Ilustrasi Revenge Porn |
Pertanyaan
Saya diancam pacar saya
berdasarkan bukti chat berikut ini:
Apa yang harus saya lakukan dan langkah hukum yang
dapat saya tempuh? Mohon pendapat hukumnya…
Jawaban Singkat
Pertama-tama mari lihat dulu definisi atau apa yang
dimaksud dengan revenge porn itu terlebih dahulu. Menurut
Edwar W. Dunbar[1] menyebutkan:
“revenge
porn refers to images posted with deliberate and malevolent intent to hurt,
punish, and humiliate.”
Sederhananya, bahwa revenge porn adalah
mengacu pada gambar yang diposting dengan sengaja dan niat jahat untuk
menyakiti, menghukum, dan mempermalukan seseorang. Lebih lanjut Edwar
menjelaskan bahwa dalam survei tahun 2017 menjelaskan, bahwa 30%
pornografi non-consensual berupa revenge porn
dilakukan karena merasa “kesal dengan korban karena selingkuh”, “keinginan
melakukan pelecehan, atau adanya konflik internal” (17%), “karena itu membuat
pelaku merasa lebih baik secara psikis” (11%), untuk mendapatkan komentar
internet dan upvotes (6%), “untuk menghancurkan kehidupan
korban atau untuk menghukum putus cinta,” (1%) Langlois dan Slane (2017)
menyatakan bahwa revenge porn juga diposting “untuk peretasan
eksploitasi atau hiburan semata”, mereka juga menemukan bahwa pelaku “mengaku
bahwa sebagai seorang kekasih dan sering mengungkapkan harapan untuk
mendapatkan beberapa bentuk justifikasi secara sosial untuk membalas dendam
atas perselingkuhan (getting revenge for cheating), promiscuiry,
dan pasangan yang doyan berbohong pada pasangannya”, dan “telah melakukan
kesalahan”. Oleh karenanya, revenge porn merupakan bagian dari
agresi instrumental.
Ini bertujuan yang diarahkan pada sasaran yang
membutuhkan perencanaan dan pemikiran yang rapi. Lebih lanjut menurut Edwar W.
Dunbar[2] bahwa
pemicu untuk melakukan revenge porn, biasanya, karena penolakan
wanita terhadap pasangannya melalui perpisahan atau perselingkuhan, dan
karenanya timbul keinginan pasangan untuk menghukum dan membalas. Pelaku sadar
dengan baik bahwa mereka mengalihdayakan kebencian mereka bahwa orang lain akan
mengambil gambar dan mengabadikannya sebagai jejak yang akan terus membekas dan
abadi, karena hal itu juga dapat menyebabkan lebih banyak kerusakan terhadap
korban.
Beberapa petunjuk tentang motivasi dan sifat pelaku
inilah yang kemudian dapat diturunkan dari literatur tentang agresi fisik dan
emosional ke dalam hubungan intim secara umum, termasuk agresi yang
dimanifestasikan melalui internet. Sungguh mengerikan.
Perlu diketahui bahwa terdapat larangan mendistribusikan dan/atau mentransmisikan muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yaitu dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
Pengenaan pasal ini berlaku apabila, pacar Anda
mengirimkan dan/atau menyebarkan muatan (video Anda tersebut) yang melanggar
kesusilaan kepada banyak Orang atau berbagai pihak melalui sistem elektronik.
Misalnya melalui via grup WhatsApp, atau website tertentu, agar dapat diakses
banyak orang, maka itu memenuhi unsur “mendistribusikan”. Sedangkan apabila
pelaku, pacar Anda hanya mengirimkan Informasi video asusila yang telah ia
rekam tersebut yang ditujukan kepada satu pihak lain melalui sistem elektronik.
Maka, unsur “mentransmisikan” juga terpenuhi, sebagai suatu delik yang
merupakan larangan dari ketentuan perundang-undangan.
Contoh kasus, penyebarluasan terhadap video yang
bermuatan asusila ini terdapat dalam Putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Barat Nomor 1641/Pid.Sus/2019/PN Jkt.Brt, tanggal 18 Desember 2019
yang mana video tersebut viral oleh karena disebarkan, yang mana menyatakan
Terdakwa R. Muhammad Nur Ikhsan alias Bagas terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana secara tanpa hak atau melawan hukum
mendistribusikan dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan
atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Selain dalam Undang-Undang tentang ITE di atas,
terdapat ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf i jo. Pasal
14 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak
Pidana Kekerasan Seksual (“UU TPKS”), yang menyebutkan ketentuan
mengenai “Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik”, disebutkan bahwa:
“Setiap
Orang yang tanpa hak:
a.
melakukan
perekaman dan/ atau mengambil gambar atau tangkapan layar yang bermuatan
seksual di luar kehendak atau tanpa persetujuan orang yang menjadi objek
perekaman atau gambar atau tangkapan layar;
b.
mentransmisikan
informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik yang bermuatan seksual di
luar kehendak penerima yang ditujukan terhadap keinginan seksual; dan/atau
c.
melakukan
penguntitan dan/ atau pelacakan menggunakan sistem elektronik terhadap orang
yang menjadi obyek dalam informasi/dokumen elektronik untuk tujuan seksual,
dipidana karena melakukan kekerasan seksual berbasis elektronik, dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau denda paling banyak
Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).”
Selanjutnya di ayat (2) menyebutkan:
“Dalam
hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan maksud:
a.
untuk
melakukan pemerasan atau pengancaman, memaksa; atau menyesatkan dan/atau
memperdaya, seseorang supaya melakukan, membiarkan dilakukan, atau tidak
melakukan sesuatu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah).”
Selanjutnya dinyatakan bahwa setiap orang yang
memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan,
mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau
menyediakan pornografi Sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) jo. Pasal
29 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (selanjutnya
disebut sebagai “UU Pornografi”), dipidana dengan pidana penjara paling singkat
6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda
paling sedikit Rp 250.000.000,- dan paling banyak Rp 6.000.000.000,-.
Dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “membuat” adalah tidak termasuk untuk dirinya sendiri dan kepentingan sendiri.
Ini kembali mengingatkan kita pada kasus Nazriel Irham
yang pada 31 Januari 2011 Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan hukum (vonis)
pada Ariel telah melanggar Pasal 29 Undang-Undang Nomor 44 Tahun
2008 tentang Pornografi baik di tingkat Banding dan Kasasi justru
menguatkan Putusan Pengadilan Negeri. Untuk Putusan perkara yang dapat
ditemukan dengan dapat melihat Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor
1402/Pid.B/2010/PN.Bdg, tanggal 31 Januari 2011 namun yang dapat
kembali diakses untuk dilihat terpenuhi atau tidak unsur-unsur itu dapat
dilihat di sini: Sejatinya di sini, Pasal 4 ayat (1) jo. Pasal
29 UU Pornografi dalam hal laki-laki dan perempuan yang saling memberikan
persetujuan untuk perekaman video seksual mereka dan foto serta video tersebut
hanya digunakan untuk kepentingan sendiri sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan
Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi, maka tindakan pembuatan dan penyimpanan
yang dimaksud tidak termasuk dalam ruang lingkup “membuat” sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 UU Pornografi.
Berbeda jika, dalam hal laki-laki atau perempuan
mengambil gambar atau merekam hubungan seksual mereka tanpa diketahui oleh
salah satu pihak atau salah satu pasangannya, atau tanpa persetujuan mereka,
maka pembuatan video tersebut melanggar Pasal 4 ayat (1) UU
Pornografi. Oleh karenanya dalam kasus Nazriel harusnya tak dapat
dipidanakan ia karena ia hanya merekam video tersebut bukan untuk
didistribusikan dan/atau ditransmisikan atau disebarluaskan hanya untuk
konsumsi pribadi tidak dapat dipidana.
Persetujuan (consent) merupakan bagian yang
sangat vital dalam menentukan adanya pelanggaran atau tidak dalam unsur Pasal 4
ayat (1). Untuk kasus SS di atas, mengingat bahwa video diambil tanpa
sepengetahuan dari korban (perempuan) dan sudah disebarkan video unsur sudah
terpenuhi. Untuk Tindakan pemerasan atau pengancaman terhadap korban melalui
media elektronik sebagaimana dalam Pasal 27 ayat (4) jo. Pasal
Pasal 45 ayat (4) UU 19/2016 tentang Perubahan Atas UU11/2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik.
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan
dan/atau pengancaman, diancam dengan Pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 45
ayat (4) UU19/2016 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Dalam penjelasan Pasal 27 ayat (4) UU 19/2016,
ketentuan pemerasan dan/atau pengancaman yang diatur dalam Pasal 27 ayat (4) UU
ITE dan perubahannya mengacu pada pemerasan dan/atau pengancaman pada Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHPidana).
Sebagaimana Pasal 369 ayat (1) KUHPidana dan ini merupakan delik aduan, berdasarkan Putusan Hoge Raad 26 November 1888 mengatakan unsur pencemaran dan pencemaran tertulis tidak dapat dilepaskan dari pencemaran yang dimaksud dalam Pasal 310 KUHPidana.
Namun karena ada asas hukum lex specialis
derogat legi generali sesuai dengan Pasal 63 ayat (2)
KUHPidana, yaitu:
“Jika
suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam
aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.”
Selain itu juga jika perbuatan mengirimkan pesan
melalui media elektronik itu bermuatan melanggar kesusilaan tersebut
menimbulkan kerugian bagi orang lain (vide Pasal 36 UU ITE),
maka dapat dipidana berdasarkan Pasal 51 ayat (2) UU ITE.
Dapat menggugat secara perdata dengan perihal
Perbuatan Melawan Hukum (PMH) Sebagaimana Pasal 1365 KUHPerdata dan
juga Pasal 1372 KUHPerdata yang mana pemerasan tadi
berupa sudah tersebarnya video asusila tersebut yang mengakibatkan kehormatan
dan nama baik korban rusak.
Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami
persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau
melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia
yang ada di sini. Terima
Kasih.