layananhukum

Aturan Hukum Pemaksaan Pelacuran: Perempuan Dijual Pacar Melalui Aplikasi MiChat

Ilustrasi Prostitusi Online, by wartapontianak.pikiran-rakyat.com/
 

Dengan mengutip InsidePontianak.com, Kasatreskrim Polresta Pontianak Kota, Kompol Indra Asrianto menyebut, pelaku persetubuhan dan eksploitasi anak di Pontianak berinisal FK (20) menjual pacarnya kepada pria hidung belang di aplikasi MiChat. Pelaku pasang tarif Rp 700 ribu untuk sekali kencan. FK diketahui dua kali berhasil menjual pacarnya tersebut.

Kompol Indra Asrianto juga mengatakan, sebelum menjajakkan sang pacar, pelaku lebih dahulu melakukan persetubuhan. Belakangan, perbuatan bejat itu terbongkar. Keluarga korban tak terima. Lantas melaporkan pelaku ke Satreskrim Polresta Pontianak Kota.

Dari laporan itu lah pelaku ditangkap di Jalan Tanjung Pura, Kecamatan Pontianak Selatan, Senin (8/8/2022). Kini pelaku sudah ditahan. Juga sudah jadi tersangka.

Baca Juga: “Ketentuan Pidana Pelecehan Seksual di Ruang Publik”

Menurut KPAI, MiChat paling sering disalahgunakan dalam kasus prostitusi anak. Modusnya, muncikari menawarkan anak di bawah umur kepada pria hidung belang melalui aplikasi tersebut. Atas dasar itu, KPAI meminta pemerintah mengevaluasi penggunaan MiChat.

Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, 35 kasus eksploitasi seksual, perdagangan, dan pekerja anak terjadi selama Januari-April 2021. Dari jumlah tersebut, 60% di antaranya dilakukan melalui medium daring (online).

Aplikasi MiChat menjadi medium online yang paling banyak dipakai dalam kasus eksploitasi seksual, perdagangan, dan pekerja anak, yakni 41%. Posisinya diikuti oleh WhatsApp dan Facebook dengan persentase masing-masing sebesar 21% dan 17%.

RedDoorz juga banyak dipakai sebagai medium online dalam kasus eksploitasi seksual, perdagangan, dan pekerja anak, yakni 4%. Sedangkan, ada 17% medium online lainnya yang tidak diketahui dalam kasus tersebut.

Grafik:

Sebagaimana fenomena di atas yang mana korbannya adalah anak maka berlakulah ketentuan yang bersifat khusus yang mengaturnya yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Yang mana sebagaimana ketentuan Pasal yang tersebut di atas, dapat dikenakan ketentuan Pasal 76D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang menyebutkan:

“Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.”

Yang mana ancaman pidananya sebagaimana ketentuan Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah ditetapkan sebagai Undang-Undang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang, ialah:

“Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).”

Selain ketentuan pasal tersebut di atas, dapat juga dikenakan ketentuan Pasal 76I Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang menyebutkan:

“Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap Anak.”

Adapun Pasal 88 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menyebutkan untuk ancaman pidanaya:

“Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76I, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).”

Kemudian yang dimaksud dengan “dieksploitasi secara ekonomi” adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan Anak yang menjadi korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan Anak oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan materiil.

Sedangkan, Yang dimaksud dengan “dieksploitasi secara seksual” adalah segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari Anak untuk mendapatkan keuntungan, termasuk tetapi tidak terbatas pada semua kegiatan pelacuran dan pencabulan.

Baca Juga: “Klasifikasi Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Menurut Hukum Secara Umum”

Atau selain ketentuan di atas, ada beberapa ketentuan yang dapat dikenakan, antara lain sebagaimana ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf f Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, yang menyebutkan terkait “Tindak Pidana Pemaksaan Pelacuran”, walau pun untuk tindak pidana ini kami belum menemukan ancaman pidananya dalam Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Selajutnya, ketentuan Pasal 296 KUHP dan/atau Pasal 506 KUHP, yang masing-masing berbunyi:

Pasal 296 KUHP:

“Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satin tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah.”

Sebagai contoh, pengenaan Pasal tersebut dapat dilihat berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 199/Pid.B/2021/PN.Bdg, yang menyatakan bahwa Terdakwa mengiklankan Saksi RAFHELYA AURA MATAHATI di media sosial Michat untuk melayani tamu untuk bersetubuh dengan nama akun Michat MIA dengan tarif seharga Rp 400.000,- (empat ratus ribu rupiah) sampai dengan Rp 800.000,- (delapan ratus ribu rupiah) dan Saksi NADYA RIZQY RAMADHANI diiklankan oleh Terdakwa di akun sosial media Michat Lite dengan nama CLAUDYA untuk pijat massage dengan tarif Rp 250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah. Yang kemudian, menyatakan Terdakwa DERI INDRIYANA terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagai mata pencaharian mempermudah dilakukannya perbuatan melanggar kesusilaan oleh orang lain dengan orang ketiga.

Sedangkan, Pasal 506 KUHP, berbunyi demikian:

“Barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai pencarian, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun.”

Sebagaimana Putusan Pengadilan Negeri Malang Nomor 264/Pid.Sus/2020/PN.Mlg, yang menyatakan bahwa terdakwa membuka postingan di aplikasi Mi Chat dengan menggunakan Handphone dengan menggunakan profil foto Perempuan, selanjutnya pada hari Jumat tanggal 20 Mei 2020 sekitar pukul 23.30 Wib terdakwa bertemu dengan saksi YUSTINUS STEIN SIAHAAN yang belum dikenal oleh terdakwa, di Loby lantai 7 Hotel Ibis Styles menanyakan terdakwa apa bisa mencarikan perempuan yang bisa memijat badannya, dijawab terdakwa hanya bisa mencarikan perempuan yang bisa diajak berhubungan badan, kemudian saksi YUSTINUS STEIN SIAHAAN meminta nomor Whatapps terdakwa, kemudian pada hari Sabtu tanggal 21 Maret 2020, sekitar pukul 03.15 Wib saksi YUSTINUS STEIN SIAHAAN mengirim pesan melalui Whatsapp dan mengatakan untuk dicarikan perempuan yang bisa diajak berhubungan badan karena Ia “kepingin”. Selanjutnya terdakwa mengirimkan foto saksi ANUGRAH DEWI KUSNIAWATI dan saksi DEVY RATNA AL INDRA melalui pesan whatapps dengan menggunakan Handphone merk XIAOMI REDME 5 warna putih kepada saksi YUSTINUS STEIN SIAHAAN kemudian terjadi deal-dealan antara terdakwa dengan Saksi YUSTINUS STEIN SIAHAAN dan akhirnya sepakat dengan harga Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) dan perempuannya adalah Saksi DEVY RATNA AL INDRA. 10 (sepuluh) menit kemudian Saksi YUSTINUS STEIN SIAHAAN mendatangi kamar 720 Hotel Ibis Styles tempat terdakwa berada dan membayar uang bookingan sebesar Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah) untuk dua orang. Lalu terdakwa arahkan saksi YUSTINUS STEIN SIAHAAN untuk pergi menuju ke kamar 723 Hotel Ibis Styles yang sudah ditentukan oleh terdakwa dan tempat dimana Saksi DEVY RATNA AL INDRA sudah siap untuk diajak berhubungan badan, dan beberapa saat kemudian terdakwa ditangkap oleh Petugas Polsek Blimbing pada saat keluar kamar 720 dilakukan penggeledahan ditemukan barang bukti uang tunai Rp. 500.000, 1 (satu) unit HP merk XIAOMI, kartu ATM an. ERVIN dan 11 buah kondom, kemudian terdakwa introgasi adapun komisi yang didapat oleh Terdakwa ERVIN DWI BINTARA Alias ERVIN Bin UNTUNG SLAMET SUHARIYONO dari menarik keuntungan jasa pelayanan seks tersebut adalah sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) apabila tarif yang disepakati adalah Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah), sedangkan apabila tarif yang disepakati adalah Rp. 600.000,- (enam ratus ribu rupiah).

Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 27 Ayat (1) jo. Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (“UU ITE”)

Pasal 27 ayat (1), menyebutkan:

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.”

Pasal 45 ayat (1), kemudian menyebutkan:

“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (l) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).”

Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami persoalaan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia yang ada di sini. Terima Kasih.

Formulir Isian