layananhukum

Hak Pekerja dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Pada Saat Masa Percobaan Kerja

Ilustrasi PHK
 

Pertanyaan

Izin bertanya pak, saya pekerja yang bekerja sebagai guru yang dijanjikan dalam 3 (tiga) bulan bekerja dengan probation dan sudah menandatangani PKWT dari perusahaan dengan gaji perbulan Rp. 500.000,- dengan fee yang saya dapatkan setiap mendapatkan penilaian bagus dari murid Rp. 700.000,- yang sifatnya tidak tetap. Akan tetapi, sebelum bulan ketiga selesainya masa probation saya mendapatkan surat yang menyatakan bahwa perusahaan tidak akan melanjutkan perjanjian kerjanya karena perusahaan sedang melakukan efisiensi dan tidak hanya saya yang mendapatkan surat tersebut, bagaimana dengan hak saya? Apakah saya dapat meminta pesangon atau sisa dari kontrak kerja saya yang belum selesai? Terima kasih.

Jawaban Singkat

Untuk mengetahui hak apa yang Anda terima, baiknya kita mengetahui terlebih dahulu jenis perjanjian kerja atau status Anda sebagai pekerja di perusahaan tersebut, apakah bersifat tetap atau sementara.

Sebagaimana ketentuan Pasal 81 angka 12 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengenal ada 2 (dua) macam, perjanjian kerja, antara lain:

1.        Perjanjian Kerja dibuat untuk Waktu Tertentu (PKWT); atau

2.       Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).

Yang dimaksud dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang selanjutnya disingkat PKWT adalah Perjanjian Kerja antara Pekerja/ Buruh dengan Pengusaha untuk mengadakan Hubungan Kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu. Artinya, PKWT didasarkan atas jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu.[1]

Sedangkan yang dimaksud dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu yang selanjutnya disingkat PKWTT adalah Perjanjian Kerja antara Pekerja/Buruh dengan Pengusaha untuk mengadakan Hubungan Kerja yang bersifat tetap.[2]

Terkhusus untuk PKWT, PKWT harus dicatatkan oleh Pengusaha pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan secara daring paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak penandatanganan PKWT. Dalam hal pencatatan PKWT secara daring belum tersedia maka pencatatan PKWT dilakukan oleh Pengusaha secara tertulis di dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota, paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak penandatanganan PKWT.[3]

Ada Masa Percobaan Kerja (probation)

Baik dalam Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang tentang Cipta Kerja, tidak memberikan definisi secara gamblang, apa yang dimaksud dengan “Masa Percobaan Kerja” atau “probation” ini.

Apabila merujuk pada ketentuan Pasal 1603 1 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa:

“Jika diperjanjikan suatu masa percobaan, maka selama waktu itu tiap pihak berwenang memutuskan hubungan kerja dengan pernyataan pemutusan. Tiap perjanjian yang menetapkan masa percobaan yang tidak sama lamanya bagi kedua belah pihak atau lebih lama dari tiga bulan dan juga tiap janji yang mengadakan suatu masa percobaan baru bagi pihak-pihak yang sama, adalah batal.”

Apabila merujuk pada ketentuan tersebut di atas, bahwa jika diperjanjikan mengenai masa percobaan dalam perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), selama waktu 3 (tiga) bulan masing-masing pihak berhak mengakhiri seketika hubungan kerjanya dengan pemberitahuan penghentian.

Kemudian, disebutkan sebagaimana ketentuan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, menyebutkan Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan dan dalam masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku.

Artinya, apabila Anda menerima probation dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan, status Anda merupakan pekerja tetap adalah benar adanya. Mengingat bahwa Perjanjian kerja untuk Waktu Tertentu (PKWT) tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja, yang mana dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud, masa percobaan kerja yang disyaratkan tersebut batal demi hukum dan masa kerja tetap dihitung.[4]

Untuk meluruskan yang dimaksudkan oleh Anda PKWT, menurut kami itu adalah Perjanjian Kerja, sebagaimana Penjelasan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, menyebutkan bahwa:  

“Syarat masa percobaan kerja harus dicantumkan dalam perjanjian kerja. Apabila perjanjian kerja dilakukan secara lisan, maka syarat masa percobaan kerja harus diberitahukan kepada pekerja yang bersangkutan dan dicantumkan dalam surat pengangkatan. Dalam hal tidak dicantumkan dalam perjanjian kerja atau dalam surat pengangkatan, maka ketentuan masa percobaan kerja dianggap tidak ada.”

Perjanjian kerja di sini, adalah perjanjian kerja sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang menyebutkan bahwa:

“Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya memuat:

a.       nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;

b.      nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;

c.       jabatan atau jenis pekerjaan;

d.      tempat pekerjaan;

e.       besarnya upah dan cara pembayarannya;

f.        syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;

g.      mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;

h.      tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan

i.        tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.”

Perjanjian kerja di atas, sekali lagi itu merupakan format umum perjanjian kerja baik untuk PKWT dan PKWTT yang mana terkhusus untuk perjanjian kerja yang sifatnya PKWTT yang mencantumkan adanya masa percobaan wajib menyebutkan syarat masa percobaan kerja di dalamnya.

PHK Terhadap Pekerja PKWTT dalam Masa Percobaan

Dalam hal Anda dipekerjakan secara PKWTT yang sedang dalam masa percobaan, dan Anda mengalami PHK secara sepihak atau Anda mengundurkan diri sebagai pekerja maka tidak ada pesagon, penghargaan masa kerja, perggantian hak, atau pun kompensasi dan nama lainnya bagi Anda yang diputus hubungan kerjanya (PHK) atau memutuskan hubungan kerjanya dalam masa percobaan.

Pada umumnya perusahaan menerapkan masa percobaan untuk melihat apakah kemampuan pekerja tersebut memenuhi standar perusahaan atau tidak. Apabila pekerja tersebut tidak memenuhi standar yang dibutuhkan perusahaan, maka apabila masa percobaan selesai dan perusahaan tidak mau mempekerjakan pekerja lebih lanjut, perusahaan berhak mengakhiri PKWTT pekerja.

Dalam hal ini perusahaan tidak wajib memberikan uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak, mengingat tidak terdapat satu pun aturan yang mengharuskan perusahaan untuk membayar sejumlah uang tertentu pada Anda. Apabila PHK di pertengahan masa percobaan seperti dalam pertanyaan Anda, peraturan perundang-undangan tidak mengatur secara rinci mengenai hal tersebut. Masa percobaan bukanlah kontrak kerja akan tetapi merupakan syarat untuk dianggap, oleh karenanya itulah pentingnya dituangkannya syarat tersebut dalam perjanjian tertulis, apabila dilakukan lisan maka dicantumkan dalam surat pengangkatan. Sehingga tidak mengenal adanya sisa upah dari sisa masa percobaan yang belum dijalani. Dalam masa percobaan, para pihak dapat mengakhiri hubungan kerja. Sehingga menurut hemat kami, perusahaan Anda tidak diwajibkan untuk membayar sisa gajinya selama 1 bulan.

Upah yang Diterima Selama Masa Percobaan Kerja

Sebagaimana yang sudah kami jelaskan di atas tadi, bahwa dalam masa percobaan kerja pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku.[5] Undang-Undang tidak menjelaskan apakah upah tersebut dapat dibayarkan 80% dari upah terlebih dahulu, atau 50% dari upah, yang penting jadi titik tekannya adalah dilarang membayar upah selama bekerja tersebut di bawah upah minimum yang berlaku.

Dijelaskan juga bahwa Upah minimum merupakan Upah bulanan terendah yaitu:

1.        Upah tanpa tunjangan; atau

2.       Upah pokok dan tunjangan tetap.

Dalam hal komponen Upah di Perusahaan terdiri atas Upah pokok dan tunjangan tidak tetap, Upah pokok paling sedikit sebesar Upah minimum. Pengusaha dilarang membayar Upah lebih rendah dari Upah minimum.[6]

Upah minimum terdiri atas:

1.        Upah minimum provinsi;

2.       Upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu.[7]

Ketika Anda dibayar dengan Rp. 500.000,- kami belum menemukan dimana ada upah minimum dengan begitu kecil tersebut, apabila dilihat dari komponen upah Anda juga yaitu upah pokok dan tunjangan tidak tetap (Rp. 700.000,-), yang mana itu tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

Menurut hemat kami, sebagaimana ketentuan Pasal 52 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, menyebutkan bahwa Pekerja/Buruh atau kuasa yang ditunjuk secara sah berhak meminta keterangan mengenai Upah untuk dirinya dalam hal keterangan terkait Upah tersebut hanya dapat diperoleh melalui dokumen Perusahaan.

Namun, permintaan keterangan sebagaimana dimaksud tidak berhasil maka Pekerja/Buruh atau kuasa yang ditunjuk berhak meminta bantuan kepada Pengawas Ketenagakerjaan (Wasnaker).

Oleh karenanya dapat dengan membuat pengaduan ke Pengawas Ketenagakerjaan (Wasnaker) tempat Anda berada sebagaimana ketentuan Pasal 80 ayat (2)  a Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, mengenai pemenuhan hak-hak normative Anda yang belum dibayarkan secara lunas atau sepenuhnya oleh pihak perusahaan.

Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia yang ada di sini. Terima Kasih.


[1] vide Pasal 1 Angka 10 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.

[2] vide Pasal 1 Angka 11 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.

[3] vide Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.

[4] vide Pasal 81 angka 12 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo. Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.

[5] vide Pasal 60 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

[6] vide Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

[7] vide Pasal 25 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

Formulir Isian