layananhukum

Begini Aturan Pengembalian Batas Tanah yang Wajib Anda Pahami

Ilustrasi Pengukuran Tanah

Pertanyaan

Selamat pagi pak, saya ingin bertanya persoalan hukum saya mengenai apa yang harus saya lakukan ketika BPN menolak permohonan pengembalian batas untuk pemukakhiran data atas bidang tanah yang saya ajukan? Bagaimana ketentuan hukum pengembalian batas itu? Terima kasih.

Jawaban
Pengantar

Sebelumnya Anda dapat membaca tulisan kami yang berjudul “Tata Kelola Pendaftaran Tanah dan Prosedur Pendaftarannya yang Wajib Anda Ketahui”, yang pernah membahas sedikit mengenai dalam upaya yang dilakukan untuk menjamin kepastian hukum dalam proses atau prosedur pendaftaran tanah adalah satu di antaranya dengan dilakukan “Pengukuran” dan “Pemetaan” bidang tanah untuk keperluan pengumpulan dan pengolahan data fisik, sebagaimana ketentuan Pasal 14 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang menyebutkan bahwa:

“Kegaiatan pengukuran dan pemetaan meliputi:

a.       Pembuatan peta dasar pendaftaran;

b.      Penetapan batas bidang-bidang tanah;

c.       Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran;

d.      Pembuatan daftar tanah;

e.       Pembuatan surat ukur.”

Kemudian disebutkan bahwa Permohonan Pengukuran Bidang Tanah diajukan dalam rangka antara lain:

a.       Persiapan permohonan hak baru, seperti pengukuran bidang tanah, pulau kecil dan wilayah perairan;

b.      Pemecahan, pemisahan, dan penggabungan bidang tanah;

c.       Pengembalian batas;

d.      Penataan batas dalam rangka konsolidasi tanah;

e.       Inventarisasi pemilikan dan penguasaan tanah dalam rangka pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

f.        Permohonan pengukuran untuk objek yang menjadi perkara di pengadilan dan/atau melaksanakan putusan pengadilan; atau

g.      Lain-lain dengan persetujuan Pemegang Hak. (vide Pasal 74 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 16 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah)

Berdasarkan ketentuan di atas dapat dikatakan bahwa pengembalian batas pengukuran dilaksanakan kedua atau beberapa kali terhadap bidang tanah yang telah terdaftar atau bersertifikat. Prioritas data pengembalian batas yang akan digunakan:

a.       Dari data ukur (Gambar Ukur);

b.      Surat Ukur;

c.       Peta pendaftaran;

d.      Warkah.

Sejauh ini, memang kami tidak menemukan secara spesifik dalam ketentuan perundang-undangan tentang pertanahan mengenai definisi dari “Pengembalian batas” atau di Kota Pontianak dan daerah sekitarnya sering disebut dengan istilah “balik batas”.

Tujuannya untuk memastikan bahwa luas tanah awal dengan luas tanah setelah dilakukan pengembalian batas, apakah telah terjadi selisih atau tidak, itu dapat saja karena pengunaan instrument alat ukur pada saat pengembalian batas dilakukan berbeda dengan pengukuran awal yang menyebabkan selisih luas tanah.

Yang jadi permasalahan biasanya si pemilik tanah tidak tahu persis batas-batas bidang tanahnya, hilangnya patok batas tanah, terjadi tumpang tindih/ overlap batas bidang tanah sehingga terjadi sengketa kepemilikan atas bidang tanah, okupasi lahan, dan karena rendahnya kesadaran hukum masyarakat akan patok bidang tanah serta pemeliharaannya.

Dasar Dilakukan Pengukuran Tanah

Pada dasarnya pengukuran tanah harus dilakukan dengan terpenuhinya kaidah-kaidah teknis pengukuran dan pemetaan yang sudah diatur sehingga bidang tanah yang diukur dapat dipetakan dan diketahui letak batasnya di atas peta serta dapat dibalik batas-batasnya di lapangan.

Selain hal tersebut di atas, dalam proses pendaftaran tanah harus memenuhi Asas Kontradiktur Delimitasi, yaitu norma yang digunakan dalam pendaftaran tanah dengan mewajibkan “para pemegang hak atas tanah” untuk memperhatikan penempatan, penetapan, dan pemeliharaan batas tanah secara kontradiktur atau berdasarkan kesepakatan dan persetujuan pihak-pihak yang berkepentingan, yang dalam hal ini adalah pemilik tanah yang berbatasan dengan tanah yang dimilikinya. Ketentuan mengenai asas ini terdapat diatur dalam Pasal 17, Pasal 18, dan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Yang kemudian dipertegas sebagaimana ketentuan Pasal 19 ayat (1) huruf b Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah) yang menyatakan:

“pemegang hak atas bidang tanah yang belum terdaftar atau yang sudah terdaftar tetapi belum ada surat ukur/gambar situasinya atau yang surat ukur/gambar situasinya sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan yang sebenarnya, dan pihak yang menguasai bidang tanah yang bersangkutan, dalam pendaftaran tanah secara sistematik, diwajibkan menunjukkan batas-batas bidang tanah yang bersangkutan dan, apabila sudah ada kesepakatan mengenai batas tersebut dengan pemegang hak atas bidang tanah yang berbatasan, memasang tanda-tanda batasnya.”

Oleh karena itu kesepakatan atau persetujuan dan kehadiran pemilik tanah yang berbatasan merupakan kewajiban dalam pendaftaran tanah.

Penetapan asas kontradiktur delimitasi berjalan dengan baik apabila para pihak berkepentingan hadir dan memberikan persetujuan dalam penetapan batas. Pada saat yang sama Asas Kontradiktur Delimitasi ini disepakati pula pada Daftar Isian 201 (Berita Acara Penetapan Batas) yang disediakan Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat, kedua bukti tertulis ini menjadi syarat untuk mengajukan pengukuran atau penetapan batas bidang tanah tersebut ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat, Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat tidak akan menerima permohonan pengukuran jika patok tanda batas yang terpasang belum memenuhi asas kontradiktur, seperti patok yang terbuat dari pipa besi atau pipa paralon atau kayu atau tugu beton atau tembok. (vide Pasal 22 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah)

Begitu pun dengan dikeluarkannya Berita Acara Pengembalian Batas bahwa diketahui pengukuran yang dilakukan haruslah memenuhi asas kontradiktur delimitasi dengan melibatkan atau menghadirkan para pihak yang berkepentingan.

Pengajuan Permohonan Pengukuran Bidang Tanah untuk Keperluan Pengembalian Batas

Bahwa berdasarkan Bagan Alir Proses Pengukuran Bidang Tanah Lampiran III Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan, alur pengajuan permohonan pengukuran bidang tanah untuk keperluan pengembalian batas yang harus dilalui prosesnya oleh Pemohon adalah sebagai berikut:

-        Tahap 1: Pemohon mengajukan dokumen permohonan sebagaimana yang telah dipersyaratkan pada IV. Pelayanan Pengukuran Bidang Tanah, 1. Pengukuran Bidang Tanah, Bagian huruf a Pengukuran Bidang Tanah untuk Keperluan Pengembalian Batas pada Loket Pelayanan, antara lain:

1.        Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya di atas materai cukup

2.       Surat Kuasa apabila dikuasakan;

3.       Fotocopy identitas (KTP, KK) pemohon dan kuasa apabila dikuasakan, yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket;

4.       Fotocopy Akta Pendirian dan Pengesahan Badan Hukum yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket bagi Badan Hukum;

5.       Fotocopy Sertipikat yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket.

-        Tahap 2: Pemohon diwajibkan melakukan pembayaran biaya pengukuran sebagaimana ketentuan Pasal 2 huruf b Angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 128 tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian ATR/BPN pada Loket Pembayaran

-        Tahap 3: Pelaksanaan pengukuran bidang tanah untuk kepentingan pengembalian batas yang mewajibkan Pemohon untuk hadir;

-        Tahap 4: Pembuatan hasil pengukuran bidang tanah untuk kepentingan pengembalian batas;

-        Tahap 5: Hasil pengukuran bidang tanah untuk kepentingan pengembalian batas diserahkan kepada Pemohon melalui Loket Pelayanan.

Kemudian, apabila dikorelasikan dengan pertanyaan Anda mengenai BPN menolak permohonan Anda, Anda tidak secara spesifik menjelaskan apa alasan dari BPN menolak permohonan pengembalian batas bidang yang Anda ajukan. Berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Infrastruktur Keagrariaan Kementerian ATR/BPN Nomor 024/S-30.UK.01.02/I/2020 tanggal 15 Januari 2020 perihal Petunjuk Mekanisme Pengukuran Dalam Rangka Pengembalian Batas Bidang Tanah pada pokoknya mengatur sebagai berikut:

1.        Bahwa pengukuran dalam rangka pengembalian batas hanya dapat dilakukan apabila warkah data spasial (veldwerk) bidang tanah yang dimintakan untuk pengembalian batasnya dalam hal ini Gambar Ukur (GU) tersimpan lengkap di Kanwil BPN Provinsi atau Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.

2.       Bahwa GU yang digunakan sebagai dasar pengukuran pengembalian batas wajib memuat informasi titik dasar teknis yang berfungsi sebagai titik kontrol atau titik ikat.

3.      Bahwa data-data yang tercatat dalam GU sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan tidak mengalami perubahan sehingga dapat digunakan untuk pengembalian batas bidang tanah dimaksud.

4.       Bahwa pemasangan tanda batas hasil pengukuran pengembalian batas hanya dapat dilaksanakan setelah batas-batas tersebut disetujui oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dan para pemegang hak atas tanah yang berbatasan langsung.

5.       Bahwa persetujuan sebagaimana angka 4 di atas dituangkan dalam suatu Berita Acara yang ditanda tangani oleh mereka yang memberi persetujuan.

6.      Apabila hal sebagaimana dimaksud angka 1 sampai dengan 4 di atas tidak dapat dipenuhi, maka permohonan pelayanan pengukuran dalam rangka pengembalian batas bidang tanah tidak dapat diterima dan disarankan untuk mengajukan permohonan pengukuran ulang batas bidang tanah dengan dasar penunjukan batas oleh pemegang hak atas tanah.

Mengingat pernah ada Putusan Pengadilan Negeri Samarinda Nomor 103/Pdt.G/2019/PN.Smr, tanggal 14 Mei 2020 yang dalam amar putusannya menyatakan bahwa:

MENGADILI

DALAM EKSEPSI

Menolak Eksepsi Tergugat I, II dan III untuk seluruhnya;

DALAM POKOK PERKARA

1.        Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;

2.       Menyatakan Berita Acara Pengukuran Pengembalian Batas tanggal 18 Maret 2016 dan Surat Kepala Kantor Pertanahan Kota Samarinda Nomor : 681/2-64.72/XI/2016 tanggal 01 Desember 2016 cacat hukum dan tidak berlaku serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

3.      Menghukum Tergugat III untuk Mengembalikan status tanah I dan II pada keadaan semula sesuai Surat Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Dirjen Penanganan Masalah Agraria, Pemanfaatan Ruang dan Tanah Nomor : SK.03.02/37-800/I/2019, tanggal 9 Januari 2019;

4.       Menyatakan sah dan mengikat Akta Jual Beli Nomor : 326/2016 dan Akta Jual Beli Nomor : 327/2016, keduanya tertanggal 17 Oktober 2016, dibuat dihadapan Hernawan Hadi, SH., Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Kota Samarinda ;

5.       Menyatakan Penggugat sebagai pihak yang berhak atau pemilik sah atas bidang Tanah I dan bidang Tanah II;

6.      Menolak Gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya;

7.       Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp.2.072.000.000(Dua juta tujuh puluh dua ribu rupiah).

Yang pada intinya putusan tersebut menjelaskan pengukuran yang dilakukan oleh Tergugat III berdasarkan Berita Acara Hasil Pengukuran Pengembalian Batas tanggal 18 Maret 2016 tanpa melalui prosedur yang semestinya atau tidak memenuhi kaidah asas contradictoire delimitasi dan tidak melibatkan atau menghadirkan pihak–pihak terkait dan perangkat desa setempat.

Itu kenapa BPN untuk saat ini tidak bisa sembarangan dapat menerima permohonan pengembalian batas, sepanjang sesuai dengan Surat Edaran Direktorat Jenderal Infrastruktur Keagrariaan Kementerian ATR/BPN Nomor 024/S-30.UK.01.02/I/2020 tanggal 15 Januari 2020 perihal Petunjuk Mekanisme Pengukuran Dalam Rangka Pengembalian Batas Bidang Tanah, BPN tentu akan menerima permohonan Anda.

Jadi, tidak perlu heran apabila tidak bisa dilakukan pengembalian batas bidang tanah, biasanya BPN menyarankan bagi pemohon untuk mengajukan pengukuran ulang dan pemetaan bidang tanah, agar data-data seperti warkah data spasial (veldwerk) bidang tanah dalam hal ini Gambar Ukur (GU) tersimpan dengan baik dan pencocokan tersebut tentu dengan kondisi di lapangan dari bidang tanah tersebut, hasilnya boleh jadi kurang dari atau lebih dari kondisi luasan bidang tanah Anda di lapangan dengan data luasan bidang tanah yang ada pada sertifikat Anda.

Apabila kurang dari luas dari sertifikat Anda itu tidak masalah, yang jelas untuk ke depannya Anda dapat memelihara data fisik tanah Anda secara rutin dan berkala, untuk apa? Mencegah sengketa kemudian hari yang dapat terjadi kapan saja.

Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia yang ada di sini. Terima Kasih.

Formulir Isian