai? Menurut hemat penulis, mungkin
saja, karena adanya kata-kata “sepanjang tidak ditentukan lain”. Yang juga
perlu diperhatikan adalah ketentuan dalam Pasal 60 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang
menentukan bahwa gadai saham wajib dicatat dalam DPS dan Daftar Khusus yang
memuat keterangan tentang saham yang dipegang anggota Direksi dan anggota Dewan
Komisaris Perseroan beserta keluarga mereka dalam Perseroan dan/atau pada
perseroan lain serta tanggal saham itu diperoleh.
Hal-hal ini menimbulkan pertanyaan kembali, “apakah
gadai atas saham yang belum atau tidak dicatat dalam DPS dan Daftar Khusus
tidak sah dan/ atau tidak berlaku sehingga tidak ada dampak hukumnya? Siapa
yang berkewajiban untuk mendaftarkan gadai atas saham tersebut?”
Demi menjamin adanya kepastian hukum, setelah akta gadai atas saham ditandatangani, sebaiknya dipastikan agar gadai atas saham tersebut dicatat dalam DPS, dan jika gadai atas saham itu mengenai saham yang dipegang anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris dan/atau keluarga mereka, sebaiknya gadai saham itu dicatatkan dalam Daftar Khusus.
Kreditur yang menerima gadai sebaiknya mensyaratkan
agar kepadanya dalam perjanjian gadai diberi kuasa yang tidak dapat ditarik
kembali oleh pemberi gadai untuk memberitahukan Direksi Perseroan tentang
dibuatnya perjanjian gadai dan supaya Direksi Perseroan mencatatkan gadai saham
yang bersangkutan dalam DPS dan Daftar Khusus Perseroan untuk memastikan
keabsahan gadai saham yang bersangkutan.
Lagi pula Kreditor sebaiknya memperoleh bukti tertulis
tentang pencatatan gadai itu dari Direksi Perseroan yang sahamnya digadaikan
itu.[2]
Kemudian, penting sekali diperhatikan ketentuan Pasal
60 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
yang menyatakan bahwa hak suara atas saham yang diagunkan dengan gadai atau
jaminan fidusia tetap berada pada pemegang saham.
Ketentuan tersebut penting untuk dibicarakan dan
dipikirkan akibatnya karena jika seandainya pemberi gadai tidak beritikad baik
dan ia sendiri menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham dan mengeluarkan suara
dalam Rapat Umum Pemegang Saham serta contohnya, mengusulkan untuk membagi
dividen yang sangat besar jumlahnya atau untuk memberi wewenang kepada Direksi
Perseroan untuk memindahkan hak atas aset utama Perseroan sehingga jika
usul-usul itu disetujui Rapat Umum Pemegang Saham, nilai intrinsik Perseroan dapat
berkurang dan tentunya nilai saham juga dapat berkurang. Tentu hal ini dapat
sangat merugikan pemegang gadai.
Pada praktiknya, dalam perjanjian gadai, pemberi gadai
disyaratkan untuk memberi kuasa kepada pemegang gadai, untuk atas nama pemberi
gadai saham, menghadiri dan mengeluarkan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham
Perseroan berkaitan selama utang belum dibayar lunas. Ini merupakan proteksi
bagi pemegang gadai.
Inti dari gadai saham sebagai berikut:
1.
Saham merupakan
benda bergerak dan memberikan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas kepada
pemiliknya.
2.
Saham dapat
diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain
dalam Anggaran Dasar.
3.
Gadai saham atau
jaminan fidusia atas saham yang telah didaftarkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan
daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
4.
Hak suara atas
saham yang diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia tetap berada pada
pemegang saham.
Berdasarkan uraian kami di atas, saham dapat
digadaikan, namun jika anggaran dasar perseroan menentukan lain, maka saham
tersebut tidak dapat digadaikan. Dalam hal pelaksanaan eksekusi gadai saham
tersebut, sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang
menjelaskannya secara terperinci. Oleh karenanya, pelaksanaan gadai saham masih
mengacu pada KUHPerdata maupun UUPT.
Memang pada praktiknya saham lebih sering dijaminkan
dengan cara digadai ketimbang fidusia. Hal ini disebabkan beberapa alasan.
Dalam perjanjian gadai saham tidak ada kewajiban untuk dibuat akta notaris.
Sebaliknya, jika dijaminkan dengan cara fidusia, gadai itu harus dikuatkan
dengan akta jaminan fidusia melalui akta notaris. Selain itu, fidusia benda
jaminan harus didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Sudah barang tentu,
proses ini memerlukan biaya lebih. Mengingat bahwa untuk fidusia benda jaminan
harus didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia. (vide Pasal
12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia)
Lebih lanjut, penting juga harus diperhatikan dalam
suatu perjanjian gadai saham. Harus ada klausul yang menyatakan secara jelas
bahwa pernyataan dan jaminan dalam perjanjian gadai saham. Klausul tersebut
misalnya menyatakan bahwa saham telah dibayar penuh tidak sedang digadaikan
kepada orang lain atau tidak dalam sengketa apun.
Saham tersebut harus benar-benar dimiliki oleh pemberi
gadai. Klausula ini penting pada saat dan sebagai kelanjutan dari suatu
peristiwa wanprestasi yang berkelanjutan, pemberi gadai dan perseroan akan
mengirimkan secepatnya kepada penerima gadai, seluruh dokumen-dokumen yang
membuktikan atau mewakili setiap saham.
Mengenai eksekusi gadai saham apabila debitur cedera
janji (wanprestasi), dapat ditempuh dengan 2 (dua) cara, yaitu dengan parate
executie atau eksekusi dengan izin hakim. (vide Pasal
1155 KUHPerdata dan Pasal 1156 KUHPerdata)
Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami
persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau
melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia
yang ada di sini. Terima
Kasih.