Ilustrasi Penggelapan Terhadap Motor Teman |
Pengertian Penggelapan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengatakan
“bahwa Penggelapan diartikan sebagai proses, cara dan perbuatan menggelapkan
(penyelewengan) yang menggunakan barang secara tidak sah”[1]
Menurut R. Soesilo mengatakan bahwa:
“Penggelapan
adalah kejahatan yang hampir sama dengan pencurian Pasal 362 KUHPidana.
Bedanya ialah pada pencurian barang yang dimiliki itu belum berada di tangan
pencuri dan masih harus diambilnya sedangkan pada penggelapan waktu dimilikinya
barang itu sudah ada di tangan si pembuat tidak dengan jalan kejahatan.”[2]
Kemudian Adami Chazawi menambahkan penjelasan mengenai
penggelapan berdasarkan Pasal 372 KUHPidana yang
dikemukakan sebagai berikut:
“Perkataan
verduistering yang ke dalam bahasa kita diterjemahkan secara harfiah
dengan penggelapan itu, bagi masyarakat Belanda diberikan secara arti luas (figuurlijk),
bukan diartikan seperti arti kata yang sebenarnya sebagai membikin sesuatu
menjadi tidak terang atau gelap. Lebih mendekati pengertian bahwa petindak
menyalahgunakan haknya sebagai yang menguasai suatu benda.”[3]
Sedangkan, menurut M. Sudrajat memberikan pengertian
tindak pidana penggelapan, yaitu:
“Penggelapan
adalah digelapkannya suatu barang yang harus di bawah kekuasaan si pelaku,
dengan cara lain dari pada dengan melakukan kejahatan. Jadi barang itu oleh
yang punya dipercayakan kepada si pelaku. Pada pokoknya pelaku tidak memenuhi
kepercayaan yang dilimpahkan atau dapat dianggap dilimpahkan kepadanya oleh
yang berhak atas suatu barang.”[4]
Jadi dapat diartikan bahwa penggelapan adalah suatu
perbuatan menyimpang yang menyalahgunakan kepercayaan orang lain yang
diberikan padanya dari awal barang itu berada di tangannya bukan karena dari
hasil kejahatan.
Jenis-jenis Tindak Pidana Penggelapan
Tindak pidana penggelapan diatur di dalam Buku
II Bab XXIV Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berjudul
“Penggelapan”. Tindak Pidana Penggelapan diatur dalam beberapa pasal
yaitu Pasal 372 KUHPidana sampai dengan Pasal 377
KUHPidana.
Tindak Pidana Penggelapan dikategorikan sebagai
berikut:
1)
Dalam Pasal
372 KUHPidana tentang Penggelapan Biasa;
2)
Dalam Pasal
373 KUHPidana tentang Penggelapan Ringan;
3)
Dalam Pasal
374 KUHPidana dan Pasal 375 KUHPidana tentang
penggelapan
4)
dengan
pemberatan.
5)
Dalam Pasal
376 KUHPidana tentang penggelapan dalam keluarga.[5]
Untuk melihat cara perbuatan yang dilakukan, maka
kejahatan penggelapan terbagi atas beberapa bentuk, yaitu:
1.
Bentuk
Pokok
Pasal 372 KUHPidana: Barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang
yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dan yang ada padanya bukan
kejahatan dihukum karena penggelapan dengan hukuman penjara selama-lamanya
empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900 (Sembilan ratus rupiah)
dengan dikalikan 10.000 (sepuluh ribu) kali yaitu menjadi Rp.9.000.000,-
(Sembilan juta Rupiah)[6]
2.
Bentuk Gequalifseerd
Pasal 374 KUHPidana: Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang memegang barang itu karena
jabatannya sendiri atau pekerjaannya atau karena mendapat upah uang, dihukum
sebagai penggelapan dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun. Jenis
penggelapan ini tidak ada namanya. Ada juga yang memberi nama penggelapan
khusus. Lebih tepat apabila diberi nama penggelapan dengan pemberatan.
3.
Bentuk
yang Geprivilegeerd
Pasal 373 KUHPidana: perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 372 KUHP bilamana yang
digelapkan itu bukan ternak dan harganya tidak lebih dari dua ratus
lima puluh rupiah, dihukum sebagai penggelapan ringan dengan penjara
selama-lamanya tiga bulan atau denda Rp.900,- Sembilan ratus rupiah)
dengan dikalikan 10.000 (sepuluh ribu) kali yaitu menjadi Rp.9.000.000,-
(Sembilan juta Rupiah)[7]
4.
Penggelapan
Dalam Keluarga
Pasal 376 KUHPidana: jika dia (pembuat atau pembantu dari salah satu kejahatan dalam bab
ini) adalah suami (istri) yang terpisah harta kekayaan, atau jika dia adalah
keluarga sedarah atau semenda, baik dalam garis lurus maupun garis menyimpang
derajat kedua, maka terhadap orang itu hanya mungkin diadakan penuntutan jika
ada pengaduan yang terkena kejahatan.[8]
Perlu diingat, bahwa dengan adanya Peraturan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian
Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP, dalam
menerima pelimpahan perkara pencurian, penipuan, penggelapan, penadahan dari
Penuntut Umum, Ketua Pengadilan wajib memperhatikan nilai barang atau uang yang
menjadi objek perkara dengan memperhatikan kata-kata “dua ratus lima puluh
ribu” dalam Pasal 364, 373, 379, 384, 407, dan Pasal 482 KUHP dibaca menjadi
Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah)[9]
Artinya, untuk Penggelapan Ringan sebagaimana Pasal
373 KUHPidana, apabila yang digelapkan itu bukan ternak dan harganya tidak
lebih dari dua juta lima ratus ribu rupiah. Dikenakan Pasal
373 KUHPidana bukan Pasal 372 KUHPidana. Lebih dari dua
juta lima ratus ribu jelas, itu dikenakan Penggelapan Biasa.
Jika Anda terkena kasus serupa yaitu dugaan
penggelapan Anda dapat membaca tulisan kami yang berjudul “Bagaimana
Cara Membuat Laporan atau Aduan di Kepolisian” di sini.
Penjelasan Lebih Lanjut mengenai Penggelapan
Untuk mempermudah pemahaman terkait dengan Tindak
Pidana “Penggelapan” kami merangkum secara sederhana mengenai kasus/perkara
yang sudah diputus di pengadilan.
Contohnya, berdasarkan Putusan Pengadilan
Negeri Pontianak Nomor 282/Pid.B/2022/PN.Ptk, tanggal 5 Juli 2022 dalam
pertimbangan hukumnya dalam perkara “Penggelapan”, Majelis Hakim berpendapat
bahwa yang dimaksud dengan “dengan melawan hukum memiliki barang yang
seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain” adalah perbuatan
memiliki barang orang lain itu dilakukan oleh pelaku untuk memilikinya yang
dikehendaki tanpa hak atau kekuasaan pelaku, dalam hal ini pelaku harus
menyadari bahwa barang yang diambilnya ialah milik orang lain.
Dianggap “memiliki” misalnya: menjual, menggadaikan,
membelanjakan uang dan sebagainya (semua untuk kepentingan sendiri) tersebut
belum berada dalam kekuasaannya. Kata mengambil (wegnemen) dalam arti
sempit terbatas pada menggerakan tangan dan jari--jari, memegang barangnya dan
mengalihkan ke lain tempat. Menurut Hoge Raad 12 November 1894 pengambilan
telah selesai, jika barang berada pada pelaku sekalipun ia kemudian melepaskan
karena diketahui.[10]
Kemudian, bahwa dalam pengertian barang sesuatu tidak
hanya yang mempunyai nilai ekonomis akan tetapi termasuk juga yang mempunyai
nilai non-ekonomis seperti karcis kereta api yang telah dipakai (Hoge Raad 28
April 1930), sebuah kunci sehingga pelaku dapat memasuki rumah orang lain (Hoge
Raad 25 Juli 1933), sepucuk surat (Hoge Raad 21 Februari 1938), sepucuk
keterangan dokter (Hoge Raad 27 November 1939).
Kemudian masih dalam Putusan tersebut, Majelis
menjelaskan bahwa unsur “yang Sebagian atau seluruhnya merupakan
kepunyaan orang lain” dalam hal ini adalah terkait dengan benda yang
diambil oleh pelaku tindak pidana, yang dalam hal ini disyaratkan bahwa benda
yang diambil oleh pelaku tindak pidana tersebut baik sebagaian atau seluruhnya
merupakan milik orang lain selain pelaku tindak pidana itu sendiri. Mengenai
hal ini tidaklah perlu bahwa orang lain tersebut diketahui secara pasti, namun
cukup jika pelaku mengetahui bahwa benda yang diambilnya itu bukan kepunyaan
pelaku.[11]
Dan, dengan “ada dalam kekuasaannya bukan
karena kejahatan” adalah barang yang dikuasainya itu sudah berada di
tangan pelaku tidak dengan jalan kejahatan atau sudah dipercayakan kepadanya”[12]
Adapun dalam duduk perkara di atas sebagai berikut:
-
Bahwa bermula
ketika terdakwa bersama saksi JH bekerja dalam pembangunan renovasi Sekolah MAN
1 Pontianak yang ada di Jalan Haruna, Kelurahan Sungai Jawi Luar, Kecamatan
Pontianak Barat, Kota Pontianak sebagai buruh bangunan, selanjutnya ketika itu
terdakwa tidak memiliki uang untuk memenuhi kebutuhan hidup terdakwa
sehari-hari sehingga timbul niat terdakwa untuk menjual sepeda motor milik
saksi JH demi mendapatkan uang, kemudian terdakwa menemui saksi JH lalu
berpura-pura meminjam 1 (satu) Unit sepeda motor merek Yamaha Mio J Tahun 2013
Warna Putih dengan No. Polisi : KB **** OJ untuk pergi membeli makanan di Jalan
Apel, Kecamatan Pontianak Barat. Saat itu saksi JH berkenan meminjamkan sepeda
motornya kepada terdakwa kemudian saksi JH memberikan anak kunci sepeda
motornya kepada terdakwa, selanjutnya terdakwa langsung mengambil sepeda motor
tersebut, kemudian sepeda motor saksi JH tersebut ada dalam kekuasaan terdakwa.
-
Bahwa beberapa
hari kemudian saat terdakwa hendak menjual sepeda motor milik saksi JH terdakwa
bertemu dengan sdr DK (DPO) di Jalan Tebu, Kecamatan Pontianak Barat dengan
menggunakan sepeda motor milik saksi JH, kemudian sdr DK (DPO) ingin ikut
dengan terdakwa yang awalnya sudah terdakwa jelaskan ingin pergi ke Kecamatan
Subah Kabupaten Sambas untuk menagih hutang dan akan menjual sepeda motor milik
saksi JH tersebut, namun sdr.DK (DPO) tetap berkeinginan untuk ikut dengan
terdakwa, sehingga ketika itu terdakwa pergi bersama sdr DK (DPO) ke daerah
Subah. Dalam perjalanan sdr DK (DPO) juga mendukung terdakwa untuk menjual
sepeda motor milik saksi JH tersebut, selanjutnya setelah sampai dilokasi sawit
yang ada di daerah Subah sepeda motor tersebut kehabisan bensin, sehingga
terdakwa bersama sdr DK (DPO) ditolong oleh orang yang terdakwa tidak kenal
dengan menggunakan truck untuk mencari bensin, hingga sampailah terdakwa di
sebuah bengkel truck yang ada di daerah Sanggau Ledo Kabupaten Bengkayang,
tidak jauh dari bengkel tersebut ada kios bensin kemudian terdakwa mengisi
bensin motor tersebut, namun ketika itu sepeda motor tersebut tidak mau hidup
kembali lalu sepeda motor tersebut langsung terdakwa tawarkan kepada
orang-orang yang ada di bengkel truck tersebut dan akhirnya sepeda motor milik
saksi JH tersebut laku terjual kepada seorang laki-laki yang merupakan buruh
sawit dan terdakwa tidak mengenalinya. terdakwa berhasil menjual sepeda motor
milik saksi JH sebesar Rp. 600.000,- (enam ratus ribu rupiah) dan terdakwa
mendapatkan uang sebesar Rp.300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) sedangkan
sisanya sebesar Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) terdakwa bagi kepada sdr
DK (DPO). Selanjutnya terdakwa bersama sdr. DK menumpang truck arah Pontianak,
lalu ketika sampai di Sungai Pinyuh terdakwa turun dan tidak mau melanjutkan
perjalanan sampai Pontianak.
-
Bahwa pada hari
Sabtu tangga 19 Febuari 2022 terdakwa berhasil diamankan warga dalam perkara
lain lalu terdakwa dibawa ke kantor Polsek Pontianak Barat, setelah itu
terdakwa juga berterus terang kepada petugas Kepolisian Polsek Pontianak Barat
bahwa terdakwa telah menjual 1 (satu) Unit sepeda motor merek Yamaha Mio J
Tahun 2013 Warna Putih dengan No. Polisi : KB **** OJ milik saksi JH kemudian
terdakwa diproses lebih lanjut.
Adapun amar putusan hakim atas perkara di atas sebagai
berikut:
M E N G A D I L I
1.
Menyatakan
Terdakwa S terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
“Penggelapan”;
2.
Menjatuhkan
pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama (……) Tahun /.. Bulan;
3.
Menetapkan masa
penangkapan dan penahanan yang telah dijalankan oleh terdakwa dikurangkan
seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4.
Menetapkan
terdakwa tetap dalam tahanan;
5.
Memerintahkan
barang bukti berupa:
-
1 (satu) Lembar
Stnk sepeda motor merek Yamaha Mio J Tahun 2013 Warna Putih dengan No. Polisi :
KB **** OJ, dengan No. Rangka : MH354P00BDJ612989, dan No. Mesin : 54P-613249
An. JT,
dikembalikan
kepada saksi JH.
6.
Membebankan biaya
perkara kepada terdakwa sebesar Rp. 5.000,- (Lima ribu rupiah).
Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami
persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau
melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau
langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia yang ada di sini.
Terima Kasih.
[1] Departemen Pendidikan Nasional, “Kamus
Besar Bahasa Indonesia”, (Jakarta: Pusat Bahasa PT Gramedia Pustaka Utama, 2012),
1125.
[2] R. Soesilo, “Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP)”, (Bogor: Politea, 1995), 258.
[3] Adam Chazawi, “Kejahatan Terhadap
Harta Benda”, (Jakarta: Bayu Media, 2006), 70.
[4] M. Sudrajat Bassar, “Tindak-tindak
Pidana Tertetu Dalam KUHP”, (Bandung: Remaja Karya, 1984), 74.
[5] P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang, “Delik-Delik
Khusus Kejahatan terhadap Harta Kekayaan”, (Bandung: Sinar Grafika, 2013), 111.
[6] Penjelasan Umum PERMA
Nomor 2 Tahun 2012.
[7] Ibid.
[8] H.A.K. Moch Anwar, “Hukum Pidana
Bagian Khusus”, (Bandung: PT Alumni, 1980), 35-40.
[9] vide Pasal
2 ayat (1) jo. Pasal 1 PERMA Nomor 2 Tahun 2012.
[10] vide Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor
282/Pid.B/2022/PN.Ptk, 12.
[11] vide Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor
282/Pid.B/2022/PN.Ptk, 13.
[12] Ibid.