Ilustrasi Kekerasan Seksual |
Pada dasarnya, semua persidangan pengadilan
terbuka untuk umum. Untuk keperluan pemeriksaan, Hakim
Ketua sidang membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum kecuali dalam
perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak. (vide Pasal
153 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(KUHAP))
Dalam Konteks Pemeriksaan Perkara Tindak Pidana
Kekerasan Seksual dilakukan dalam sidang tertutup. (vide Pasal
58 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual)
Sedangkan dalam konteks Pemeriksaan Perkara Tindak
Pidana Perlindungan Anak baik oleh Pelaku Dewasa dan Korban Anak atau Pelaku
Anak dan Korban Anak, pemeriksaan dinyatakan tertutup untuk umum, kecuali
pembacaan putusan. Secara Khusus bahwa setiap Anak yang menjadi Korban
Kekerasan Seksual berhak dan wajib dirahasiakan (identitasnya) baik dalam
pemberitaan cetak ataupun online. (vide Pasal 17 ayat (1) dan ayat
(2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Pasal
19 dan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak)
Kemudian, dinyatakan juga bahwa identitas Anak Korban
tetap harus dirahasiakan oleh media massa dan hanya menggunakan inisial tanpa
gambar. (vide Pasal 61 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak) dan setiap orang yang
melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.500.000.000,- (lima
ratus juta rupiah) (vide Pasal 97 Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak)
Kemudian, untuk Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT) sebagaimana ketentuan Pasal 54 UU Nomor 23 Tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), dikatakan
bahwa pelaksanaannya (proses acara persidangannya) tetap menurut ketentuan
KUHAP, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang tersebut,
maksudnya Undang-Undang tersebut adalah Undang-Undang tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT).
Dalam Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (PKDRT),
memang tidak ada menyebutkan bagaimana pemeriksaan persidangannya dilakukan
apakah terbuka atau tertutup. Kalau dalam Undang-Undang tentang
Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) secara gamblang menyebutkan
jika “pemeriksaan persidangan dilakukan secara tertutup.”
Maka, timbul pertanyaan terus apakah Tindak
Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) termasuk sebagaimana
yang dikecualikan dalam Pasal 153 ayat (3) KUHAP atau
tidak?
Mahkamah Agung dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana
ketentuan dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa persidangan terbuka untuk
umum, yaitu:
a)
Semua sidang
pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali
undang-undang menentukan lain;
b)
Putusan
pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam
sidang terbuka untuk umum;
c)
Tidak dipenuhinya
ketentuan tersebut di atas mengakibatkan putusan batal demi hukum.
Itulah kenapa pengaturan mengenai pemeriksaan sidang
pengadilan yang harus terbuka untuk umum dengan pembatasan perkara yang
dikecualikan (kesusilaan atau terdakwanya anak-anak) tersebut menjadi
permasalahan tersendiri terhadap pelaksanaan persidangan perkara pidana
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Karena dalam Undang-Undang tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) tidak terdapat pengaturan secara jelas
bagaimana seharusnya pelaksanaan pemeriksaan persidangan perkara Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), apakah harus dilakukan tertutup ataukah
terbuka untuk umum? Akhirnya interpretasi hukum pun timbul yaitu semestinya
pemeriksaan sidang harus sesuai dengan Pasal 10 huruf c UU Nomor 23
Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) yaitu penanganan
secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban. Yap, untuk
kepentingan hukum korban menurut Undang-Undang tersebut.
Kemudian, untuk informasi Direktori Putusan terkait
perkara yang ada, itu diatur pula melalui SK KMA Nomor
1-144/KMA/SK/I/2011 tentang Pedoman Pelayanan Informasi Pengadilan sebagaimana
yang sudah diubah dengan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 2-144/KMA/SK/VIII/2022 tentang Standar Pelayanan Informasi
Publik di Pengadilan dengan ada klasifikasinya yaitu:
1)
Informasi yang
wajib diumumkan secara berkala;
2)
Informasi yang
wajib tersedia setiap saat dan dapat diakses oleh publik; dan
3)
Informasi yang
dikecualikan.
Artinya, untuk Putusan tertentu yang sudah diperiksa
dan sudah diputus dengan kekuatan hukum tetap ada yang tidak dipublikasi oleh
Mahkamah Agung atau tidak dapat Anda download karena faktornya adalah
klasifikasi perkaranya dalam kategori informasi yang dikecualikan untuk dapat
diakses oleh public, jadi jangan heran.
Oleh karenanya untuk dapat mengakses informasi
mengenai Putusan Perkara yang berbau Kekerasan Seksual, Perlindungan Anak, dan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga, sebaiknya membuat permohonan informasi lebih
lanjut ke Pengadilan setempat untuk dapat mengakses putusan pengadilan
tersebut.
Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami
persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau
melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau
langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia yang ada di sini.
Terima Kasih.