layananhukum

Kontrak Elektronik dan Para Pihak yang Ada Dalam Transaksi E-Commerce serta Perlindungan Hukumnya

Ilustrasi Para Pihak serta Hak dan Kewajiban dalam E-commerce.
 

Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.[1] Kemudian, Undang-Undang memberikan definisi konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.[2]

Kalau ada yang namanya konsumen ada pula yang namanya “Pelaku Usaha”, pelaku usaha di sini adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.[3]

Semakin majunya teknologi informasi di zaman sekarang ini terkhususnya dalam bidang perdagangan maka timbulah berbagai macam cara perdagangan yang dilakukan masyarakat satu di antaranya melalui perdagangan secara elektronik atau perdagangan digital atau istilahnya e-commerce, Anda dapat membaca tulisan kami mengenai hal tersebut di artikel kami yang berjudul “Pengantar Mengenai Hukum e-commerce dan Jual Beli Online”, yang membahas mengenai beberapa hal mendasar mengenai e-commerce serta aspek-aspek aturan hukum dan praktiknya.

Dalam kesempatan pada kali ini, kami ingin membahas mengenai Para Pihak yang Terlibat di Dalam e-commerce dan tentu saja ada kaitannya dengan aspek perlindungan konsumen yang menurut ketentuan perundang-undangan agar terselenggarannya kepastian hukum saat melakukan transaksi elektronik melalui perdagangan secara elektronik (e-commerce).

Kontrak Elektronik

Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elekronik, bahwa Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Oleh karena Transaksi Elektronik adalah suatu perbuatan hukum, maka perdagangan yang dilakukan secara elektronik atau perdagangan digital atau istilahnya e-commerce, memiliki konsekuensi timbulnya hubungan hukum (entah secara perdata, pidana, dan juga administrasi) yang mengikatkan antara para pihak yang terlibat di dalamnya.

Karena hal tersebut menimbulkan hubungan hukum yang mengikat para pihak yang terlibat di dalamnya, maka timbullah hak-hak dan kewajiban yang harus dilakukan oleh para pihak dalam menjalankan perjanjian yang kemudian melalui yang disebut dengan Kontrak Elektronik. Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.[4] Kontrak di sini tidak bisa dilepaskan dari pada ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu: kesepakatan, kecakapan para pihak, sesuatu hal, dan suatu sebab yang halal.

Akan tetapi perlu diingat bahwa, Pasal 1320 KUHPerdata itu terbatas hanya mengatur Perikatan, Perjanjian, atau Kontrak yang sifatnya harus tertulis (entah yang dibuat di hadapan pejabat yang berwenang atau dibuat di bawah tangan) dan kontrak yang sebagaimana dimaksudkan itu dibuat tidak melalui media elektronik, artinya ada keterbatasan jika menggunakan KUHPerdata.

Secara khusus, maka berlakulah suatu Transaksi Elektronik dapat dilakukan berdasarkan Kontrak Elektronik tadi atau bentuk kontraktual lainnya sebagai bentuk kesepakatan yang dilakukan oleh para pihak.[5] Kontrak Elektronik dapat berupa perjanjian/perikatan jual beli atau perjanjian/perikatan lisensi.[6] Yang mana kemudian, Kontrak Elektronik tersebut dianggap sah dan mengikat para pihak apabila:

-        Sesuai dengan syarat dan kondisi dalam Penawaran Secara Elektronik;

-        Informasi yang tercantum dalam Kontrak Elektronik sesuai dengan informasi yang tercantum dalam Penawaran Secara Elektronik;

-        Terdapat kesepakatan para pihak, yaitu syarat dan kondisi penawaran yang dikirimkan oleh pihak yang menyampaikan penawaran, diterima dan disetujui oleh pihak yang menerima penawaran;

-        Dilakukan oleh subjek hukum yang cakap atau yang berwenang mewakili sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

-        Terdapat hal tertentu; dan

-        Objek transaksi tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum.[7]

Artinya, di sini ada norma khusus yang berlaku, akan tetapi syarat sah perjanjiannya tetaplah sama. Kemudian, Kontrak Elektronik dan bentuk kontraktual lainnya yang ditujukan kepada penduduk Indonesia (sesama WNI) harus dibuat dalam Bahasa Indonesia.[8] Kontrak Elektronik paling sedikit memuat:

-        Identitas para pihak;

-        Spesifikasi Barang dan/atau Jasa yang disepakati;

-        Legalitas Barang dan/atau Jasa;

-        Nilai transaksi Perdagangan;

-        Persyaratan dan jangka waktu pembayaran;

-        Prosedur operasional pengiriman Barang dan/atau Jasa;

-        Prosedur pengembalian Barang dan/atau Jasa dalam hal terjadi ketidaksesuaian antara Barang dan/atau Jasa yang diterima dengan yang diperjanjikan;

-        Prosedur dalam hal terdapat pembatalan oleh para pihak; dan

-        Pilihan hukum penyelesaian sengketa Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.[9]

Kontrak Elektronik dilarang mencantumkan klausula baku yang merugikan Konsumen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Perlindungan Konsumen.[10] Bahwa, kemudian Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak.[11]

Terkait dengan para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik yang bersifat internasional yang dibuat para pihak.[12] Apabila para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.[13]

Perlu diingat juga, ada yang namanya Konfirmasi Elektronik yaitu proses dan pemberian kesempatan bagi pembeli atau pengguna untuk secara sadar memberikan penegasan untuk menyetujui atau tidak menyetujui suatu Kontrak Elektronik sesuai dengan mekanisme teknis dan substansi syarat dan kondisi dalam Penawaran Secara Elektronik, sebelum suatu Kontrak Elektronik dinyatakan sah terjadi.[14]

Penawaran Secara Elektronik sebagaimana yang dimaksud terkait dengan Barang dan/atau Jasa dalam dapat dilakukan melalui:

a.       surat tercatat;

b.      email;

c.       situs online;

d.      media elektronik; atau

e.       saluran Komunikasi Elektronik lainnya.[15]

Kesepakatan dianggap telah terjadi secara sah dan mengikat apabila Penerimaan Secara Elektronik telah sesuai dengan mekanisme teknis dan substansi syarat dan kondisi dalam Penawaran Secara Elektronik.[16] Dalam hal terjadi ketidaksesuaian antara Penerimaan Secara Elektronik dengan Penawaran Secara Elektronik, maka para pihak dianggap belum mencapai kesepakatan.[17]

Dalam memberikan jawaban atas Penawaran Secara Elektronik, penerima penawaran harus responsif dan mengikuti tata cara penerimaan sebagaimana ditetapkan dalam syarat dan kondisi dalam Penawaran Secara Elektronik. Dalam hal penerima penawaran tidak responsif dan tidak mengikuti tata cara penerimaan sebagaimana dimaksud, maka Kontrak Elektronik dapat dianggap tidak pernah terjadi. Sedangan, dalam hal terjadi kelalaian responsif Konsumen, maka segala bentuk kerugian akibat tidak terjadinya Kontrak Elektronik merupakan tanggung jawab Konsumen sepenuhnya. Pelaku Usaha yang melakukan Penawaran Secara Elektronik harus responsif terhadap Penerimaan Secara Elektronik, dan wajib memenuhi Kontrak Elektronik sebagaimana syarat dan kondisi dalam Penawaran Secara Elektronik.[18]

Hak dan Kewajiban Para Pihak

Hak dan Kewajiban E-Commerce

Sebelum membicarakan hak serta kewajiban dari e-commerce ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu ada yang disebut dengan Penyelenggara Sistem Elektronik. Apa yang dimaksud dengan Penyelenggara Sistem Elektronik?

Penyelenggara Sistem Elektronik adalah setiap Orang, penyelenggara negara, Badan Usaha, dan masyarakat yang menyediakan, mengelola, dan/ atau mengoperasikan Sistem Elektronik, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama kepada pengguna Sistem Elektronik untuk keperluan dirinya dan/atau keperluan pihak lain. (vide Pasal 1 Angka 6a Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik)

Penyelenggara Sistem Elektronik itu dibagi menjadi 2 (dua) antara lain:

1.        Penyelenggaran Sistem Elektronik Bersifat Publik;

2.       Penyelenggaran Sistem Elektronik Bersifat Privat.[19]

E-Commerce di sini merupakan Penyelenggara Sistem Elektronik Bersifat Privat, yaitu adalah penyelenggaraan Sistem Elektronik oleh Orang, Badan Usaha, dan masyarakat.[20] Berkaitan dengan peranan pihak e-commerce ialah menyediakan media melalui aplikasi atau website untuk mempertemukan pelaku usaha dan konsumen. Mengenai hak dan kewajiban dari e-commerce sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan, berikut hak yang dimiliki oleh e-commerce adalah sebagai berikut:[21]

-        Menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan platform penawaran dan/atau perdagangan barang dan/ atau jasa;

-        Menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan layanan transaksi keuangan;

-        Pengiriman materi atau muatan digital berbayar melalui jaringan data baik dengan cara unduh melalui portal atau situs, pengiriman lewat surat elektronik, atau melalui aplikasi lain ke perangkat pengguna;

-        Menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan layanan komunikasi meliputi namun tidak terbatas pada pesan singkat, panggilan suara, panggilan video, surat elektronik, dan percakapan dalam jaringan dalam bentuk platform digital, layanan jejaring dan media sosial;

-        Layanan mesin pencari, layanan penyediaan Informasi Elektronik yang berbentuk tulisan, suara, gambar, animasi, musik, video, film, dan permainan atau kombinasi dari Sebagian dan/ atau seluruhnya; dan/ atau

-        Pemrosesan Data Pribadi untuk kegiatan operasional melayani masyarakat yang terkait dengan aktivitas Transaksi Elektronik.

-        Selanjutnya berkaitan dengan kewajiban dari e-commerce sebagai penyelenggara sistem dan transaksi elektronik memiliki beberapa kewajiban. Kewajiban yang harus dilakukan oleh e-commerce¸ antara lain:

-        Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik sebagaimana wajib melakukan pendaftaran; (vide Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik)

-        Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya; (vide Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik)

-        Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut:

a.       dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan;

b.       dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan Informasi Elektronik dalam penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;

c.       dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;

d.       dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut; dan

e.       memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan kebertanggungiawaban prosedur atau petunjuk. (vide Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik)

-        Penyelenggara Sistem Elektronik wajib memastikan Sistem Elektroniknya tidak memuat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilarang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; (vide Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik)

-        Penyelenggara Sistem Elekronik wajib memastikan Sistem Elektroniknya tidak memfasilitasi penyebarluasan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilarang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. (vide Pasal 5 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik)

-        Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan orang yang bersangkutan. (vide Pasal 15 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik)

Disebutkan bahwa, Ketentuan mengenai kewajiban Penyelenggara Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik diatur dengan Peraturan Menteri. Peraturan Menteri yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat.

Hak dan Kewajiban Penjual atau Pelaku Usaha

Pelaku Usaha adalah adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. (vide Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen)

Adapun Hak dari Pelaku Usaha ada sebagai berikut:

-        Berhak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

-        Berhak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;

-        Berhak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

-        Berhak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

-        Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kemudian mengenai kewajiban dari Penjual atau Pelaku Usaha ini, sebagaimana dalam hal ini jual beli secara online adapun kewajiban dari penjual sebagaimana diatur dalam Pasal 1473 KUHPerdata, menyatakan:

“Penjual wajib menyatakan dengan jelas, untuk apa ia mengikatkan dirinya, janji yang tidak jelas dan dapat diartikan dalam berbagai pengertian, harus ditafsirkan untuk kerugiannya”

Selanjutnya pada Pasal 1474 KUHPerdata menyatakan bahwa penjual memiliki kewajiban utama:

“Penjual mempunyai dua kewajiban utama, yaitu menyerahkan barangnya dan menanggungnya.”

Ketentuan mengenai penyerahan barang dalam KUHPerdata oleh penjual kepada pembeli diatur dalam pasal antara lain:

-        Barang yang diserahkan harus dalam keadaan utuh seperti yang telah dinyatakan dalam perjanjian atau pada saat penjualan; (vide Pasal 1481 jo. Pasal 1483 KUHPerdata)

-        Penjual wajib menyerahkan segala sesuatu yang menjadi perlengkapan untuk menggunakan barang yang telah di jualnya tersebut (vide Pasal 1482 KUHPerdata)

-        Penjual tidak diwajibkan menyerahkan barangnya sebelum pembeli membayar harganya (vide Pasal 1482 KUHPerdata)

-        Penjual wajib menjamin pembeli untuk dapat memiliki barang itu dengan aman dan tentram, serta bertanggung jawab terhadap cacat-cacat yang tersembunyi yang dapat dijadikan alasan untuk pembatalan pembelian (vide Pasal 1491, Pasal 1504, 1506, 1508, 1509, dan Pasal 1510 KUHPerdata), akan tetapi penjual tidak diwajibkan menanggung cacat yang kelihatan oleh pembeli (vide Pasal 1505 KUHPerdata)

-        Penjual wajib menanggung kerugian yang diderita oleh pembeli apabila ternyata barang yang telah diperjualbelikan tersebut harus disita atau harus diambil dari pembeli karena suatu sengketa, yang disebabkan tidak ada pemberitahuan terlebih dahulu pada saat mengadakan perjanjian jual beli. (vide Pasal 1492, Pasal 1495, Pasal 1496, Pasal 1497, Pasal 1499 KUHPerdata)

-        Penjual diwajibkan bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang merupakan akibat langsung dari pembuatnya sehingga merugikan pembeli, walaupun didalam perjanjian ditentukan bahwa penjual tidak menanggung segala risiko dalam jual beli tersebut. (vide Pasal 1494 KUHPerdata)

-        Penjual wajib menggunakan biaya penyerahan barang artinya apabila dalam perjanjian ditentukan bahwa penyerahan dilakukan di Gudang milik pembeli, maka biaya pengangkutan dari tempat penjual menuju gudang milik pembeli ditanggung oleh penjual, sedangkan biaya pengambilan dari gudang milik pembeli menuju ketempat pembeli ditanggung oleh pembeli. (vide Pasal 1476 KUHPerdata)

-        Penjual wajib mengembalikan harga barang dan biaya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, pembeli berhak membatalkan atau meniadakan pembelian. (vide Pasal 1488 KUHPerdata) dengan syarat tuntutan tersebut harus dilakukan paling lambat dalam waktu 1 (satu) tahun setelah penyerahan barang. (vide Pasal 1489 KUHPerdata)

-        Penjual berhak menuntut pembayaran harga pada waktu dan tempat yang telah penyerahan bersama dalam perjanjian, pada tempat penyerahan barang dilakukan. (vide Pasal 1513  jo. Pasal 1514 KUHPerdata)

-        Penjual berhak atas pembayaran bunga dari harga pembelian, jika ternyata barang yang telah dijualnya menghasilkan pendapatan bagi pembeli (vide Pasal 1515 KUHPerdata)

-        Penjual berhak menahan barangnya atau tidak menyerahkan kepada pembeli jika pembeli belum membayar harganya. (vide Pasal 1478 KUHPerdata)

-        Baik penjual maupun pembeli berhak membuat persetujuan yang isinya memperluas atau mengurangi kewajiban-kewajiban yang telah ditentukan dalam undang-undang ini, bahkan untuk membebaskan penjual dari tanggungan apapun. (vide Pasal 1493 KUHPerdata)

-        Dalam hal barang yang telah dijual dalam keadaan menjadi pokok-pokok sengketa dan harus dilelangkan, sedangkan harga lelang lebih mahal dari harga yang telah dibayar oleh pembeli sehingga menguntungkan pembeli, maka penjual berhak memperoleh uang sisa dari hasil pelelangan tersebut. (vide Pasal 1497 ayat (2) KUHPerdata)

-        Jika pembeli tidak membayar harga pembelian maka penjual dapat menuntut pembatalan pembelian menurut ketentuan Pasal 1266 dan Pasal 1267 KUHPerdata Penjual berhak membeli kembali barang yang telah dijualnya apabila telah diperjanjikan tersebut (vide Pasal 1519 KUHPerdata)

Selanjutnya ketentuan mengenai penanggungan barang diatur dalam Pasal 1491 KUHPerdata yang menyatakan:

“Penanggungan yang menjadi kewajiban penjual terhadap pembeli, adalah untuk menjamin dua hal, yaitu: pertama, penguasaan barang yang dijual itu secara aman dan tenteram; kedua, tiadanya cacat yang tersembunyi pada barang tersebut, atau yang sedemikian rupa sehingga menimbulkan alasan untuk pembatalan pembelian.”

Kemudian, penjual sebagai Pelaku Usaha sebagaimana Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen adalah sebagai berikut:

-        Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

-        Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

-        Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

-        Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

-        Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

-        Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

-        Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.[22]

Hak dan Kewajiban Pembeli atau Konsumen

Adapun Hak dari Konsumen, antara lain:[23]

-        Berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

-        Berhak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

-        Berhak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

-        Berhak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

-        Berhak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

-        Berhak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

-        Berhak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

-        Berhak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

-        Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kemudian terkait dengan kewajiban dari Pembeli, sebagaimana yang diatur dalam KUHPerdata dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sebagai berikut:

-        Kewajiban utama pembeli adalah membayar harga pembelian pada waktu dan di tempat yang ditetapkan dalam persetujuan; (vide Pasal 1513 KUHPerdata)

-        Jika pada waktu membuat persetujuan tidak ditetapkan hal-hal itu, pembeli harus membayar di tempat dan pada waktu penyerahan; (vide Pasal 1514 KUHPerdata)

-        Pembeli walaupun tidak ada suatu perjanjian yang tegas, wajib membayar bunga dari harga pembelian, jika barang yang dijual dan diserahkan memberi hasil atau pendapatan lain; (vide Pasal 1515 KUHPerdata)

-        Jika pembeli tidak membayar harga pembelian, maka penjual dapat menuntut pembatalan jual beli itu menurut ketentuan-ketentuan Pasal 1266 dan Pasal 1267 KUHPerdata; (vide Pasal 1517 KUHPerdata)

-        Meskipun demikian, dalam hal penjualan barang-barang dagangan dan perabot rumah, pembatalan pembelian untuk kepentingan penjual terjadi demi hukum dan tanpa peringatan, setelah lewatnya waktu yang ditentukan untuk mengambil barang yang dijual. (vide Pasal 1518 KUHPerdata)

Kemudian, untuk secara khusus Pembeli berdasarkan Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, menyatakan:

-        Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

-        Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

-        Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

-        Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.[24]

Hak dan Kewajiban Perusahaan Ekspedisi atau Pengirim (Kurir)

Dalam jual beli online, terdapat pihak ketiga selaku perantara yang juga ikut terlibat dalam perjanjian jual beli antara penjual (Pelaku Usaha) dan pembeli (Konsumen). Meskipun tidak terlibat secara langsung, namun pihak perantara tersebut bekerja untuk perusahaan jasa pengiriman barang yang mana telah terikat dalam suatu perjanjian pengiriman barang dengan pengguna jasanya, yaitu penjual.[25]

Bahwa perjanjian pengiriman tersebut merupakan perjanjian antara 2 (dua) pihak, yang mana pihak yang satu menyanggupi untuk membawa barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan aman, sedangkan pihak yang lain menyanggupi untung menanggung biaya ongkosnya. (vide Pasal 1707 ayat (1) KUHPerdata)

Bahwa kemudian, berdasarkan perjanjian antara penjual dengan perusahaan jasa pengiriman barang tersebut, maka perusahaan jasa pengiriman barang dapat dianggap sebagai pihak yang menerima kuasa dari penjual selaku pemberi kuasa dalam melakukan penyerahan, sebagaimana ketentuan Pasal 1792 KUHPerdata, yang menyatakan:

“Penerima titipan berhak menahan barang titipan selama belum diganti semua ongkos kerugian yang wajib dibayar kepadanya karena penitipan itu,”

Menurut ketentuan pasal di atas, perusahaan jasa pengiriman barang bertindak untuk dan atas nama penjual untuk menyerahkan barang pesanan pembeli. Selanjutnya, agar efektif dan tepat waktunya penyerahan tersebut, perusahaan jasa pengiriman barang mempekerjakan kurir-kurir yang berperan sebagai perantara untuk mengirimkan barang tersebut langsung ke tangan pembeli berdasarkan Pasal 1800 KUHPerdata, yang menyatakan:

“Penerima Kuasa, selama kuasanya belum dicabut, wajib melaksanakan kuasanya dan bertanggun jawab atas segala biaya, kerugian, dan bunga yang timbul karena tidak dilaksanakannya kuasa itu,”

Kemudian berdasarkan Pasal 1803 KUHPerdata, yang menyatakan:

“Penerima Kuasa bertanggung jawab atas orang lain yang ditunjukknya sebagai penggantinya dalam melaksanakan kuasanya……”

Bahwa pada intinya kurir dapat dikatakan sebagai pihak yang menggantikan perusahaan jasa pengiriman barang dalam menjalankan kuasa yang diberikan penjual kepadanya. Dalam hal ini, perusahaan sepenuhnya bertanggung jawab atas kurir yang mewakilkannya dalam menjalankan tugasnya. Perusahaan juga bertanggung jawab, baik atas kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh kurir dengan sengaja, maupun kelalaian-kelalaian lain yang terjadi, sebagaimana diatur dalam Pasal 1801 KUHPerdata.

Dalam hal pengiriman barang yang dilakukan oleh kurir, maka secara tidak langsung juga dapat dikatakan bahwa kurir merupakan pihak yang dititipkan barang oleh penjual melalui perusahaan jasa pengiriman barang kepada pembeli. Penitipan yang dimaksud merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menerima, membawa, dan atau menyampaikan paket dari pengirim kepada penerima dengan memungut biaya. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1706 KUHPerdata, kurir selaku penerima titipan wajib menjaga barang yang dipercayakan kepadanya dengan sebaik mungkin seperti ia menjaga barang-barangnya sendiri.

Perlu digaris bawahi kembali bahwa sebagaimana ketentuan Pasal 1494 KUHPerdata, yang sudah kami jelaskan di atas bahwa penjual-lah yang tetap bertanggung jawab atas apapun yang berupa akibat dari suatu perbuatan yang dilakukan olehnya, dalam hal ini jika terjadinya ketidaksesuaian atau kerusakan barang yang diterima oleh pembeli.

Selanjutnya, sebagaimana ketentuan Pasal 1708 KUHPerdata bahwa kurir selaku penerima titipan tidak sekali pun bertanggung jawab atas hal-hal yang dapat menyebabkan kerusakan atau ketidaksesuaian terhadap barang yang dititipkannya tersebut, kecuali kerusakan atau ketidaksesuaian tersebut terjadi karena kesalahan atau kelalaian dari kurir. Kemudian, menurut pasal tersebut juga bahkan kurir tidak perlu bertanggung jawab apabila barang tersebut mengalami kerusakan, bahkan musnah ketika telah berada di tangan pembeli.

Peran Pemerintah

Disebutkan bahwa Menteri berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud Menteri dapat berkoordinasi dengan menteri, kepala Lembaga pemerintah non-kementerian, dan pimpinan otoritas terkait, serta pemerintah daerah. (vide Pasal 76 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektrnoik)

Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, dan pemberian sanksi administrasi merupakan kewenangan dari pemerintah terhadap Penyelenggara Sistem Elektronik yang melanggar ketentuan Perundang-Undangan. (vide Pasal 79 dan Pasal 80 Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektrnoik)

Sedangkan, untuk perlindungan konsumen Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha. (vide Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen)

Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia yang ada di sini. Terima Kasih.


[1] vide Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

[2] vide Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

[3] vide Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

[4] vide Pasal 1 Angka 17 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

[5] vide Pasal 46 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

[6] vide Pasal 51 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

[7] vide Pasal 46 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik jo. vide Pasal 52 Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

[8] vide Pasal 47 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

[9] vide Pasal 47 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik jo. Pasal 53 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

[10] vide Pasal 47 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik jo. Pasal 53 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

[11] vide Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

[12] vide Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

[13] vide Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

[14] vide Pasal 1 Angka 16 Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

[15] vide Pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

[16] vide Pasal 44 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

[17] vide Pasal 44 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

[18] vide Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik

[19] vide Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

[20] vide Pasal 1 Angka 6 Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

[21] vide Pasal 2 ayat (5) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

[22] vide Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

[23] vide Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

[24] vide Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

[25] Mulyani Zulaeha, “Tanggung Jawab dalam Levering pada Perjanjian Jual Beli secara Online,”(Lambung Mangkurat Law Journal 4, no. 2 (2019)), 179.

Formulir Isian