Ilustrasi Prosedur Pemeriksaan Sidang di Pengadilan |
Eksistensi “Putusan Hakim” atau lazimnya disebut juga
dengan “Putusan Pengadilan”, adalah ending atau akhir dari
suatu perkara pidana yang telah diperiksa. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal
1 Angka 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau
disebut dengan “KUHAP”, menyebutkan:
“Putusan
pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan
terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala
tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang
ini.”
Dari pasal tersebut terdapat 3 (tiga) produk putusan
hakim yang disebut dengan putusan pengadilan antara lain:
1.
Putusan
Pemidanaan;
2.
Putusan Bebas;
atau
3.
Putusan Lepas.
Menurut Lilik Mulyadi[1],
ia memformulasikan bahwa pada hakikatnya “Putusan Hakim” itu merupakan sebagai
berikut:
Putusan yang Diucapkan dalam Persidangan Perkara Pidana yang Terbuka untuk Umum
Pada konteks ini, putusan yangdiucapkan hakim karena
jabatannya (ambtshalve) dalam artian hakim diberi wewenang oleh
peraturan perundang-undangan untuk mengadili perkara. (vide Pasal
1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana)
Putusan hakim itu yang kemudian haruslah diucapkan
dalam persidangan yang terbuka untuk umum sehingga sah dan mempunyai kekuatan
hukum (vide Pasal 195 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana jo. Pasal 13 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman jo. Pasal
40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung)
Putusan Dijatuhkan Setelah Melalui Proses dan Prosedural Hukum Acara Pidana pada Umumnya
Sebelum hakim membuat putusan hukum pidana, sebuah
perkara telah melalui tahapan-tahapan yang diatur dalam Pedoman Pelaksanaan
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Dimulai dengan penyidikan yang
dilakukan oleh polisi dan penuntutan oleh jaksa, baru kemudian perkara yang
telah memenuhi persyaratan dilimpahkan ke pengadilan negeri.
Perkara yang telah memenuhi segala persyaratan
kemudian disidangkan. Secara umum jalannya persidangan (setelah sidang dibuka
oleh ketua majelis hakim) adalah pembacaan dakwaan jaksa, kemudian pembela
dapat mengajukan eksepsinya jika ada), jaksa mempelajari dan menjawab eksepsi
pembela, hakim memutuskan eksepsi pembela, keterangan saksi (termasuk saksi
korban, dan saksi ahli), keterangan terdakwa, pengajuan bukti, tuntutan jaksa/requistoir,
pembelaan/pledooi atau clementie/klemensi, replik,
duplik, re-replik, re-duplik, musyawarah hakim, dan putusan hakim.
Berisikan Ammar Pemidanaan atau Bebas atau Pelepasan dari Segala Tuntutan Hukum
Bahwa sebagaimana yang sudah kami jelaskan di atas
dalam perkara pidana ammarnya hanya mempunyai 3 (tiga) sifat yaitu:
1.
Een
Veroordeling, jika pengadilan
berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan
kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana. (vide Pasal
193 ayat (1) KUHAP)
2.
Een
Vrijspraak, Jika pengadilan
berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas
perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan,
maka terdakwa diputus bebas. (vide Pasal 191 ayat (1) KUHAP)
3.
Ontslag van
alle rechtsvervolging, Jika
pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa
terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka
terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum. (vide Pasal
191 ayat (2) KUHAP)
Bentuk Putusan Perkara Pidana
Bahwa sejak Selasa, 10 Oktober 2017, berdasarkan Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 103/PUU-XIV/2016 dinyatakan bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara
bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “surat
putusan pemidanaan memuat” tidak dimaknai “surat putusan
pemidanaan di pengadilan tingkat pertama memuat”, sehingga Pasal
197 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana menjadi
berbunyi:
Surat putusan pemidanaan di pengadilan tingkat pertama
memuat:
a.
kepala putusan
yang dituliskan berbunyi: “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”;
b.
nama lengkap,
tempat lahir, umur atau tanggal, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal,
agama dan pekerjaan terdakwa;
c.
dakwaan,
sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;
d.
pertimbangan yang
disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat-pembuktian yang
diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan
terdakwa;
e.
tuntutan pidana,
sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan;
f.
pasal peraturan
perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal
peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai
keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa;
g.
hari dan tanggal
diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim
tunggal;
h.
pernyataan
kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak
pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang
dijatuhkan;
i.
ketentuan kepada
siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan
ketentuan mengenai barang bukti;
j.
keterangan bahwa
seluruh surat ternyata palsu atau keterangan di mana letaknya kepalsuan itu,
jika terdapat surat otentik dianggap palsu;
k.
perintah supaya
terdakwa ditahan atau tetap dalam ‘tahanan atau dibebaskan;
l.
hari dan tanggal
putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan nama panitera.
Contoh Putusan Pemidanaan
Kami mengambil contoh, sebagaimana Putusan
Mahkamah Agung Nomor 170 K/Pid/2014 yang menyebutkan bahwa:
“Bahwa
alasan kasasi Penuntut Umum tidak dapat dibenarkan, karena putusan Judex Factie
Pengadilan Tinggi yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri adalah putusan yang
telah mempertimbangkan pasal aturan hukum surat dakwaan secara tepat dan benar
berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap dan sesuai dengan alat bukti yang
diajukan di muka sidang, yaitu Terdakwa telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana: Penadahan sebagaimana diatur
dan diancam pidana dalam Pasal 480 Ke-1 KUHP.”
Contoh Putusan Bebas
Sebagaimana Putusan Pengadilan Negeri
Cibinong Nomor 108/Pid.Sus/2020/PN.Cbi, yang menyatakan bahwa
dalam pertimbangan hukumnya:
“Menimbang,
bahwa oleh karena salah satu unsur dari Pasal 185 ayat (1) jo. Pasal 90
ayat (1) UU RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dinyatakan
tidak terbukti menurut hukum dan keyakinan, maka dengan tidak terpenuhinya
salah satu unsur dari pasal yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum tersebut,
Terdakwa tidak dapat dipersalahkan melakukan tindak pidana sebagaimana yang
didakwakan kepadanya oleh Jaksa Penuntut Umum dalam Dakwaan Tunggal tersebut di
atas. Oleh karenanya maka sesuai ketentuan Pasal 191 ayat (1) KUHAP Terdakwa
harus dibebaskan dari Dakwaan Penuntut Umum tersebut (vrijspraak);
Menimbang, bahwa karena Terdakwa dibebaskan, maka sesuai ketentuan Pasal 97
ayat (1) KUHAP kepadanya harus diberikan rehabilitasi berupa pemulihan haknya
dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya seperti semula.”
Contoh Putusan Lepas
Sebagaimana Putusan Mahkamah Agung Nomor 59
K/MIL/2018, yang menyatakan bahwa, dalam pertimbangan hukum Hakim Agung
sebagai berikut:
“Bahwa
alasan kasasi Pemohon Kasasi/Terdakwa dapat dibenarkan, karena putusan Judex
Facti Pengadilan Militer Tinggi-I Medan yang menguatkan putusan Judex
Facti/Pengadilan Militer I-04 Palembang yang menyatakan Terdakwa terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Penyalahgunaan
Narkotika Golongan I bagi diri sendiri”, dan menjatuhkan pidana kepada Terdakwa
dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan dipecat dari dinas militer,
tidak tepat dan salah menerapkan hukum. Putusan Judex Facti dibuat berdasarkan
kesimpulan dan pertimbangan hukum yang tidak berdasarkan pada fakta hukum yang
relevan secara yuridis dengan tepat dan benar; Bahwa sesuai fakta hukum yang
terungkap di persidangan, ternyata dari hasil keterangan Ketua Panitia Penguji
Badan Personil TNI AD (PPBP AD) Daerah Palembang Nomor B/07/II/2016 menerangkan
bahwa Terdakwa Serda RYKKO ERLANGGA didiagnosa “skizofrenia paranoid” Stakes 3p
yang artinya, suatu penyakit yang kronis ketika seseorang kehilangan kontak
dengan kenyataan/realitas (psikosis). Gambaran umumnya ialah adanya delusi
(waham) dan mendengar hal-hal yang tidak nyata, dan disarankan untuk
kontrol/berobat rutin ke Dokter Spesialis Kejiwaan.”
M E N G A D I L I:
-
Mengabulkan
permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Terdakwa RYKKO ERLANGGA
Serda/21110260151290 tersebut;
-
Membatalkan
Putusan Pengadilan Militer Tinggi-I Medan Nomor 220-K/PMT-I/BDG/AD/XI/2017
tanggal 28 November 2017 yang menguatkan Putusan Pengadilan Militer I-04
Palembang Nomor 79-K/PM I-04/AD/VII/2017 tanggal 03 Oktober 2017.
MENGADILI SENDIRI:
1.
Menyatakan
Terdakwa RYKKO ERLANGGA, Serda NRP 21110260151-290 terbukti melakukan perbuatan
sebagaimana didakwakan, akan tetapi perbuatan tersebut tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepadanya;
2.
Melepaskan
Terdakwa oleh karena itu dari segala tuntutan hukum (ontslag van
rechtsvervolging).
3. Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.
Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami
persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau
melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia
yang ada di sini. Terima
Kasih.
[1] Lilik Mulyadi, “Hukum Acara Pidana
Normatif, Teoretis, Praktik, dan Permasalahannya”, (Bandung: PT Alumni, 2007),
203-204.