layananhukum

Officium Nobile sebagai Marwah Profesi Advokat dalam Melaksanakan Kode Etik

Idealnya profesi Advokat senantiasa membela kepentingan rakyat tanpa membeda-bedakan latar belakang agama, budaya, warna kulit, tempat tinggal, tingkat ekonomi, gender, dan lain sebagainya sebagaimana Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat serta Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI).

Lawyer: Kardashians conspired to end Blac Chyna reality show - New Delhi Times 


Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), menjunjung tinggi supremasi hukum, baik pada wilayah teoritis (hukum tertulis dan hukum tidak tertulis) maupun wilayah praktis (penerapan secara litigasi dan non-litigasi) menjadi keniscayaan untuk diperhatikan demi terwujudnya pembangunan hukum yang berkemanusiaan dan berkeadilan yang beradab. (Muhammad Bakri:2015)

Permasalahan sosial yang kerap terjadi baik yang berupa perbuatan pidana (delict), persoalan keperdataan, dan Tata Usaha Negara (Administrasi) akan selalu diselesaikan dengan menggunakan kaca mata hukum sebagai solusi terakhir akan di tempuh melalui pengadilan.

Proses hukum menjadi ajang beradu teknik dan keterampilan. Siapa yang lebih pandai memahami hukum serta kepiawaian memainkan strategis demi kepentingan hukum dari klien, maka merekalah yang akan keluar sebagai pemenang dalam suatu perkara.

Tak dipungkiri, persoalan-persoalan yang timbul seperti inilah yang begitu erat dengan peran satu di antara bagian dari Penegak Hukum (Law Enforcer) yang disebut dengan Advokat.

Mengutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring Advokat adalah ahli hukum yang berwenang sebagai penasihat atau pembela perkara dalam pengadilan atau yang umum kenal dengan sebutan pengacara.

Secara etimologis “advokat” sendiri berasal dari bahasa latin “Advocare” yang berarti to defendto call to one’s aidto vouch or to warrant.

Dalam bahasa inggris akhirnya dikenal dengan Advocate yang berarti to speak in favour of or defend by argumentto supportindicate or recommended publicly (Yahman dan Nurtin Tarigan:2019)

Advokat di sini artinya memiliki peran penting dalam membangun konstruksi hukum yang dituangkan dalam bentuk pemberian advice atau service terhadap kepentingan hukum (Legal Interest) terhadap kliennya untuk memperoleh keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum itu sendiri.

Pada zaman modern seperti sekarang ini tidak sedikit kejahatan yang kerap kali terjadi motifnya karena keadaan ekonomi, sosial, dan determistik moral yang dipengaruhi oleh lingkungannya.

Seiring dengan banyak tindak pidana ini jelas itu membuat kehidupan bermasyarakat pun menjadi terganggu dalam tatanan hidup secara luas.

Permasalahan hukum pun akhirnya sering terjadi dari hari lepas hari, peran Advokat pun menjadi semakin penting di sini.

Mengingat bahwa kedudukan Advokat sama pentingnya dengan aktor penegak hukum lainnya dalam Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System) seperti Kepolisian (Penyelidik dan Penyidik), Jaksa Penuntut Umum, dan Hakim.

Idealnya profesi Advokat senantiasa membela kepentingan rakyat tanpa membeda-bedakan latar belakang agama, budaya, warna kulit, tempat tinggal, tingkat ekonomi, gender, dan lain sebagainya sebagaimana Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat serta Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI).

Oleh karenanya, penting untuk kembali melihat bagaimana advokat mengimplementasikan officium nobile dalam proses penegakan hukum di indonesia menjadi sangat penting untuk mewujudkan cita-cita keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum itu bagi seluruh warga negara indonesia termasuk mereka yang miskin merupakan perwujudan penegakan hukum yang berbasis pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UU NRI 1945).

Etika dan Profesi

Zaman Yunani Kuno seorang Advokat dapat digambarkan sebagai seorang orator handal di Kota Athena. Orator Athena ini menghadapi kendala struktural yang serius kala itu.

Masalah pertama, ada aturan yang berlaku kala itu yang menjelaskan bahwa individu harus mengajukan kasus mereka sendiri di muka sidang, kemudian ketika mereka sudah melewati proses yang ada dan kemudian hasilnya belum memuaskan maka meminta bantuan “teman” atau “ditemankan”. (Robert J. Bonner:1927)

Masalah Kedua, ini yang lebih serius, persoalan yang tidak pernah sepenuhnya dapat diatasi oleh orator Athena, adalah aturan bahwa tidak ada seorang pun yang dapat mengambil bayaran atas pembelaannya terhadap tujuan atau kepentingan hukum orang lain.

Undang-undang yang berlaku pada zaman Yunani Kuno saat itu secara luas mengabaikan dalam praktiknya bahwa orator tidak akan pernah dapat menampilkan diri sebagai seorang yang profesional atau ahli hukum.

Penetapan terhadap profesi yang mulia ini dengan menghargai Advokat pun dalam sejarahnya baru diakui pada zaman Romawi Kuno di mana Kaisar Claudis saat itu pun menghapus larangan pengenaan biaya dan mengesahkan peran advokasi sebagai sebuah profesi yang diakui dan mengizinkan para pengacara Romawi kala itu menjadi pengacara pertama yang dapat berpraktik secara terbuka—tetapi ia juga tetap memberlakukan batas biaya sebesar 10.000 sesterces yang dapat dikenakan terhadap masyarakat. (John A. Crook: 1967)

Definisi Advokat di Indonesia

Definisi Advokat sendiri di Indonesia adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang.

Definisi itu dipertegas juga dalam Kode Etika Profesi Advokat dengan memberikan definisi Advokat adalah orang yang berpraktik memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang yang berlaku, baik sebagai Advokat, Pengacara, Penasihat Hukum, Pengacara praktik ataupun sebagai konsultan hukum.

Sejak disahkannya pada tanggal 5 April 2003, sejak itu Advokat pun memiliki definisi berdasarkan undang-undang. Mengingat bahwa sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tidak mengenal adanya istilah Advokat, yang ada ialah Penasihat Hukum.

Penasihat hukum adalah seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasar undang-undang untuk memberi bantuan hukum.

Sebagaimana Pasal 54 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana mengatur juga mengenai peran dari penasihat hukum ini yang menyatakan bahwa tersangka atau terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum guna kepentingan pembelaan.

Dalam rangka menyadarkan hak konstitusional yang dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 D Ayat (1). Hak konstitusional yang dimiliki oleh setiap warga negara dijamin oleh Undang-Undang dan berlaku bagi orang yang mampu dan fakir miskin.

Hak Membela Advokat dan Officium Nobile

Hak membela oleh advokat juga dijamin dalam Universal Declaration of Human Rights (ICCPR) yang kemudian diratifikasi ke dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) dan Basic Principles on the Role of Lawyers Tahun 1990.

Di mana Advokat dalam menjalankan tugas dan kewajibannya adalah sebagai profesi yang bebas dan mandiri. Advokat sering dikenal dengan istilah Officium Nobile yang artinya profesi Advokat adalah profesi yang mulia.

Officum Nobile ini sangat erat kaitannya dengan Etika dan Profesi dari Advokat itu sendiri seperti diketahui menurut Darji Darmodiharjo dan Shidarta profesi yang disebut dengan Officium Nobile bukan hanya Advokat saja tetapi juga ada Hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Notaris, dan Polisi.

Officium Nobile di sini adalah yang menjadi landasan etik untuk berbagai profesi tersebut di atas tadi, yang mana dalam setiap perbuatan akan pengambilan keputusannya profesi tersebut harus selalu mendengarkan “suara hatinya” itu yang disebut dengan Romo Magnis-Suseno (1992:53). Kesadaran moral diri kita sendiri (ourselves) terhadap permasalah konkret yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

  • Darji Darmodiharjo dan Shidarta, 1995, Pokok-Pokok Filosofi hukum: Apa dan Bagaimana Filosofi Hukum Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama.
  • John A. Crook, 1967, Law and Life of Ancient Rome, Cornell University Press, Ithaca.
  • Muhammad Bakri, 2015, Pengantar Hukum Indonesia, Universitas Brawijaya Press (UB Press), Malang.
  • Robert J. Bonner, 1927, Lawyers and Litigants in Ancient Athens: The Genesis of the Legal Profession, Benjamin Blom, New York.

  • Yahman dan Nurtin Tarigan, 2019, Peran Advokat dalam Sistem Hukum Nasional, Kencana, Jakarta.

Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia yang ada di sini. Terima Kasih.

Formulir Isian