layananhukum

Tata Kelola Pendaftaran Tanah dan Prosedur Pendaftarannya yang Wajib Anda Ketahui

Ilustrasi Jual Beli Tanah dan Proses Pendaftarannya
 

Pertanyaan

Selamat malam pak, mau nanya, mengenai seberapa pentingnya dilakukan pendaftaran tanah itu? Serta bagaimana prosedur pendaftaran tanah yang baik dan benar? Lantas apa bedanya mendaftarkan tanah kita secara sporadik atau secara sistematik? Apakah ada kekurangan dan kelebihannya? Terima kasih.

Jawaban

Pengantar

Sebelum lebih jauh, Anda dapat membaca artikel kami yang berjudul “Jenis-Jenis Hak atas Tanah dan Penjelasannya” yang mana secara sederhana menjelaskan bahwa dalam konsep hukum pertanahan Indonesia, disebutkan bahwa pada dasarnya seluruh tanah yang ada di Indonesia merupakan karunia dari Tuhan yang Maha Esa kepada seluruh bangsa Indonesia. Oleh karenanya kemudian dikenal dengan “Hak Bangsa Indonesia” (vide Pasal 1  Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria).

Kemudian, sebagaimana ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1 (“Hak Bangsa Indonesia”), bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Hak Negara sebagaimana yang dimaksudkan tersebut di atas yang kemudian dikenal dengan “Hak Menguasai Negara” (vide Pasal 2 jo. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria)

Hak Menguasai Negara inilah yang disebutkan dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yaitu memberikan wewenang bagi negara untuk:

a.       Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;

b.      Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

c.       Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Oleh karena konsekuensi dari adanya “Hak Menguasai Negara” inilah yang kemudian melahirkan istilah “Tanah Negara”, atau “Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara” merupakan seluruh bidang Tanah di wilayah Negara Kesatuan Repubiik Indonesia yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak oleh pihak lain selain dari pada tanah ulayat atau tanah adat sebagaimana ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. (vide Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah)

Tanah Negara sebagaimana dimaksud oleh Negara dapat memberikannya kepada perorangan atau badan hukum dengan sesuatu Hak Atas Tanah sesuai dengan peruntukan dan keperluannya, atau memberikannya dengan Hak Pengelolaan. Tanah Negara sebagaimana dimaksud meliputi:

a.       Tanah yang ditetapkan Undang-Undang atau Penetapan Pemerintah;

b.      Tanah reklamasi;

c.       Tanah timbul;

d.      Tanah yang berasal dari pelepasan/penyerahan hak;

e.       Tanah yang berasal dari pelepasan Kawasan hutan;

f.        Tanah Telantar;

g.      Tanah hak yang berakhir jangka waktunya serta tidak dimohon Perpanjangan dan/atau Pembaruan;

h.      Tanah hak yang jangka waktunya berakhir dan karena kebijakan Pemerintah Pusat tidak dapat diperpanjang; dan

i.        Tanah yang sejak semula berstatus Tanah Negara. (vide Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah)

Dari Hak Menguasai Negara inilah yang kemudian memberikan pula hak atas tanah terhadap pendaftaran pertama kali atau permohonan hak baru (kepada masyarakat), yang mana untuk keperluan pendaftaran hak tersebut, untuk hak atas tanah baru dibuktikan dengan penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang memberikan hak yang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian hak tersebut berasal dari Tanah Negara atau tanah hak pengelolaan. (vide Pasal 23 huruf a Angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah)

Apabila timbul pertanyannya, seberapa penting dilakukannya pendaftaran tanah? Yang mana ada kolerasinya dengan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang menyatakan:

Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.”

Sebagaimana ketentuan di atas menjelaskan bahwa:

1.        Bahwa pendaftaran tanah semata-mata dilakukan bertujuan untuk kepentingan pemberian jaminan kepastian hukum;

2.       Bahwa ketentuan Pasal 19 ayat (1) yang tersebut di atas ditujukan kepada Pemerintah (memberikan kewajiban pada pemerintah) instruksi (perintah), agar di seluruh wilayah Indonesia diadakan pendaftaran tanah yang bersifat “rechts-kadaster”, yang tentu saja untuk tujuan menjamin kepastian hukum itu tadi.

Kemudian, tujuan pendaftaran tersebut dipertegas lagi dalam ketentuan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, menyebutkan secara jelas bahwa:

Pendaftaran tanah bertujuan:

a.       Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;

b.      Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar;

c.       Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Yang tentunya, dalam pelaksanaan pendaftaran tanah ini akan diselenggarakan dengan cara yang sederhana dan mudah dimengerti serta dijalankan oleh rakyat yang bersangkutan. (vide Penjelasan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria)

Artinya, ada partisipasi bersama-sama antara pemerintah dalam hal ini melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) (vide Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah) dengan masyarakat yang hendak melakukan pendaftaran tanah agar tadi, terjaminnya kepastian hukum itu sendiri, memberikan informasi, serta tertib administrasi, untuk mencegah terjadinya sengketa dan konflik. Yang mana dalam pelaksanaan pendaftaran tanah atas inisiatif dan biaya dari pemegang hak atas tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 22Pasal 32, dan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria), dikenal kemudian pendaftaran tanah sporadik.

Definisi Pendaftaran Tanah

Kita harus terlebih dahulu memahami apa itu “pendaftaran tanah”? Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”), memang tidak memberikan definisi apa itu “pendaftaran tanah”. Definisi itu, akan kita temui dalam ketentuan Pasal 1 Angka 9 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah, yang menyebutkan:

“Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang Tanah, Ruang Atas Tanah, Ruang Bawah Tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang Tanah, Ruang Atas Tanah, Ruang Bawah Tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas Satuan Rumah Susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.”

Berdasarkan bentuknya pendaftaran tanah yang dilakukan dengan cara:

1.        Pendaftaran Tanah Secara Sistematik yaitu kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan.

2.       Pendaftaran Tanah Secara Sporadik yaitu kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal. (vide Pasal 1 Angka 10 dan Angka 11 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah)

Perlu diketahui bahwa dalam pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah. (vide Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah) Yang dimaksud dengan pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap objek tanah yang belum didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah atau Peraturan Pemerintah ini. (vide Pasal 1 Angka 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah) Sedangkan, yang dimaksud dengan objek tanah yang dimaksud itu adalah bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, hak tanggungan, dan tanah negara. (vide Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah)

Sedangkan untuk pemeliharaan data pendaftaran tanah dilakukan apabila terjadi perubahan pada data fisik atau data yuridis obyek pendaftaran tanah yang telah terdaftar. (vide Pasal 36 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah) data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan di atasnya dan data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya. (vide Pasal 1 Angka 6 dan Angka 7 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah)

Kegiatan Pendaftaran Tanah

Sebagaimana ketentuan Pasal 11 dan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, menyebutkan Kegiatan Pendaftaran Tanah untuk pertama kali meliputi:

a.       Pengumpulan dan pengolahan data fisik;

b.      Pembuktian hak dan pembukuannya;

c.       Penerbitan sertifikat;

d.      Penyajian data fisik dan data yuridis;

e.       Penyimpanan daftar umum dan dokumen.

Sedangkan, Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi:

a.       Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya;

b.      Pendaftaran pemeliharaan dan pembebanan hak.

Pendaftaran tanah secara sistematik didasarkan pada suatu rencana kerja dan dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri. Sebagaimana Petunjuk Teknis Nomor 1/Juknis-100.HK.02.01/I/2022 Tahun 2022 , ada beberapa tahapan yang dilakukan antara lain:

1.        Tahap Perencanaan;

2.       Tahap Penetapan Lokasi;

3.      Tahap Persiapan;

4.       Tahap Pembentukan dan Penetapan Panitia Ajudikasi PTSL dan Satuan Tugas (Satgas);

5.       Tahapan Penyuluhan;

6.      Tahapan Pengumpulan Data Fisik dan Data Yuridis;

7.       Tahapan penelitian data yuridis untuk pembuktian hak;

8.      Pengumuman data fisik dan data yuridis serta pengesahannya;

9.      Penyelesaian kegiatan PTSL;

10.    Penegasan konversi, pengakuan hak dan pemberian hak;

11.      Pembukuan hak dan/atau penerbitan sertipikat, dan lain sebagainya.

Dalam hal suatu desa/kelurahan belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran tanah secara sistematik sebagaimana tersebut di atas, pendaftarannya dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sporadik. Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan. (vide Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah)

Untuk keperluan pengumpulan dan pengolahan data fisik dilakukan kegiatan pengukuran dan pemetaan. Kegaiatan pengukuran dan pemetaan sebagaimana dimaksud pada meliputi:

a.       Pembuatan peta dasar pendaftaran;

b.      Penetapan batas bidang-bidang tanah;

c.       Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran;

d.      Pembuatan daftar tanah;

e.       Pembuatan surat ukur.

Peta dasar pendaftaran digunakan sebagai plotting bidang tanah pada posisi sebenarnya (georeferencing) menggunakan system kordinat nasional. Penentuan system koordinat nasional dan berbagai komponen teknis lainnya dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sebagaimana yang telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 16 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Setelah keluarnya peraturan tersebut, seluruh bidang tanah yang diukur wajib dipetakan di atas peta pendaftaran tanah sehingga dapat terlihat letak relative terhadap bidang-bidang tanah lainnya dan unsur-unsur dasar peta seperti jalan dan sungai. Bidang-bidang tanah yang diukur sebelum tahun 1997 masih menggunakan system koordinat local sehingga tidak bisa dilakukan plotting secara khusus. Untuk mengeplot bidang-bidang tanah tersebut dilakukan metode tertentu yang disebut dengan Geographical Index Mapping (GIM).

Perkembangan teknologi system informasi menyebabkan peta dasar tidak lagi dibuat secara konvensional, yaitu Digambar atau melalui digitasi lalu dicetak. Plotting bidang tanah di atas peta dasar dilakukan menggunakan system yang bersifat seamless atau tanpa terbagi dalam blad peta. Keterangan mengenai letak dan batas bidang tanah harus memenuhi asas spesifik (principle of speciality) yaitu menunjukkan kejelasan/identifikasi lokasi dan batas-batas bidang tanah yang unik. Disebut unik karena informasinya harus tertuju kepada suatu obyek yang pasti, sehingga informasi tersebut tidak dapat ditafsirkan atas obyek yang lain.

Untuk memberikan informasi yang unik, selain harus ditunjukkan dengan gambar juga harus memuat penjelasan yang lengkap. Dalam praktek untuk memperoleh informasi yang spesifik ini dilakukan pengukuran kadastral yang cermat dan teliti sehingga dapat digunakan untuk pengembalian batas jika suatu saat patok bidang tanahnya hilang atau bergeser, batas-batas bidang tanah yang diukur ditetapkan secara kontradiktur delimitasi, pemberian NIB serta penyajiannya kartografis yang menjelaskan tidak ada bidang tanah yang bertampalan, dan sebagainya.

Bidang tanah adalah bagian permukaan bumi yang merupakan satuan bidang yang terbatas. Jelaslah disini bahwa bidang tanah hanya merupakan bagian dari permukaan bumi, namun untuk penggunaan dan pemanfaatan bidang tanah tersebut meliputi ruang udara di atasnya dan tubuh bumi di bawahnya.

Adapun informasi yang diperlukan untuk dapat menjelaskan data fisik agar unik dan spesifik antara lain:

Informasi tentang Letak Bidang Tanah

Keterangan letak suatu bidang tanah, harus dapat menjelaskan tempatnya secara administratif dan secara geografis. Secara administratif penunjukkan letak bidang tanah dilakukan dengan menguraikan alamat, misalnya terletak di provinsi, kabupaten atau kota, kecamatan dan desa mana. Sedangkan letak bidang tanah secara geografis dapat dilihat dari peta atau sketsa lokasi.

Dengan bantuan peta, letak suatu bidang tanah dapat tergambarkan dengan jelas posisinya secara relative terhadap benda-benda yang lain, karena peta merupakan gambaran dari permukaan bumi, serta secara matematika letak suatu bidang tanah ditunjukkan dengan koordinat titik-titik batas bidang tanahnya.

Untuk memperoleh/menunjukkan kepastian letak suatu bidang tanah di lapangan setiap bidang tanah yang diukur wajib diikatkan pada titik-titik tetap/permanen misalnya titik dasar teknik. Letak tanah dapat ditunjukkan dalam peta pendaftaran, yaitu peta yang menggambarkan bidang-bidang tanah untuk keperluan pembukuan hak yang dibuat dengan bentuk lembar-lembar peta untuk setiap desa/kelurahan.

Sedangkan untuk satuan rumah susun, letaknya dijelaskan dengan letak bidang tanah yang merupakan hak bersama dan Gambar Denah tingkat satuan rumah susun.

Informasi tentang Batas Bidang Tanah

Informasi mengenai batas-batas bidang tanah, sebagimana Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, menjelaskan bahwa untuk memperoleh data fisik yang diperlukan bagi pendaftaran tanah, bidang-bidang tanah yang akan dipetakan, diukur setelah ditetapkan letaknya, batas-batasnya dan menurut keperluannya ditempatkan tanda-tanda batas di setiap sudut bidang tanah yang bersangkutan.

Bentuk, ukuran dan jenisnya, apakah dari pipa besi, pipa paralon, kayu besi, tugu dari batu bata, serta teknis penempatan tanda-tanda batas diatur dalam Pasal 22 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang dibedakan berdasarkan luas bidang tanah yaitu kurang dari 10 hektar dan lebih dari 10 hektar.

Untuk bidang tanah yang luasnya kurang dari 10 ha, dipergunakan tanda-tanda batas sebagai berikut:

a.       Pipa besi atau batang besi, panjang sekurang-kurangnya 100 cm dan bergaris tengah sekurang-kurangnya 5 cm, dimasukkan ke dalam tanah sepanjang 80 cm, sedang selebihnya 20 cm diberi tutup dan dicat merah, atau

b.      Pipa paralon yang diisi dengan beton (pasir campur kerikil dan semen) panjang sekurang-kurangnya 100 cm dan bergaris tengah sekurang kurangnya 5 cm, dimasukkan ke dalam tanah sepanjang 80 cm, sedang selebihnya 20 cm dicat merah, atau

c.       Kayu besi, bengkirai, jati dan kayu lainnya yang kuat dengan Panjang sekurang-kurangnya 100 cm lebar kayu sekurang-kurangnya 7,5 cm, dimasukkan ke dalam tanah sepanjang 80 cm, sedang selebihnya 20 cm di permukaan tanah di cat merah, dengan ketentuan bahwa untuk di daerah rawa panjangnya kayu tersebut sekurang-kurangnya 1,5 m dan lebar sekurang-kurangnya 10 cm, yang 1 m dimasukkan ke dalam tanah, sedang yang muncul di permukaan tanah dicat merah. Pada kira-kira 0,2 m dari ujung bawah terlebih dulu dipasang dua potong kayu sejenis dengan ukuran sekurang-kurangnya 0,05 x 0,05 x 0,70 m yang merupakan salib; atau

d.      Tugu dari batu bata atau batako yang dilapis dengan semen yang besarnya sekurang-kurangnya 0,20 m x 0,20 m dan tinggi sekurang-kurangnya 0,40 m, yang setengahnya dimasukkan ke dalam tanah, atau

e.       Tugu dari beton, batu kali atau granit dipahat sekurang- kurangnya sebesar 0,10 m persegi dan panjang 0,50 m, yang 0,40 m dimasukkan ke dalam tanah, dengan ketentuan bahwa apabila tanda batas itu terbuat dari beton di tengah-tengahnya dipasang paku atau besi.

Untuk bidang tanah yang luasnya 10 ha atau lebih dipergunakan tanda-tanda batas sebagai berikut :

a.       Pipa besi panjang sekurang-kurangnya 1,5 m bergaris tengah sekurang-kurangnya 10 cm, dimasukkan ke dalam tanah sepanjang 1 m, sedang selebihnya diberi tutup besi dan dicat merah, atau

b.      Besi balok dengan panjang sekurang-kurangnya 1,5 m dan lebar sekurang-kurangnya 10 cm, dimasukkan ke dalam tanah sepanjang 1 m, pada bagian yang muncul di atas tanah dicat merah, atau

c.       Kayu besi, bengkirai, jati dan kayu lainnya yang kuat dengan Panjang sekurang-kurangnya 1,5 m lebar kayu sekurang-kurangnya 10 cm, dimasukkan ke dalam tanah sepanjang 1 m, pada kira-kira 20 cm dari ujung bawah dipasang 2 potong kayu sejenis yang merupakan salib , dengan ukuran sekurang- kurangnya 0,05 x 0,05 x 0,7m;Pada bagian atas yang muncul di atas tanah dicat merah; atau

d.      Tugu dari batu bata atau batako yang dilapis dengan semen atau beton yang besarnya sekurang-kurangnya 0,30 m x 0,30 m dari tinggi sekurang-kurangnya 0,60 m, dan berdiri di atas batu dasar yang dimasukkan ke dalam tanah sekurang-kurangnya berukuran 0,70 x 0,70 x 0,40m, atau

e.       Pipa paralon yang diisi dengan beton dengan panjang sekurang-kurangnya 1,5 m dan diameter sekurang-kurangnya 10 cm, yang dimasukkan ke dalam tanah sepanjang 1 m, dan yang muncul di atas tanah dicat merah.

Hal ini jelas bahwa informasi tentang batas bidang tanah dapat diperoleh setelah dilakukan pengukuran di lapangan. Sedangkan pengukuran dilakukan setelah batas bidang tanah ditetapkan. Penetapan batas dilakukan setelah pemilik tanah memasang tanda-tanda batas. Untuk sudut-sudut batas bidang tanah yang sudah jelas letaknya, karena ditandai oleh benda-benda yang terpasang secara tetap seperti pagar beton, tembok, tugu/patok penguat pagar kawat, tidak harus dipasang tanda batas lagi.

Untuk bidang tanah yang sudah terdaftar, keterangan mengenai batas bidang tanah dimuat dalam Gambar Ukur (GU) dan Surat Ukur (SU), bahkan di dalam GU harus dimuat angka-angka ukur dan titik-titik ikat yang digunakan untuk pengikatan bidang, agar dikemudian hari, jika tanda-tanda batas tersebut tidak ditemukan lagi di lapangan, ukuran batas bidang tanah dapat dikembalikan lagi (direkonstruksi).

Informasi tentang Luas Tanah

Informasi tentang luas bidang tanah yang sudah terdaftar diperlukan dalam memberikan penilaian dan menentukan ukuran bidang tanah tersebut. Luas tanah tidak didapat secara langsung dari lapangan, tetapi merupakan hasil pengolahan (penghitungan, penggambaran dan pemetaan) dari pekerjaan pengukuran. Informasi luas tanah, antara lain disajikan dalam sertipikat, buku tanah dan surat ukur dalam bentuk angka dengan satuan luas, dan dijelaskan dengan huruf.

Informasi tentang Bangunan

Bangunan yang terdapat dalam suatu bidang tanah, digambarkan dalam gambar ukur. Keterangan tentang adanya bangunan di atas tanah yang sudah terdaftar, dijelaskan pada surat ukur kolom keadaan tanah. Penjelasan mengenai bangunan dapat dengan beberapa cara, diantaranya ada yang menjelaskan kondisi fisik bangunannya, misalnya lantai, dinding dan atapnya dan ada pula yang menjelaskan penggunaannya.

Prosedur Permohonan Baru Hak Milik

Apabila Permohonan Baru tersebut melalui Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Tahun 2022, blangko isian atau yang dokumen-dokumen yang dibutuhkan adalah:

1.        Formulir Pendaftaran;

2.       Surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah;

3.      Surat pernyataan pemasangan tanda batas;

4.       Surat pernyataan tanah tidak dalam sengketa;

5.       Surat pernyataan BPHTB terhutang;

6.      Surat pernyataan PPh terhutang;

7.       Risalah penelitian data yuridis dan dan penetapan batas;

8.      Risalah penelitian data yuridis.

Kelengkapan dokumen lainnya:

1.        Surat Kuasa apabila dikuasakan;

2.       Fotokopi identitas pemohon (KTP,KK), saksi-saksi dan kuasa apabila dikuasakan;

3.      Bukti pemilikan tanah/alas hak milik adat/bekas milik adat;

4.       Fotokopi SPPT dan PBB tahun berjalan;

5.       Bukti SSB (BPHTB);

6.      Bukti SSP/PPh sesuai dengan ketentuan;

7.       Foto tanda batas/tugu/patok yang telah terpasang dengan koordinat lokasi bidang tanah.

Jangan juga lupa menyiapkan Kartu BPJS Kesehatan apabila Anda memperoleh tanah tersebut berdasarkan Jual Beli sebagaimana ketentuan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, yang menyebutkan mengharuskan bahwa Setiap Pelayanan Publik Salah Satunya Pelayanan Pertanahan Peralihan Hak Atas Tanah Karena Jual Beli. Wajib Melampirkan Kartu BPJS Kesehatan. Untuk lebih lengkapnya Anda dapat langsung datang ke Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) di Kabupaten/Kota Anda tanya di bagian loket yang tersedia untuk menanyakan informasi terkait.

Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia yang ada di sini. Terima Kasih.

Formulir Isian