Ilustrasi Mafia Tanah (ATR/BPN) |
Beberapa pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN)
ditangkap polisi terkait kasus mafia tanah di Jakarta dan Bekasi. 2 (dua) di
antaranya PS, yang merupakan Koordinator Substansi Penataan Pertanahan BPN
Jakarta Utara saat tindak pidana terjadi, dan MB, yang merupakan Ketua Tim
Ajudikasi PTSL BPN Jakarta Utara.
Selain PS dan MB, 2 (dua) pejabat lainnya ditetapkan
tersangka bersama 25 (dua puluh lima) orang lainnya. Puluhan tersangka itu
terdiri atas pegawai tidak tetap di BPN wilayah Jakarta dan Bekasi, ASN
pemerintahan, kepala desa, hingga orang jasa perbankan.
Kemudian, 2 (dua) pejabat BPN lainnya yang terlibat
kasus mafia tanah di Bekasi. 2 (dua) pejabat tersebut adalah Kepala Kantor BPN
Kota Palembang berinisial NS (50) dan Kasi Survei Kantor BPN Bandung Barat RS
(58). RS sebelumnya menjabat Kasi Pengukuran dan Pemetaan Kantor BPN Bekasi
Kabupaten.
NS ditangkap atas tindak pidana terkait mafia tanah
yang terjadi di Bekasi ketika menjabat sebagai Kasi Infrastruktur Pengukuran
pada Kantor BPN Kabupaten Bekasi.
Menanggapi hal tersebut, Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Kemen ATR/BPN) buka suara.
Juru bicara Kementerian ATR/BPN, Teguh Hari Prihatono
menyebut pengungkapan kasus ini merupakan hasil kerja sama Satgas Antimafia
Tanah. Satuan tugas tersebut terdiri atas personel Polri, Kejaksaan Agung, dan
pihak Kementerian ATR/BPN.
“Keberhasilan pengungkapan ini tidak lepas dari
dukungan semua pihak, khususnya Satgas Antimafia Tanah, yakni meliputi
Kementerian ATR/BPN, Polri, dan Kejaksaan Agung,” kata Teguh dalam
keterangannya, Jumat (15/7/2022).
Dia menyebut Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto
memerintahkan perang terhadap para mafia tanah. Siapa pun pihak yang
terindikasi terlibat akan ditindak.
“Di beberapa kesempatan, Pak Menteri mengatakan serius
perangi mafia tanah, baik itu oknum di internal maupun pihak-pihak eksternal,”
tegasnya.
Lebih lanjut Teguh mengungkapkan pihaknya akan
berkoordinasi dengan Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/BPN untuk mengusut
tuntas kasus tersebut. Dia meminta masyarakat berperan aktif dalam memberantas
para mafia tanah.
“Akan dilakukan penelitian lebih lanjut oleh
Inspektorat Jenderal. Kementerian ATR/BPN terus berkomitmen dan bekerja sama
dalam memberantas mafia tanah. Namun butuh dukungan dari masyarakat,” papar
Teguh.
Problematika Mafia Tanah Nyata
Mafia tanah ini tidak sedikit bahkan dugaannya ada
oknum “Advokat”, “Polisi”, “Jaksa”, “Hakim”, “Panitera”, dan Bagian Hukum
instansi tertentu juga Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Oknum ya.
Ini yang membuat penungkapan Kasus Mafia tanah ini yang melibatkan pihak
internal atau eksternal BPN dibantu juga Sistem Peradilan menjadi kompleks dan
perlu upaya yang serius.
Baru-baru ini “oknum” Notaris dan Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) yang terlibat dalam kasus Mafia tanah Nirina Zubir. Secara umum,
dalam beberapa pertimbangan Yang Mulia Majelis Hakim dalam Perkara Perdata
Sengketa Kepemilikan Tanah sedikit tidaknya yang memenangkan pembeli yang
mendalilkan diri telah beritikad baik. Pertimbangan yang kami rasa template itu
satu di antaranya “KARENA TELAH DILAKUKANNYA JUAL BELI DIHADAPAN ATAU MELALUI
NOTARIS/PPAT.”
Ada juga melalui “oknum” pelelangan umum, dengan pihak
terkait termasuk oknum “perbankan” kita bicara soal masalah transparansi dan
akuntabilitas yang harusnya dilakukan dalam proses objek yang dilelang dengan
asas terbuka bagi umum tetapi cenderung ditutup-tutupi sehingga prosesnya
semestinya dibuktikan telah terjadi perbuatan melawan hukum, jadi, mafia tanah
ini memang harus ada penanganan yang TIDAK biasa. Karena ada "jaringan
mafia" yang satu kesatuan tidak terpisahkan satu sama lain.
Para penjahat mafia tanah terbukti ada dan banyak
membuat masyarakat kehilangan hak atas tanah yang dimilikinya. Mereka sangat
kuat bahkan
ratusan pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) terlibat sampai
memiliki bekingan di pengadilan!
Bahkan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sudah mengakui ini bahkan bila sudah berurusan
dengan mafia tanah, urusannya pasti rumit.
Kementerian ATR/BPN, aparat penegak hukum, dan seluruh
kementerian/lembaga negara lainnya mempunyai semangat yang sama untuk
memberantas Mafia Tanah. Telah dilaksanakan upaya bersama untuk menindak Mafia
Tanah, dimana perbuatannya sangat merugikan masyarakat, selain menyebabkan
kerugian material, ulah Mafia Tanah telah menyebabkan ketidakpastian hukum
serta mengganggu iklim investasi.
Contoh perkara, terkait dengan pemberitaan media
mengenai aduan Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) kepada Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Tjahyo Kumolo pada 15
Juli tahun 2020 yang di antaranya mengenai aduan Sdr. Robert Sudjasmin.
Obyek tanah yang dipermasalahkan adalah Sertipikat Hak
Milik Nomor 139/Pegangsaan Dua atas nama Abdullah bin Naman luas 8.320 m2,
Gambar Situasi Nomor 976/1974 tanggal 31 Oktober 1974 terletak di Kelurahan
Pegangsaan Dua, Kecamatan Koja, Kotamadya Jakarta Utara.
Pokok permasalahan dari aduan ini adalah pengadu, Sdr.
Robert Sudjasmin selaku pemenang Lelang atas tanah obyek permasalahan keberatan
dengan diterbitkannya SK Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7-XI-1999
tanggal 25 Februari 1999 tentang Pembatalan SHM Nomor 139/Pegangsaan Dua.
Menurut Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik
Pertanahan, R.B. Agus Widjayanto, bahwa Kementerian ATR/BPN telah
melakukan pengkajian terhadap permasalahan tersebut, bahwa SKPT
Lelang diterbitkan sebelum tanah menjadi obyek gugatan sehingga tidak
benar bila dikatakan SKPT terbit setelah ada gugatan, dan Surat Keputusan
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional tanggal 25 Februari
1999 Nomor No. 7-XI-1999 tentang Pembatalan Sertipikat Hak Milik Nomor
139/Pegangsaan Dua tercatat Atas Nama Abdullah bin Naman terletak di Kelurahan
Pegangsaan Dua, Kecamatan Koja, Kotamadya Jakarta Utara, adalah melaksanakan
amar Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor
17/Pdt.G/1991/PN.Jkt.Ut, tanggal 1 Juli 1992 jo. Putusan
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 158/PDT/1993/PT.DKI, tanggal 29 Mei
1993 jo. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor
538.K/PDT/1994, tanggal 28 Januari 1997 amar angka 4 yang
berbunyi:
“Menyatakan
Sertipikat Hak Milik Nomor 139/Pegangsaan Dua yang dikeluarkan oleh Turut
Tergugat III atas nama Tergugat II tidak mempunyai nilai pembuktian hak sejak
semula”
Bukan tindak lanjut dari amar putusan yang membatalkan
Risalah Lelang. Selanjutnya, terhadap kesalahan penulisan Nomor Risalah Lelang
pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor
17/Pdt.G/1991/PN.Jkt.Ut, yang seharusnya Nomor 338 ditulis Nomor 388
tidak berkaitan dengan keabsahan Surat Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional menerbitkan Surat Keputusan tanggal 25 Februari 1999
Nomor 7-XI-1999 tentang Pembatalan Sertipikat Hak Milik Nomor 139/Pegangsaan
Dua karena dasar penerbitan surat keputusan menteri tersebut adalah amar yang
berbunyi:
“Menyatakan
Sertipikat Hak Milik Nomor 139/Pegangsaan Dua yang dikeluarkan oleh Turut
Tergugat III atas nama Tergugat II tidak mempunyai nilai pembuktian hak sejak
semula”.
Terhadap perbedaan/kasalahan penulisan risalah lelang
tersebut telah diperbaiki dengan putusan perkara bantahan Pengadilan
Negeri Jakarta Utara Nomor 349/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Ut jo. Putusan
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 517/PDT/2015/PT.DKI, dan Putusan
Mahkamah Agung RI Nomor 430K/PDT/2017, dan Putusan Mahkamah
Agung Nomor 757 PK/Pdt/2021.
Berkenaan dengan hal-hal tersebut di atas, karena
permasalahan tanah Sertipikat Hak Milik Nomor 139/Pegangsaan Dua atas nama
Abdullah bin Naman sudah diperiksa oleh lembaga peradilan dan putusan mana
telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka keberatan/pengaduan Sdr. Robert
Sudjasmin tidak beralasan dan tidak dapat ditindak lanjuti.
Dari perkara di atas aja, betapa mengerikannya
bagaimana bisa bagi seseorang yang sudah memenangkan Lelang aja sebagai pembeli
yang beritikad baik dapat menjadi korban dari Mafia Tanah.
Tips dan Petunjuk Teknis tentang Mafia Tanah
Ini Tips untuk mengenali mafia tanah dengan beberapa
modus antara lain seperti: (vide Juknis Nomor
01/JUKNIS/D.VII/2018 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Mafia Tanah)
1)
Penerbitan dengan
lebih dari satu surat entah girik/pipil/yasan/letter c/SKT/SPT/ketitir yang
menunjukkan bahwa adanya penguasaan fisik atau nama lain yang sejenis, surat
tidak sengketa, atau surat-surat lain yang berhubungan dengan tanah oleh
Kades/Lurah kepada beberapa pihak terhadap satu bidang yang sama;
2)
Melakukan okupasi
atau penguasaan tanah tanpa izin yang patut dia ketahui itu di atas tanah milik
orang lain entah HM, HGB, HGU, HP,HPL baik yang sudah berakhir atau masih
berlaku;
3)
Mengubah,
merusak, atau menghilangkan patok tanda batas tanah;
4)
Mengajukan
Sertifikat Pengganti dengan alasan hilang, sementara diketahui bahwa SHM itu
masih ada dan dipegang oleh pemilik sahnya atau orang lain dengan itikad baik,
sehingga mengakibatkan SHM ganda ; dan
5)
Ini yang sering
terjadi juga nih, dengan mengajukan gugatan ke pengadilan menggunakan entah
SKT, girik, SPT, yang tidak benar dan palsu sehingga kalau ada produk yang
namanya putusan pengadilan itu dijadikan dasar bahwa itu sudah BHT (Berkekuatan
Hukum Tetap) atau in kracht van gewijsde, sah dong.
6)
Melakukan
pembelian entah itu dihadapan Notaris dan kemudian menggugat penjual (strategi
aja) agar kemudian penjual tadi melaksanakan kewajibannya untuk melindungi
kepentingan hukum pembeli, alasan gugatan perihal wanprestasi dengan memasukkan
petitum “sah SHM nomor...”klasik agar mempertentangkan asas nemo
plus iuris transferre potest quam ipse habet dengan asas bona
fides atau guter glaube...
Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami
persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau
melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau
langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia yang ada di sini.
Terima Kasih.