Ilustrasi Retribusi |
Pengantar
Sebagaimana ketentuan Pasal 1 Angka 8
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
menyebutkan bahwa:
“Desentralisasi
adalah penyerahan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah
otonom berdasarkan Asas Otonomi.”
Yang dimaksud dengan “Urusan Pemerintahan”
adalah kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden yang
pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan penyelenggara
Pemerintahan Daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan
menyejahterakan masyarakat. (vide Pasal 1 Angka 5
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah) Titik
poin dari “urusan pemerintahan” adalah kekuasaan pemerintahan atau “government
power” yang merupakan bagian dari kewenangan Presiden sebagai Lembaga
Eksekutif, sebagaimana Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 “UUD NRI 1945”) menyebutkan bahwa:
“Presiden
Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang
Dasar”.
Apabila, ditinjau dari pembagian kekuasaan, yang
dimaksud pemerintahan adalah kekuasaan eksekutif. Sebagai kekuasaan eksekutif,
penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan Presiden dapat dibedakan antara
kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat umum dan kekuasaan
penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat khusus.[1]
Kemudian dalam pelaksanaannya atau perpanjangan tangan
dari kewenangan Presiden sebagai Lembaga Eksekutif dilakukan oleh “Pemerintah
Daerah” Pemerintah Daerah di sini adalah Kepala Daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah otonom. (vide Pasal 1 Angka 3
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah) “Daerah
Otonom” adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah
yang berwenang mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. (vide Pasal
1 Angka 12 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah)
“Asas Otonomi” adalah prinsip dasar penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah berdasarkan Otonomi Daerah dan “otonomi daerah” adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia. (vide Pasal 1 Angka 6 dan Angka
7 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah)
Oleh karena desentralisasi yang sudah dibahas di atas
menuntut Pemerintah Daerah lebih mandiri menyelenggarakan Urusan
Pemerintahannya dan dalam membiayai penyelenggaraan fungsi pemerintahan serta
pembangunannya secara bebas aktif sebagaimana ketentuan perundang-undangan. Hal
ini membuat pemerintah daerah harus menggali potensi keuangannya guna
menyediakan sumber pembiayaan yang memadai.
Yang mana disebutkan bahwa sebagaimana ketentuan Pasal
51 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
menyebutkan bahwa:
“Pendanaan
untuk penyelenggaraan pemerintahan Daerah Persiapan dan kewajiban Daerah
Persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibebankan pada APBN,
pajak daerah, dan retribusi daerah yang dipungut di Daerah
Persiapan.”
Ini yang kemudian disebut dengan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) yaitu pendapatan Daerah yang diperoleh dari pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (vide Pasal
1 Angka 20 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah jo. Pasal
285 ayat (1) huruf a Angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah)
Lantas, sebenarnya apakah yang dimaksud dengan
retribusi daerah?
Definisi Universal
Dalam lanskap global retribusi daerah disebut dengan
istilah retribution, local charge, user fee, atau user
charge. Merujuk IBFD [2] International
Tax Glossary (2015) user charge secara umum
didefinisikan sebagai berikut:
“User
charge merepresentasikan pembayaran untuk layanan tertentu. Perbedaan
antara user charge dan pajak tidak selalu jelas, tetapi umumnya user
charge dapat dikenali karena pengguna memperoleh manfaat atau layanan
tertentu dari pembayaran tersebut, dan karena pendapatan dari user charge
dialokasikan untuk penggunaan tertentu yang sering tercermin dari namanya”
Secara lebih ringkas, OECD Glossary of
Statical Terms mendefinisikan user charge sebagai
pembayaran yang dilakukan oleh konsumen atas penyediaan layananan dari
pemerintah” IBFD International Tax Glossary, 7th Edition.
Definisi Retribusi
Sebelumnya ketentuan mengenai retribusi daerah diatur
dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah (PDRD). Akan tetapi, kemudian disebutkan bahwa dalam
“konsideran” atau “pertimbangan” Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022
tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah,
menyebutkan bahwa Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah perlu disempurnakan sesuai dengan perkembangan keadaan dan
pelaksanaan desentralisasi fiskal, sehingga perlu diganti.
Oleh karenanya, Perda mengenai Pajak dan Retribusi
yang disusun berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah masih tetap berlaku paling lama 2 (dua)
tahun terhitung sejak tanggal diundangkannya Undang-Undang ini. (vide Pasal
187 huruf b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah) Dan, peraturan pelaksanaan
dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, dinyatakan tetap berlaku sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan
dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. (vide Pasal 188
huruf b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah
Pusat dan Pemerintahan Daerah)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah mulai berlaku sejak 5 Januari 2022, artinya semua aturan mengenai ketentuan diatur sebelumnya dinyatakan dicabut dan tidak berlaku, tetap dapat diberlaku apabila tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. (vide Pasal 193 jo. Pasal 189 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah)
Retribusi Daerah atau selanjutnya disebut dengan
retribusi memiliki definisi sebagaimana ketentuan Pasal 1 Angka 22
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah, menyebutkan bahwa:
“Pungutan
Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus
disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang
pribadi atau badan.”
Penyederhanaan Retribusi dilakukan melalui
rasionalisasi jumlah Retribusi. Retribusi diklasifikasikan dalam 3 (tiga)
jenis, yaitu Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, dan Retribusi Perizinan
Tertentu. (vide Pasal 87 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah)
Yang dimaksud dengan Retribusi Jasa Umum meliputi:
a.
Pelayanan
kesehatan;
b.
Pelayanan
kebersihan;
c.
Pelayanan parkir
di tepi jalan umum;
d.
Pelayanan pasar;
dan
e.
Pengendalian lalu
lintas. (vide Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah)
Bahwa perlu diketahui jenis pelayanan sebagaimana
dimaksud di atas dapat tidak dipungut Retribusi apabila potensi penerimaannya
kecil dan/atau dalam rangka pelaksanaan kebijakan nasional/daerah untuk
memberikan pelayanan tersebut secara cuma-cuma. (vide Pasal
88 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah)
Untuk Retribusi Jasa Usaha, meliputi:
a.
Penyediaan tempat
kegiatan usaha berupa pasar grosir, pertokoan, dan tempat kegiatan usaha
lainnya;
b.
Penyediaan tempat
pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil hutan termasuk fasilitas lainnya
dalam lingkungan tempat pelelangan;
c.
Penyediaan tempat
khusus parkir di luar badan jalan;
d.
Penyediaan tempat
penginapan/pesanggrahan/vila;
e.
Pelayanan rumah
pemotongan hewan ternak;
f.
Pelayanan jasa
kepelabuhanan;
g.
Pelayanan tempat
rekreasi, pariwisata, dan olahraga;
h.
Pelayanan
penyeberangan orang atau barang dengan menggunakan kendaraan di air;
i.
Penjualan hasil
produksi usaha Pemerintah Daerah; dan
j.
Pemanfaatan aset
Daerah yang tidak mengganggu penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi
perangkat Daerah dan/atau optimalisasi aset Daerah dengan tidak mengubah status
kepemilikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (vide Pasal
88 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah)
Kemudian, untuk Retribusi Perizinan Tertentu, sebagaimana
dimaksud meliputi:
a.
Persetujuan
bangunan gedung;
b.
Penggunaan tenaga
kerja asing; dan
c.
Pengelolaan
pertambangan rakyat. (vide Pasal 88 ayat (4) Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah)
Retribusi persetujuan bangunan gedung sebagaimana
maksud di atas merupakan pungutan atas penerbitan persetujuan bangunan gedung
oleh Daerah. Untuk Retribusi penggunaan tenaga kerja asing merupakan dana
kompensasi penggunaan tenaga kerja asing atas pengesahan rencana penggunaan
tenaga kerja asing perpanjangan sesuai wilayah kerja tenaga kerja asing.
Sedangkan, untuk retribusi pengelolaan pertambangan rakyat merupakan pungutan
Daerah berupa iuran pertambangan rakyat kepada pemegang izin pertambangan rakyat
oleh Pemerintah Daerah dalam rangka menjalankan delegasi kewenangan Pemerintah
di bidang pertambangan mineral dan batu bara. (vide Pasal 88
ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang
Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah)
Pada intinya, jumlah atas jenis Objek Retribusi
disederhanakan dari 32 (tiga puluh dua) jenis menjadi 18 (delapan belas) jenis
pelayanan. Rasionalisasi tersebut memiliki tujuan agar Retribusi yang akan
dipungut Pemerintah Daerah adalah Retribusi yang dapat dipungut dengan efektif,
serta dengan biaya pemungutan dan biaya kepatuhan yang rendah. Selain itu,
rasionalisasi dimaksudkan untuk mengurangi beban masyarakat dalam mengakses
layanan dasar publik yang menjadi kewajiban Pemerintah Daerah.
Rasionalisasi juga sejalan dengan implementasi Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dalam rangka mendorong
kemudahan berusaha, iklim investasi yang kondusif, daya saing Daerah, dan
penciptaan lapangan kerja yang lebih luas. Penyelarasan dengan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dilakukan melalui pemberian kewenangan
kepada Pemerintah untuk meninjau kembali tarif Pajak Daerah dalam rangka
pemberian insentif fiskal untuk mendorong perkembangan investasi di Daerah.
Pemerintah dapat menyesuaikan tarif Pajak dan
Retribusi dengan penetapan tarif yang berlaku secara nasional, serta melakukan
pengawasan dan evaluasi terhadap Perda mengenai Pajak dan Retribusi yang
menghambat ekosistem investasi dan kemudahan dalam berusaha.
Objek Retribusi
Untuk Objek Retribusi adalah penyediaan/pelayanan
barang dan/atau jasa dan pemberian izin tertentu kepada orang pribadi atau
Badan oleh Pemerintah Daerah. Wajib Retribusi meliputi orang pribadi atau Badan
yang menggunakan/menikmati pelayanan barang, jasa, dan/ atau perizinan,
dan Wajib Retribusi sebagaimana dimaksud wajib membayar atas layanan yang
digunakan/ dinikmati. (vide Pasal 87 ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan
Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah)
Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami
persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau
melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia
yang ada di sini. Terima
Kasih.