layananhukum

Pendapat Hukum: Karyawan Teken Kontrak Kerja Kena PHK, dapat Pesangon?

Melaksanakan perundingan bipartit terlebih dahulu terkait dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan oleh PT Sumaterajaya Agro Lestari Wilayah Timur, Toba sebagaimana Permenaker Nomor 31 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Perundingan Bipartit antara para pihak. 


POKOK PERSOALAAN

1.        Apa ketentuan Hukum yang Berlaku terkait Kasus Pemutusan Hubungan Kerja antara PT Sumaterajaya Agro Lestari Wilayah Timur, Toba selaku Perusahaan atau Pemberi Kerja dan Ir. Budiono selaku pekerja atau Penerima Kerja?

2.       Status Perjanjian Kerja antara PT Sumaterajaya Agro Lestari Wilayah Timur, Toba selaku Perusahaan atau Pemberi Kerja dan Ir. Budiono selaku pekerja atau Penerima Kerja?

3.      Bagaimana pengaturan terkait Upah Penerima Kerja sebagaimana yang diterima dan kualifikasinya?

4.       Bagaimana ketentuan pekerja yang absen selama 5 (lima) hari berturut-turut tanpa alasan yang sah dan setelah Pengusaha/Pemberi Kerja melaksanakan pemanggilan 3 (tiga) kali dapat melakukan PHK, sebagai konsekuensinya  tidak mendapatkan Pesangon, UPMK, dan UPH?

5.       Apakah Pembayaran THR dilakukan sesuai dengan Keputusan Direksi dan menggunakan peraturan yang lama masih dapat diberlakukan dan apakah Pekerja masih berhak mendapatkan THR?

DASAR HUKUM

1.        Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

2.       Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;

3.      Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan;

4.       Peraturan Menteri Ketengakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan;

5.       Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 100 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu;

6.      Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor 7 Tahun 1990 tentang Pengelompokan Upah;

7.       Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2022 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.

ANALISA HUKUM

Bahwa berdasarkan Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu Nomor 02/GM/Gn.sG-Kalbar/III/2020, atas nama Ir.Budiono selaku pihak kedua adalah pekerja yang bekerja sebagai Estate Manager (EM) di PT Sumaterajaya Agro Lestari Wilayah Timur, Toba dengan status awal Staff Percobaan selama 1  (satu) tahun terhitung sejak tanggal 20 Maret 2020 sampai dengan 20 Maret 2021. Apabila selama menjadi Staff Percobaan Pihak Kedua dinilai mampu bekerja dengan sikap yang bagus dan bisa menunjukkan potensi dirinya, maka pihak kedua akan dinyatakan lulus masa percobaan dan diangkat sebagai Staff Tetap.

PERTANYAAN HUKUM:

Apa ketentuan Hukum yang Berlaku terkait Kasus Pemutusan Hubungan Kerja antara PT Sumaterajaya Agro Lestari Wilayah Timur, Toba selaku Perusahaan atau Pemberi Kerja dan Ir. Budiono selaku pekerja atau Penerima Kerja?

PENJELASAN PERTANYAAN HUKUM:

Keberlakuan Hukum Yang Digunakan

Bahwa pertama-tama sebelum lebih jauh perlu terlebih dahulu dipertegas bahwa ada beberapa catatan antara lain:

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menyatakan:

“Semua peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang yang telah diubah oleh Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dan wajib disesuaikan paling lama 3 (tiga) bulan.”[1]

Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja menyatakan:

“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.”[2]

Yaitu mulai berlaku sejak tanggal 2 Februari 2021.

Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan menyatakan:

“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.[3]

Yaitu mulai berlaku sejak tanggal 2 Februari 2021.

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 23 Tahun 2021 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Sebagai Akibat Diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Beserta Peraturan Pelaksana menyatakan:

“Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan yaitu tanggal 12 November 2021 dan berlaku surut sejak tanggal 2 Februari 2021.”[4]

Bahwa perlu kami jelaskan terkait keberlakuan suatu perundang-undang sebagaimana ketentuan-ketentuan di atas terdapat istilah yang dikenal dalam hukum (Ilmu Perundang-Undangan) dengan Transitional Provision–Overgangs Bepalingen atau disebut dengan Ketentuan Peralihan. Ketentuan Peralihan (Transitional Provision–Overgangs Bepalingen) dalam suatu Peraturan Perundang-Undangan merupakan suatu ketentuan hukum yang berfungsi untuk menjaga jangan sampai terdapat pihak-pihak yang dirugikan dengan adanya perubahan ketentuan dalam suatu Peraturan Perundang-undangan.[5]  Keberlakuaan Undang-Undang Cipta Kerja yaitu pertanggal 2 November 2020, artinya keberlakuan semua peraturan pelaksanaan Cipta Kerja paling lama 3 (tiga) bulan yaitu tanggal 2 Februari 2021 sebagaimana ketentuan Pasal 185 huruf b di atas.

Bahwa beberapa aturan yang dapat terkait dengan Pokok Persoalan sebagaimana yang akan dibahas yaitu aturan pelaksanaan Undang-Undang Cipta Kerja adalah antara lain:

1.        Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (berlaku 2 Februari 2021);

2.       Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan (berlaku 2 Februari 2021);

3.      Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 23 Tahun 2021 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Sebagai Akibat Diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Beserta Peraturan Pelaksana (berlaku pada tanggal diundangkan yaitu tanggal 12 November 2021 dan berlaku surut sejak tanggal 2 Februari 2021.)

Bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 23 Tahun 2021 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Sebagai Akibat Diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Beserta Peraturan Pelaksana, dinyatakan berlaku pada tanggal diundangkan yaitu tanggal 12 November 2021 dan berlaku surut sejak tanggal 2 Februari 2021), artinya  berlaku mundur suatu ketentuan hukum kebelakang dari tanggal dibuatnya suatu peraturan, artinya semua ketentuan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan yang sudah ada, sejak tanggal 2 Februari 2021 dan setelahnya dinyatakan tidak berlaku.

Bahwa mengingat Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu Nomor 02/GM/Gn.sG-Kalbar/III/2020 berlaku sejak tanggal ditetapkan yaitu 20 Maret 2020, yang mana saat itu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja beserta Peraturan Pelaksanaannya belum diundangkan, oleh karena ketentuan terkait dengan dasar hukum dibuatnya Pembuatan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) berlakulah sebagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan beserta Peraturan Pelaksanaannya sebelum berlakunya ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 23 Tahun 2021 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Sebagai Akibat Diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Beserta Peraturan Pelaksana di atas.

SIMPULAN

Bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.[6] Perjanjian Kerja yang dimaksud adalah Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu Nomor 02/GM/Gn.sG-Kalbar/III/2020 berlaku sejak tanggal ditetapkan yaitu 20 Maret 2020, yang mana pada saat Perjanjian Kerja itu dibuat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja beserta Peraturan Pelaksanaannya belum diundangkan, oleh karena ketentuan terkait dengan Pembuatan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) berlakulah sebagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan beserta Peraturan Pelaksanaannya.

Apa Jenis dan Sifat Perjanjian Kerja antara PT Sumaterajaya Agro Lestari Wilayah Timur, Toba selaku Perusahaan atau Pemberi Kerja dan Ir. Budiono selaku pekerja atau Penerima Kerja?

PENJELASAN PERTANYAAN HUKUM:

Jenis dan Sifat Pekerjaan yang Dilakukan Dalam Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu Nomor 02/GM/Gn.sG-Kalbar/III/2020 PKWT atau PKWTT

Bahwa menurut ketentuan perundang-undangan terkait dengan Perjanjian Kerja dibagi menjadi dua yaitu Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.[7]

Bahwa untuk Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (PKWT) didasarkan atas:

1)       Jangka waktu atau

2)      Selesainya suatu pekerjaan tertentu.[8]

Bahwa perlu diketahui juga sebagaimana perjanjian kerja pada umumnya, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) harus memenuhi syarat-syarat baik syarat materiil maupun syarat formil. Terkait syarat materiil PKWT diatur dalam Pasal 52Pasal 55Pasal 58, dan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.[9] Sedangkan syarat formil diatur dalam Pasal 54 dan Pasal 57 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.[10]

Syarat Materiil PKWT yang dimaksud adalah sebagai berikut:

-        Pasal 52 tentang Perjanjian kerja dibuat atas dasar:

a.       kesepakatan kedua belah pihak;

b.       kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;

c.       adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan

d.      pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku.

Bertentangan dengan huruf a dan b maka dapat dibatalkan, sedangkan bertentangan dengan huruf c dan d maka batal demi hukum.

-        Pasal 55 tentang Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak.

-        Pasal 58 tentang Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja. Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud, masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum.

-        Pasal 59 tentang Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu.

Syarat Formil PKWT yang dimaksud adalah sebagai berikut:

-        Pasal 54 tentang format Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis;

-        Pasal 57 tentang Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin.

Bahwa yang dimaksud dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) didasarkan atas jangka waktu adalah:

“Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.”[11]

Terkait dengan maksud perpanjangan PKWT dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.[12]

Bahwa yang dimaksud dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) didasarkan atas selesainya suatu pekerjaan tertentu yang hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;

a.       pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;

b.      pekerjaan yang bersifat musiman; atau

c.       pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.”[13]

d.      Kemudian perlu diketahui bahwa Perjanjian kerja untuk waktu tertentu (PKWT) tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.[14]

Yang dimaksud, jenis pekerjaan yang bersifat tetap adalah pekerjaan yang sifatnya terus-menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu, dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam satu perusahaan atau pekerjaan yang bukan musiman. Kemudian, pekerjaan yang bukan musiman adalah pekerjaan yang tidak bergantung cuaca atau suatu kondisi tertentu.

Jika pekerjaan itu terus-menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi, tetapi bergantung cuaca atau pekerjaan itu dibutuhkan karena adanya suatu kondisi teretntu, maka pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan musiman yang termasuk pekerjaan tetap sehingga dapat menjadi objek perjanjian kerja waktu tertentu.[15]

Bahwa menjadi pertanyaan apakah Estate Manager sebagai jabatan dengan status Staff Percobaan dari pekerjaan yang diberikan merupakan jenis pekerjaan yang masuk dalam kualifikasi Perjanjian Kerja Waktu Tertentu? Berikut penjelasannya:

Apa yang dimaksud dengan Staff Percobaan?

Hukum tidak mensyaratkan Masa Percobaan Kerja pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau Kontrak atau Pekerjaan yang Tidak Tetap[16]. Menurut ketentuan hukum bila pekerja dan perusahaan setuju untuk melakukan masa percobaan kerja bisa langsung diterapkan perusahaan untuk calon pekerja atau pekerja untuk perjanjian kerja yang bersifat tetap atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) bukan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).

Apa itu Estate Manager?

Estate Manager adalah orang yang mengelola kebun kelapa sawit yang memiliki tugas mengendalikan pekerjaan dari pekerja lain yang memiliki pekerjaan yang berbeda-beda. Apakah berdasarkan sifat dan jenisnya ini termasuk sebagaimana Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan? Menurut hemat kami sebagaimana Pasal 1 Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu Nomor 02/GM/Gn.sG-Kalbar/III/2020, Estate Manager merupakan pekerjaan yang bersifat tetap karena adanya klausul yang menyatakan bahwa “apabila selama menjadi Staff Percobaan pihak kedua dinilai mampu bekerja dengan sikap yang bagus dan bisa menunjukkan potensi dirinya, maka pihak kedua akan dinyatakan lulus masa percobaan dan diangkat sebagai Staff Tetap,”  

Bagaimana jika tetap dicantumkan (masa percobaan) dalam Perjanjian Kerja sebagaimana ketentuan Pasal 1 Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu Nomor 02/GM/Gn.sG-Kalbar/III/2020 berlaku sejak tanggal ditetapkan yaitu 20 Maret 2020 antara PT Sumaterajaya Agro Lestari Wilayah Timur, Toba selaku Perusahaan atau Pemberi Kerja dan Ir. Budiono selaku pekerja atau Penerima Kerja?

Bahwa karena disyaratkan adanya masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja yang menyebutkan:“apabila selama menjadi Staff Percobaan pihak kedua dinilai mampu bekerja dengan sikap yang bagus dan bisa menunjukkan potensi dirinya, maka pihak kedua akan dinyatakan lulus masa percobaan dan diangkat sebagai Staff Tetap, tetapi apabila sikap kerja dan potensi pihak kedua dinilai tidak bagus selama masa percobaan maka kesempatan ini dinyatakan berakhir dan pihak kedua akan diberhentikan.”

Menurut hemat kami, Masa percobaan kerja yang disyaratkan (tersebut) di atas batal demi hukum.[17]

Oleh karenanya Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tersebut tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.[18]

Ada beberapa catatan sebagaimana penjelasan kami di atas dalam hal ini yaitu:

1.        Sejak Rabu 4 November 2015, sepanjang frasa ”demi hukum”, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Pekerja/buruh dapat meminta pengesahan nota pemeriksaan pegawai pengawas ketenagakerjaan kepada Pengadilan Negeri setempat dengan syarat:

A.      Telah dilaksanakan perundingan bipartit namun perundingan bipartit tersebut tidak mencapai kesepakatan atau salah satu pihak menolak untuk berunding: dan

B.      Telah dilakukan pemeriksaan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan berasarkan peraturan perundang undangan”[19].

2.       Bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi di atas, dengan tidak terpenuhinya syarat-syarat perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, termasuk tidak dicatatkannya PKWT oleh pengusaha pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, berakibat menjadi PKWTT dengan catatan Telah dilaksanakan perundingan bipartit namun perundingan bipartit tersebut tidak mencapai kesepakatan atau salah satu pihak menolak untuk berunding dan Telah dilakukan pemeriksaan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan berasarkan peraturan perundang undangan.[20]

SIMPULAN

1.        Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (PKWT) didasarkan atas: Jangka waktu atau Selesainya suatu pekerjaan tertentu’.

2.       Perjanjian kerja untuk waktu tertentu (PKWT) tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.

3.      Menurut ketentuan hukum bila pekerja dan perusahaan setuju untuk melakukan masa percobaan kerja bisa langsung diterapkan perusahaan untuk calon pekerja atau pekerja untuk perjanjian kerja yang bersifat tetap atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) bukan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).

4.       Estate Manager merupakan pekerjaan yang bersifat tetap karena adanya klausul yang menyatakan bahwa “apabila selama menjadi Staff Percobaan pihak kedua dinilai mampu bekerja dengan sikap yang bagus dan bisa menunjukkan potensi dirinya, maka pihak kedua akan dinyatakan lulus masa percobaan dan diangkat sebagai Staff Tetap,” Oleh karena Status Perjanjian Kerja Para Pihak bentuknya adalah Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).

5.       Masa percobaan kerja yang disyaratkan (tersebut) di atas batal demi hukum. Oleh karenanya Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tersebut tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.

6.      Akan tetapi, sejak Rabu 4 November 2015, sepanjang frasa “demi hukum”, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Pekerja/buruh dapat meminta pengesahan nota pemeriksaan pegawai pengawas ketenagakerjaan kepada Pengadilan Negeri setempat dengan syarat:

A.      Telah dilaksanakan perundingan bipartit namun perundingan bipartit tersebut tidak mencapai kesepakatan atau salah satu pihak menolak untuk berunding: dan

B.      Telah dilakukan pemeriksaan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan berasarkan peraturan perundang undangan.

7.     Putusan Mahkamah Konstitusi di atas, dengan tidak terpenuhinya syarat-syarat perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, termasuk tidak dicatatkannya PKWT oleh pengusaha pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, berakibat menjadi PKWTT dengan catatan Telah dilaksanakan perundingan bipartit namun perundingan bipartit tersebut tidak mencapai kesepakatan atau salah satu pihak menolak untuk berunding dan Telah dilakukan pemeriksaan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan berasarkan peraturan perundang undangan.

Bagaimana Pengaturan Terkait Upah Penerima Kerja (Ir.Boediono) Sebagaimana Yang Diterima Dan Kualifikasinya?

PENJELASAN PERTANYAAN HUKUM:

Aturan Tentang Pengupahan

Bahwa sebagaimana klausul Pasal 2 Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu Nomor 02/GM/Gn.sG-Kalbar/III/2020, menyebutkan:

“Pada masa percobaan Pihak Pertama akan memberikan gaji sebesar Rp. 13.500.000,- (tiga belas juta lima ratus ribu rupiah)/bulan dan Tunjangan Jabatan sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah)/bulan terhitung sejak masuk kerja. Gaji dan tunjangan ini akan diberikan pada setiap awal bulan depannya.”

Bahwa sebagaiman klausul di atas total upah yang diterima oleh Pekerja adalah Rp. 15.500.000,- (lima belas juta lima ratus ribu) setiap bulannya.

Bahwa merujuk pada ketentuan hukum yang disebut dengan upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.[21]

Bahwa sebagaimana pada penjelasan di atas menyebutkan adanya upah dan tunjangan jabatan yang diterima oleh pekerja. Menurut hemat kami, itu masuk dalam kompenen upah sebagaimana yaitu Upah Pokok dan Tunjangan Tetap.[22] Tunjangan tetap yang dimaksud adalah sesuai sebagaimana Angka 1 huruf b Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor 7 Tahun 1990 tentang Pengelompokan Upah yang menyebutkan, suatu pembayaran yang teratur berkaitan dengan pekerjaan yan diberikan secara tetap untuk pekerja dan keluarganya serta dibayarkan dalam satuan waktu yang sama.

SIMPULAN

1.        Pihak Pertama akan memberikan gaji sebesar Rp. 13.500.000,- (tiga belas juta lima ratus ribu rupiah)/bulan dan Tunjangan Jabatan sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah)/bulan terhitung sejak masuk kerja. Gaji dan tunjangan ini akan diberikan pada setiap awal bulan depannya.

2.       Bahwa sebagaimana pada poin 1 (satu) di atas menyebutkan adanya upah dan tunjangan jabatan yang diterima oleh pekerja. Menurut hemat kami, itu masuk dalam kompenen upah sebagaimana yaitu Upah Pokok dan Tunjangan Tetap.

3.      Untuk dasar penghitungannya maka berdasarkan Kompenen keduanya jika terjadi Pemutusan Hubungan Kerja.

Bagaimana Ketentuan Pekerja Yang Absen Selama 5 (Lima) Hari Berturut-Turut Tanpa Alasan Yang Sah Dan Setelah Pengusaha/Pemberi Kerja Melaksanakan Pemanggilan 3 (Tiga) Kali Dapat Melakukan PHK, sebagai Konsekuensinya  Tidak Mendapatkan Pesangon, UPMK, dan UPH?

PENJELASAN PERTANYAAN HUKUM:

PHK Tidak Mendapatkan Pesangon, UMPK, dan Uang Ganti Kerugian?

Bahwa sebagaimana klausul yang terdapat dalam Pasal 8 Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu Nomor 02/GM/Gn.sG-Kalbar/III/2020, yang menyatakan bahwa “Jika Pihak Kedua tidak hadir (absen) selama 5 (lima) hari berturut-turut tanpa alas an yang sah, dan setelah pihak pertama melaksanakan pemanggilan sebanyak 3(tiga) kali Dapat Melakukan PHK, sebagai Konsekuensinya Tidak Mendapatkan Pesangon, UPMK, dan UPH.”

Bahwa berdasarkan di atas terdapat kekeliruan dalam merumuskan perjanjian mengingat bahwa, tepat, dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja (PK), Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB), pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan Surat Peringatan Pertama, Kedua, dan Ketiga secara berturut-turut.[23]

Perlu diingat bahwa Surat peringatan sebagaimana dimaksud masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.[24]

Sedangkan dalam Surat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang dimaksud, tidak menyebutkan terkait dengan keberlakuan dari jangka waktu Surat Peringatan, maka berlakulah ketentuan sebagaimana yang disebutkan di atas. Kemudian, terkait dengan dapat atau tidaknya Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja (UMPK) dan Uang Ganti Kerugian, pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana dimaksud tetap memperoleh uang Pesangon sebesar 1 (satu) kali sebagaimana ketentuan Pasal 156 ayat (2), Uang Penghargaan Masa Kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan Uang Penggantian Hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4)[25]

Bahwa merujuk pada Surat Keputusan Management Nomor 047/GM/GG-Kalbar/III/2022 tentang Perihal PHK, menyebutkan alasan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah hasil dari evaluasi yang sangat tidak memuaskan dari kinerja pekerja dan terhitung tanggal 31 Maret 2022 masa kerjanya berakhir. Tidak ada disebutkan dalam Surat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tersebut Pekerja telah melakukan pelanggaran sebagaimana yang dimaksud dan tidak disebutkan juga terkait dengan apakah sudah mendapatkan Surat Peringatan sebelum melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau pun tidak, sebagaimana sudah kami jelaskan di atas JoPasal 8 Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu Nomor 02/GM/Gn.sG-Kalbar/III/2020, yang menyatakan bahwa “Jika Pihak Kedua tidak hadir (absen) selama 5 (lima) hari berturut-turut tanpa alasan yang sah, dan setelah pihak pertama melaksanakan pemanggilan sebanyak 3 (tiga) kali Dapat Melakukan PHK, sebagai Konsekuensinya  Tidak Mendapatkan Pesangon, UPMK, dan UPH.” SANGAT TIDAK BERDASARKAN HUKUM DAN MELANGGAR KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN. Mengingat bahwa Pekerja berstatus PKWTT bukan PKWT (sebagaimana sudah kami jelaskan terkait statusnya menjadi PKWTT).

Bahwa dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.[26]

Bahwa kemudian cara menghitung Pesangon yang didapatkan oleh Ir. Boediono yang mana mulai bekerja sebagaimana Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu Nomor 02/GM/Gn.sG-Kalbar/III/2020 tertanggal 20 Maret 2020 hingga akhirnya terhitung dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tertanggal 31 Maret 2022 maka terhitung 2 (dua) tahun masa kerjanya, maka berlakukanlah ketentuan masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah.[27]

Yaitu 15.500.000,- (yang terdiri dari Upah Pokok dan Tunjangan Tetap) x 3 = Rp. 46.500.000,- (empat puluh enam juta lima ratus ribu rupiah).

Bahwa untuk Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) mengingat bahwa perhitungan uang penghargaan masa kerja dimulai dari masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun[28] maka Ir. Boediono tidak mendapatkan UPMK karena tidak memenuhi sebagaimana Pasal 156 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan atur.

Bahwa untuk Uang Pergantian Hak (UPH)[29] yaitu 15% dari Uang Pesangon yaitu Rp. 46.500.000,- x 15% = Rp. 6.975.000,- (enam juta Sembilan ratus tujuh puluh lima ribu rupiah).

Bahwa Adapun penghitungannya sebagai berikut: Hak atas Uang Pesangon dan Uang Pergantian Hak:




Maka Hak Pekerja yang harus dipenuhi oleh Perusahaan sebagai akibat dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah sebesar Rp. 53.475.000,- (lima puluh tiga juta empat ratus tujuh puluh lima ribu rupiah)

SIMPULAN:

1.        Surat Keputusan Management Nomor 047/GM/GG-Kalbar/III/2022 tentang Perihal PHK, menyebutkan alasan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah hasil dari evaluasi yang sangat tidak memuaskan dari kinerja pekerja dan terhitung tanggal 31 Maret 2022 masa kerjanya berakhir. Tidak ada disebutkan dalam Surat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tersebut Pekerja telah melakukan pelanggaran sebagaimana yang dimaksud dan tidak disebutkan juga terkait dengan apakah sudah mendapatkan Surat Peringatan sebelum melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau pun tidak.

2.       Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

3.      Cara menghitung Pesangon yang didapatkan oleh Ir. Boediono yang mana mulai bekerja sebagaimana Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu Nomor 02/GM/Gn.sG-Kalbar/III/2020 tertanggal 20 Maret 2020 hingga akhirnya terhitung dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tertanggal 31 Maret 2022 maka terhitung 2 (dua) tahun masa kerjanya, maka berlakukanlah ketentuan masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah. Yaitu 15.500.000,- (yang terdiri dari Upah Pokok dan Tunjangan Tetap) x 3 = Rp. 46.500.000,- (empat puluh enam juta lima ratus ribu rupiah).

4.       Untuk Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) tidak ada, mengingat bahwa perhitungan uang penghargaan masa kerja dimulai dari masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun.

5.       Untuk Uang Pergantian Hak (UPH) yaitu 15% dari Uang Pesangon yaitu Rp. 46.500.000,- x 15% = Rp. 6.975.000,- (enam juta Sembilan ratus tujuh puluh lima ribu rupiah).

6.      Maka Hak Pekerja yang harus dipenuhi oleh Perusahaan sebagai akibat dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah Rp. 46.500.000,-  +  Rp. 6.975.000,- sebesar Rp. 53.475.000,- (lima puluh tiga juta empat ratus tujuh puluh lima ribu rupiah)

Apakah Pembayaran THR Dilakukan Sesuai Dengan Keputusan Direksi Dan Menggunakan Peraturan Yang Lama Masih Dapat Diberlakukan Dan Apakah Pekerja Masih Berhak Mendapatkan THR Tahun 2022?

PENJELASAN PERTANYAAN HUKUM:

Pembayaran THR

Bahwa Tunjangan hari raya keagamaan wajib diberikan oleh Pengusaha kepada Pekerja/Buruh, berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.[30]

Bahwa terkait besaran Tunjangan Hari Raya keagamaan yang wajib dibayarkan mengingat masa kerja dari pekerja antara lain:

1.        Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 (satu) bulan upah.[31] Perlu digaris bawahi juga bahwa upah pokok 1 (satu) bulan terdiri dari Upah dan Tunjangan Tetap.[32]

2.       Pekerja/Buruh yang mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 (dua belas) bulan, diberikan secara proporsional sesuai masa kerja dengan penghitungan:

 

Bahwa dalam rangka memastikan pelaksanaan pembayaran THR keagamaan dapat berjalan dengan baik perlu dilakukan Langkah-langkah antara lainnya bagi perusahaan yang mampu dihimbau untuk membayar THR keagamaan lebih awal sebelum jatuh tempo yaitu 7(tujuh) hari sebelum hari raya.[34]

Bahwa ada sanksinya jika pengusaha tidak membayarkan hak normatif atau THR buruh sebagaimana mestinya yaitu:

-        Pengusaha yang terlambat membayar THR Keagamaan kepada Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud dikenai denda sebesar 5% (lima persen) dari total THR Keagamaan yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban Pengusaha untuk membayar.

-        Pengenaan denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan kewajibanPengusaha untuk tetap membayar THR Keagamaan kepada Pekerja/ Buruh.

-        Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola dan dipergunakan untuk kesejahteraan Pekerja/Buruh yang diatur dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.[35]

Bahwa Pekerja/Buruh yang Hubungan Kerjanya berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dan mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhitung sejak 30 (tiga puluh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan, berhak atas THR Keagamaan.[36]

Bahwa diketahui bahwa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhitung sejak tanggal 31 Maret 2022 dan Hari Raya Keagamaan tertanggal 2 Mei 2022 atau 3 Mei 2022 (Hari Raya Idul Fitri), dari tanggal Pemutusan Hubungan Kerja sampai dengan Hari Raya Idul Fitri terhitung 33 (tiga puluh tiga) hari atau 34 (tiga puluh empat) hari. Artinya Pekerja atau Ir. Boediono tidak berhak atas THR Keagamaan.

SIMPULAN:

1.        Pekerja/Buruh yang Hubungan Kerjanya berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dan mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhitung sejak 30 (tiga puluh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan, berhak atas THR Keagamaan.

2.       Diketahui bahwa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhitung sejak tanggal 31 Maret 2022 dan Hari Raya Keagamaan tertanggal 2 Mei 2022 atau 3 Mei 2022 (Hari Raya Idul Fitri), dari tanggal Pemutusan Hubungan Kerja sampai dengan Hari Raya Idul Fitri terhitung 33 (tiga puluh tiga) hari atau 34 (tiga puluh empat) hari. Artinya Pekerja atau Ir. Boediono tidak berhak atas THR Keagamaan.

KESIMPULAN

1.        Bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Perjanjian Kerja yang dimaksud adalah Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu Nomor 02/GM/Gn.sG-Kalbar/III/2020 berlaku sejak tanggal ditetapkan yaitu 20 Maret 2020, yang mana pada saat Perjanjian Kerja itu dibuat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja beserta Peraturan Pelaksanaannya belum diundangkan, oleh karena ketentuan terkait dengan Pembuatan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) berlakulah sebagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan besera Peraturan Pelaksanaannya.

2.       Bahwa Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu Nomor 02/GM/Gn.sG-Kalbar/III/2020 berlaku sejak tanggal ditetapkan yaitu 20 Maret 2020 tidak memenuhi Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (PKWT) yang didasarkan atas: Jangka waktu atau Selesainya suatu pekerjaan tertentu’.

3.      Bahwa Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu Nomor 02/GM/Gn.sG-Kalbar/III/2020 berlaku sejak tanggal ditetapkan yaitu 20 Maret 2020 merupakan pekerjaan yang bersifat tetap karena adanya klausul yang menyatakan bahwa “apabila selama menjadi Staff Percobaan pihak kedua dinilai mampu bekerja dengan sikap yang bagus dan bisa menunjukkan potensi dirinya, maka pihak kedua akan dinyatakan lulus masa percobaan dan diangkat sebagai Staff Tetap,”  Oleh karena Status Perjanjian Kerja Para Pihak bentuknya adalah Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).

4.       Bahwa Masa percobaan kerja yang disyaratkan (tersebut) di atas batal demi hukum. Oleh karenanya Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tersebut tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Akan tetapi, sejak Rabu 4 November 2015, sepanjang frasa ”demi hukum”, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Pekerja/buruh dapat meminta pengesahan nota pemeriksaan pegawai pengawas ketenagakerjaan kepada Pengadilan Negeri setempat dengan syarat:

A.      Telah dilaksanakan perundingan bipartit namun perundingan bipartit tersebut tidak mencapai kesepakatan atau salah satu pihak menolak untuk berunding: dan

B.      Telah dilakukan pemeriksaan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan berasarkan peraturan perundang undangan.”

5.       Bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi di atas, dengan tidak terpenuhinya syarat-syarat perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, termasuk tidak dicatatkannya PKWT oleh pengusaha pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, berakibat menjadi PKWTT dengan catatan Telah dilaksanakan perundingan bipartit namun perundingan bipartit tersebut tidak mencapai kesepakatan atau salah satu pihak menolak untuk berunding dan Telah dilakukan pemeriksaan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan berasarkan peraturan perundang undangan.

6.      Bahwa Pengusaha memberikan gaji sebesar Rp. 13.500.000,- (tiga belas juta lima ratus ribu rupiah)/bulan dan Tunjangan Jabatan sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah)/bulan terhitung sejak masuk kerja. Gaji dan tunjangan ini akan diberikan pada setiap awal bulan depannya.

7.       Bahwa sebagaimana tersebut di atas menyebutkan adanya upah dan tunjangan jabatan yang diterima oleh pekerja. Itu masuk dalam kompenen upah sebagaimana yaitu Upah Pokok dan Tunjangan Tetap.

8.      Bahwa Surat Keputusan Management Nomor 047/GM/GG-Kalbar/III/2022 tentang Perihal PHK, menyebutkan alasan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah hasil dari evaluasi yang sangat tidak memuaskan dari kinerja pekerja dan terhitung tanggal 31 Maret 2022 masa kerjanya berakhir. Tidak ada disebutkan dalam Surat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tersebut Pekerja telah melakukan pelanggaran sebagaimana yang dimaksud dan tidak disebutkan juga terkait dengan apakah sudah mendapatkan Surat Peringatan sebelum melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau pun tidak.

9.      Bahwa dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

10.    Bahwa cara menghitung Pesangon yang didapatkan oleh Ir. Boediono yang mana mulai bekerja sebagaimana Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu Nomor 02/GM/Gn.sG-Kalbar/III/2020 tertanggal 20 Maret 2020 hingga akhirnya terhitung dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tertanggal 31 Maret 2022 maka terhitung 2 (dua) tahun masa kerjanya, maka berlakukanlah ketentuan masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah. Yaitu 15.500.000,- (yang terdiri dari Upah Pokok dan Tunjangan Tetap) x 3 = Rp. 46.500.000,- (empat puluh enam juta lima ratus ribu rupiah).

11.      Bahwa Untuk Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) mengingat bahwa perhitungan uang penghargaan masa kerja dimulai dari masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, sedangkan untuk Uang Pergantian Hak (UPH) yaitu 15% dari Uang Pesangon yaitu Rp. 46.500.000,- x 15% = Rp. 6.975.000,- (enam juta Sembilan ratus tujuh puluh lima ribu rupiah).

12.     Bahwa Hak Pekerja yang harus dipenuhi oleh Perusahaan sebagai akibat dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah Rp. 46.500.000,-  +  Rp. 6.975.000,- sebesar Rp. 53.475.000,- (lima puluh tiga juta empat ratus tujuh puluh lima ribu rupiah)

13.    Bahwa Pekerja/Buruh yang Hubungan Kerjanya berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dan mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhitung sejak 30 (tiga puluh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan, berhak atas THR Keagamaan.

14.     Bahwa diketahui bahwa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhitung sejak tanggal 31 Maret 2022 dan Hari Raya Keagamaan tertanggal 2 Mei 2022 atau 3 Mei 2022 (Hari Raya Idul Fitri), dari tanggal Pemutusan Hubungan Kerja sampai dengan Hari Raya Idul Fitri terhitung 33 (tiga puluh tiga) hari atau 34 (tiga puluh empat) hari. Artinya Pekerja atau Ir. Boediono tidak berhak atas THR Keagamaan.

REKOMENDASI

Ada beberapa hal yang dapat ditempuh antara lain:

1.        Melaksanakan perundingan bipartit terlebih dahulu terkait dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan oleh PT Sumaterajaya Agro Lestari Wilayah Timur, Toba sebagaimana Permenaker Nomor 31 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Perundingan Bipartit antara para pihak (pekerja dan pengusaha/perusahaan).

2.       Meminta pemeriksaan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan (wasnaker) dengan mengirimkan surat terkait dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tersebut mengingat bahwa pengawas ketenagakerjaan dalam melakukan pengawasan terhadap Pasal 59 ayat (7)Pasal 65 ayat (8) dan Pasal 66 ayat (4) Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan lebih mengedepankan tindakan preventif dan represif non justicial.

3.      Meminta Penjelasan terhadap Dinas Ketenagakerjaan terkait dengan PKWT yang ada sudah terdaftar atau tidak.

4.       Jika Bipartit gagal upaya selanjutnya dengan mengajukan Tripartit pada Dinas Ketenagakerjaan Kota Pontianak atau Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Kalimantan Barat.

5.       Tripartit gagal, maka akan ada Risalah Perselisihan Hubungan Industrial yang dibuat oleh mediator.

6.      Mengajukan Gugatan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pontianak.

Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia yang ada di sini. Terima Kasih.


[1] Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
[2] Pasal 66 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja
[3] Pasal 86 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan
[4] Pasal 2 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 23 Tahun 2021 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Sebagai Akibat Diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Beserta Peraturan Pelaksana
[5] Sri Hariningsih, “Ketentuan Peralihan dalam Peraturan Perundang-Undangan” (Jurnal Legislasi Indonesia 2009, Vol. 6. No.4, Peraturan.go.id), 596
[6] Pasal 50 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
[7] Pasal 56 ayat  (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
[8] Pasal 56 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
[9] Dr. Arifuddin Muda Harahap, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, (Malang, Literasi Nusantara, 2020), 76
[10] Ibid.
[11] Pasal 59 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenakerjaan
[12] Pasal 59 ayat (5) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenakerjaan
[13] Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenakerjaan
[14] Pasal 59 ayat ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenakerjaan
[15] Penjelasan Pasal 59 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
[16] Pasal 58 ayat(1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
[17] Pasal 58 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
[18] Pasal 59 ayat (7) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Jo. Pasal 15 Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 100 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
[19] Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 7/PUU-XII/2014
[20] Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6/PUU-XVI/2018
[21] Pasal 1 Angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan
[22] Penjelasan Pasal 94 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Jo. Pasal 5 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan
[23] Pasal 161 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
[24] Pasal 161 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
[25] Pasal 161 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
[26] Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
[27] Pasal 156 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
[28] Pasal 156 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
[29] Pasal 156 ayat (4) huruf a Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
[30] Pasal 7 ayat (1)  Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan Jo. Pasal 2 Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan Jo. Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2022 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan
[31] Pasal 3 ayat (1) huruf a Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan
[32] Pasal 3 ayat (2) huruf b Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan
[33] Pasal 3 ayat (1) huruf b Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan
[34] Pasal 5 ayat (4) huruf a Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan
[35] Pasal 10 Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan

[36] Pasal 7 ayat (1) Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan

Formulir Isian