Ilustrasi Pajak Alat Berat |
Pertanyaan
Izin bertanya, perusahaan kami bergerak di bidang
pertambangan, dan tentunya kami memiliki alat-alat berat seperti dump
truck, excavator dan lain sebagainya. Menurut Dispenda,
ada Pajak Daerah atas alat-alat berat tersebut.
Berikut pertanyaan-pertanyaan saya:
1.
Apakah benar hal
tersebut? Jika iya, aturan mana yang perusahaan saya harus pelajari mengingat
setahu saya ada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XV/2017 tentang
uji materiil Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah bahwa alat berat tidak dapat dikenakan Pajak Alat Berat
berdasarkan UU PDRD.?
2.
Jika harus
membayar, kode map apa yang harus saya tuliskan dalam SSP e-billing?
3.
Jika sudah bayar,
apakah harus dilaporkan ke kantor pajak terdaftar atau ke mana dan lapornya
pakai form apa?
4.
Apakah ada batas
waktu pembayaran serta pelaporannya? Terima kasih.
Jawaban
Pengantar
Keberlakuan Peraturan Undang-Undang yang Menjadi Dasar
Pungutan Pajak Alat Berat
Sebagaima ketentuan Pasal 193 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah (“UU HKPD”) menyebutkan bahwa undang-undang
tersebut resmi berlaku pada 5 Januari 2022. Dengan berlakunya UU HKPD tersebut
sekaligus mencabut dan menyatakan tidak berlaku Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang
sebelumnya menjadi dasar hukum pemungutan pajak daerah. (vide Pasal
189 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah)
Walau pun dinyatakan bahwa sepanjang tidak
bertentangan semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Hubungan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah serta Pajak dan
Retribusi dinyatakan tetap berlaku. (vide Pasal 189 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah)
Kehadiran UU HKPD ini diharapkan dapat menjadi
terobosan atas berbagai permasalahan terkait dengan pajak daerah. Sebagaimana
menambah apa yang Anda jabarkan dalam pertanyaan Anda bahwa proporsi penerimaan
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang cenderung rendah di wilayah pertambangan di
Indonesia tersebut salah satunya dipicu oleh Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 15/PUU- XV/2017 tentang uji materi Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (“UU PDRD”).
Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut mengabulkan gugatan dari pihak penggugat
(pengusaha) yang mendalilkan bahwa alat berat tidak lagi ditempatkan dalam
definisi kendaraan bermotor berdasarkan UU PDRD.
Dasar Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan
tersebut mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
3/PUU-XIII/2015 tentang uji materi Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang
menyatakan bahwa sebagaimana Penjelasan Pasal 47 ayat (2) huruf e
bagian c Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat sehingga alat berat
bukan termasuk kendaraan bermotor. Selain itu, dalam amar putusannya Mahkamah
Konstitusi juga memerintahkan kepada pembentuk undang-undang dalam
jangka waktu 3 tahun untuk melakukan perubahan terhadap UU PDRD, khususnya
berkenaan dengan pengenaan pajak terhadap alat berat.
Selain itu, Pemerintah sendiri dengan mengacu pada
pertimbangan Hakim Konstitusi dalam putusan a quo menafsirkan
bahwa pemungutan PKB dan BBN-KB terhadap alat berat masih dapat
dikenakan dalam tenggang waktu 3 (tiga) tahun berdasarkan ketentuan UU PDRD
yang lama selama belum diundangkannya perubahan terhadap UU tersebut. Namun
demikian, dalam praktiknya pemilik
atau pengusaha alat berat cenderung abai terhadap penegasan
pemerintah sehingga Pemungutan PKB dan BBN-KB terhadap alat berat menjadi tidak
efektif.
Oleh karenanya dengan adanya UU HKPD ini menjadi satu
di antara ketentuan baru yang mengatur mengenai pajak alat berat itu. Lantas,
apa yang dimaksud dengan pajak alat berat?
Definisi Pajak Alat Berat
Pajak Alat Berat merupakan nomenklatur jenis pajak
baru yang diatur dalam UU HKPD. Sebagaimana ketentuan Pasal 1 Angka
31 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah, menyebutkan bahwa Pajak Alat Berat (PAB)
merupakan pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan alat berat. Kemudian, yang
dimaksud dengan “alat berat” adalah alat yang diciptakan untuk membantu
pekerjaan konstruksi dan pekerjaan teknik sipil lainnya yang sifatnya berat
apabila dikerjakan oleh tenagamanusia, beroperasi menggunakan motor dengan
atautanpa roda, tidak melekat secara permanen serta beroperasi pada area
tertentu, termasuk tetapi tidak terbatas pada area konstruksi, perkebunan,
kehutanan, dan pertambangan. (vide Pasal 1 Angka
32 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah)
Pajak Alat Berat (PAB) merupakan jenis pajak yang
pemungutannya oleh Pemerintah Provinsi. (vide Pasal 4 ayat
(1) huruf c Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah) Jadi, Objek PAB adalah
kepemilikan dan/atau penguasaan Alat Berat.[1] Akan
tetapi ada pengecualian dari objek PAB adalah kepemilikan dan/atau penguasaan
atas:
a.
Alat Berat yang
dimiliki dan/atau dikuasai Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Tentara Nasional
Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia;
b.
Alat Berat yang
dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan
asas timbal balik dan lembaga internasional yang memperoleh fasilitas
pembebasan pajak dari Pemerintah; dan
c.
Kepemilikan
dan/atau penguasaan Alat Berat lainnya yang diatur dalam Perda.[2]
Untuk Subjek PAB adalah orang pribadi atau Badan yang
memiliki dan/atau menguasai AIat Berat, kemudian nanti disebut sebagai Wajib
Pajak Alat Berat (PAB) adalah orang pribadi atau Badan yang memiliki dan/atau
menguasai Alat Berat tersebut.[3] Untuk
dasar pengenaan PAB adalah nilai jual Alat Berat. Nilai jual sebagaimana
dimaksud ditentukan berdasarkan harga rata-rata pasaran umum Alat Berat yang
bersangkutan. Harga rata-rata pasaran umum tersebut ditetapkan berdasarkan
harga rata-rata yang diperoleh dari berbagai sumber data yang akurat pada
minggu pertama bulan Desember Tahun Pajak sebelumnya.[4]
Dalam Penetapan Dasar Pengenaan PAB kemudian diatur
dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri
setelah mendapat pertimbangan dari Menteri. Dasar pengenaan PAB tersebut juga
ditinjau kembali paling lama setiap 3 (tiga) tahun dengan memperhatikan indeks
harga dan perkembangan perekonomian. (vide Pasal 19 ayat (4)
dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah)
Untuk Tarif PAB ditetapkan paling tinggi sebesar 0,2% (nol koma dua persen) dan Tarif PAB tersebut akan ditetapkan dengan Perda. (vide Pasal 20 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah) Untuk PAB yang terutang besaran pokok dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan PAB yang diatur dalam Permendagri dengan tarif PAB 0,2% (nol koma dua persen). Untuk PAB yang terutang tersebut dipungut di wilayah Daerah tempat penguasaan Alat Berat. Sejauh ini kami belum melihat bahwa Menteri Dalam Negeri sudah membuat aturan tersebut.
PAB untuk kepemilikan dan/atau penguasaan Alat Berat
terutang terhitung sejak Wajib Pajak Alat Berat (PAB) diakui secara sah
memiliki dan/atau menguasai Alat Berat. PAB untuk kepemilikan dan/atau
penguasaan AIat Berat dikenakan untuk setiap jangka waktu 12 (dua belas) bulan
berturut-turut. PAB untuk kepemilikan dan/atau penguasaan Alat Berat dibayar
sekaligus di muka. Dalam hal terjadi keadaan kahar yang mengakibatkan
penggunaan Alat Berat belum sampai 12 (dua belas) bulan Wajib Pajak dapat
mengajukan restitusi atas PAB yang sudah dibayar untuk porsi jangka waktu yang
belum dilalui.[5]
Untuk ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pelaksanaan restitusi diatur dengan peraturan gubernur di wilayah provinsi
masing-masing. (vide Pasal 22 ayat (5) Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah)
Mengenai SPP e-billing
Kode map yang Anda maksudkan dalam SSP e-billing,
itu berlaku untuk Pajak yang mana itu merupakan Pajak Pemerintah Pusat, Anda
dapat membaca tulisan kami mengenai “Pengantar
Hukum Pajak” yang mana Pajak-Pajak yang dipungut oleh Pemerintah
Pusat antara lain:
1.
Pajak Penghasilan
(PPh);
2.
Pajak Pertambahan
Nilai (PPn);
3.
Pajak Penjualan
atas Barang Mewah (PPnBM);
4.
Bea Materai;
5.
Pajak Bumi dan
Bangunan Tertentu (PBB-P3).
Kemudian sebagaimana Poin 7 Pengumuman
Nomor PENG-6/PJ.09/2022 tentang Penambahan Kode Akun Pajak (KAP) dan Kode Jenis
Setoran (KJS) jo. Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER-22/PJ/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER-09/PJ/2020 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian Surat
Setoran Pajak, menambahkan dua belas KAP yaitu KAP 411141 (PPh
Pasal 21 DTP), 411142 (PPh Pasal22 DTP), 411143 (PPh Pasal 22 Impor DTP),
411144 (PPh Pasal 23 DTP), 411145 (PPh Pasal 25/29 orang pribadi
DTP), 411146 (PPh Pasal 25/29 Badan DTP), 411147 (PPh Pasal 26
DTP), 411148 (PPh Final DTP), 411149 (PPh Non Migas Lainnya DTP), 411241 (PPN DTP),
411242 (PPnBM DTP), dan 411631 (Sanksi Penagihan PPh DTP), dengan masing-masing
KJS baru yang ada di dalamnya yaitu KJS 100, 101, dan 300.
Artinya, nanti bentuknya merupakan STPD (Surat Tagihan
Pajak Daerah) yang Anda dapatkan dari Dispenda Provinsi tempat Anda tinggal
yang mana terkait dengan kewenangan membayar dan kodenya berbeda sebagaimana
yang Anda tanyakan. Mengenai, apakah harus dilaporkan ke kantor pajak terdaftar
atau ke mana. Menurut hemat kami tidak perlu dilaporkan ke Kantor Pajak akan
tetapi Anda cukup mendatangi Dispenda setempat dan menanyakan lebih lanjut
mengenai aturan selain daripada yang sudah kami jabarkan di atas. Demikian
terima kasih.
Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami
persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau
melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia
yang ada di sini. Terima
Kasih.
[1] vide Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah)
[2] vide Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah)
[3] vide Pasal 18 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah)
[4] vide Pasal 19 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah)
[5] vide Pasal 22 ayat (1), ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah)