layananhukum

Berantas Mafia Tanah! 6 Pejabat BPN Ditangkap!

 

Ilustrasi Mafia Tanah (ATR/BPN)

Beberapa pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) ditangkap polisi terkait kasus mafia tanah di Jakarta dan Bekasi. 2 (dua) di antaranya PS, yang merupakan Koordinator Substansi Penataan Pertanahan BPN Jakarta Utara saat tindak pidana terjadi, dan MB, yang merupakan Ketua Tim Ajudikasi PTSL BPN Jakarta Utara.

Selain PS dan MB, 2 (dua) pejabat lainnya ditetapkan tersangka bersama 25 (dua puluh lima) orang lainnya. Puluhan tersangka itu terdiri atas pegawai tidak tetap di BPN wilayah Jakarta dan Bekasi, ASN pemerintahan, kepala desa, hingga orang jasa perbankan.

Kemudian, 2 (dua) pejabat BPN lainnya yang terlibat kasus mafia tanah di Bekasi. 2 (dua) pejabat tersebut adalah Kepala Kantor BPN Kota Palembang berinisial NS (50) dan Kasi Survei Kantor BPN Bandung Barat RS (58). RS sebelumnya menjabat Kasi Pengukuran dan Pemetaan Kantor BPN Bekasi Kabupaten.

NS ditangkap atas tindak pidana terkait mafia tanah yang terjadi di Bekasi ketika menjabat sebagai Kasi Infrastruktur Pengukuran pada Kantor BPN Kabupaten Bekasi.

Menanggapi hal tersebut, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Kemen ATR/BPN) buka suara.

Juru bicara Kementerian ATR/BPN, Teguh Hari Prihatono menyebut pengungkapan kasus ini merupakan hasil kerja sama Satgas Antimafia Tanah. Satuan tugas tersebut terdiri atas personel Polri, Kejaksaan Agung, dan pihak Kementerian ATR/BPN.

“Keberhasilan pengungkapan ini tidak lepas dari dukungan semua pihak, khususnya Satgas Antimafia Tanah, yakni meliputi Kementerian ATR/BPN, Polri, dan Kejaksaan Agung,” kata Teguh dalam keterangannya, Jumat (15/7/2022).

Dia menyebut Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto memerintahkan perang terhadap para mafia tanah. Siapa pun pihak yang terindikasi terlibat akan ditindak.

“Di beberapa kesempatan, Pak Menteri mengatakan serius perangi mafia tanah, baik itu oknum di internal maupun pihak-pihak eksternal,” tegasnya.

Lebih lanjut Teguh mengungkapkan pihaknya akan berkoordinasi dengan Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/BPN untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Dia meminta masyarakat berperan aktif dalam memberantas para mafia tanah.

“Akan dilakukan penelitian lebih lanjut oleh Inspektorat Jenderal. Kementerian ATR/BPN terus berkomitmen dan bekerja sama dalam memberantas mafia tanah. Namun butuh dukungan dari masyarakat,” papar Teguh.

Problematika Mafia Tanah Nyata

Mafia tanah ini tidak sedikit bahkan dugaannya ada oknum “Advokat”, “Polisi”, “Jaksa”, “Hakim”, “Panitera”, dan Bagian Hukum instansi tertentu juga Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Oknum ya. Ini yang membuat penungkapan Kasus Mafia tanah ini yang melibatkan pihak internal atau eksternal BPN dibantu juga Sistem Peradilan menjadi kompleks dan perlu upaya yang serius.

Baru-baru ini “oknum” Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang terlibat dalam kasus Mafia tanah Nirina Zubir. Secara umum, dalam beberapa pertimbangan Yang Mulia Majelis Hakim dalam Perkara Perdata Sengketa Kepemilikan Tanah sedikit tidaknya  yang memenangkan pembeli yang mendalilkan diri telah beritikad baik. Pertimbangan yang kami rasa template itu satu di antaranya “KARENA TELAH DILAKUKANNYA JUAL BELI DIHADAPAN ATAU MELALUI NOTARIS/PPAT.” 

Ada juga melalui “oknum” pelelangan umum, dengan pihak terkait termasuk oknum “perbankan” kita bicara soal masalah transparansi dan akuntabilitas yang harusnya dilakukan dalam proses objek yang dilelang dengan asas terbuka bagi umum tetapi cenderung ditutup-tutupi sehingga prosesnya semestinya dibuktikan telah terjadi perbuatan melawan hukum, jadi, mafia tanah ini memang harus ada penanganan yang TIDAK biasa. Karena ada "jaringan mafia" yang satu kesatuan tidak terpisahkan satu sama lain.

Para penjahat mafia tanah terbukti ada dan banyak membuat masyarakat kehilangan hak atas tanah yang dimilikinya. Mereka sangat kuat bahkan ratusan pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) terlibat sampai memiliki bekingan di pengadilan!

Bahkan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sudah mengakui ini bahkan bila sudah berurusan dengan mafia tanah, urusannya pasti rumit.

Kementerian ATR/BPN, aparat penegak hukum, dan seluruh kementerian/lembaga negara lainnya mempunyai semangat yang sama untuk memberantas Mafia Tanah. Telah dilaksanakan upaya bersama untuk menindak Mafia Tanah, dimana perbuatannya sangat merugikan masyarakat, selain menyebabkan kerugian material, ulah Mafia Tanah telah menyebabkan ketidakpastian hukum serta mengganggu iklim investasi. 

Contoh perkara, terkait dengan pemberitaan media mengenai aduan Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Tjahyo Kumolo pada 15 Juli tahun 2020 yang di antaranya mengenai aduan Sdr. Robert Sudjasmin.

Obyek tanah yang dipermasalahkan adalah Sertipikat Hak Milik Nomor 139/Pegangsaan Dua atas nama Abdullah bin Naman luas 8.320 m2, Gambar Situasi Nomor 976/1974 tanggal 31 Oktober 1974 terletak di Kelurahan Pegangsaan Dua, Kecamatan Koja, Kotamadya Jakarta Utara. 

Pokok permasalahan dari aduan ini adalah pengadu, Sdr. Robert Sudjasmin selaku pemenang Lelang atas tanah obyek permasalahan keberatan dengan diterbitkannya SK Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7-XI-1999 tanggal 25 Februari 1999 tentang Pembatalan SHM Nomor 139/Pegangsaan Dua.

Menurut Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, R.B. Agus Widjayanto, bahwa Kementerian ATR/BPN telah melakukan pengkajian terhadap permasalahan tersebut, bahwa SKPT Lelang diterbitkan sebelum tanah menjadi obyek gugatan sehingga tidak benar bila dikatakan SKPT terbit setelah ada gugatan, dan Surat Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional tanggal 25 Februari 1999 Nomor No. 7-XI-1999 tentang Pembatalan Sertipikat Hak Milik Nomor 139/Pegangsaan Dua tercatat Atas Nama Abdullah bin Naman terletak di Kelurahan Pegangsaan Dua, Kecamatan Koja, Kotamadya Jakarta Utara, adalah melaksanakan amar Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 17/Pdt.G/1991/PN.Jkt.Ut, tanggal 1 Juli 1992 jo. Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 158/PDT/1993/PT.DKI, tanggal 29 Mei 1993 jo. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 538.K/PDT/1994, tanggal 28 Januari 1997 amar angka 4 yang berbunyi: 

“Menyatakan Sertipikat Hak Milik Nomor 139/Pegangsaan Dua yang dikeluarkan oleh Turut Tergugat III atas nama Tergugat II tidak mempunyai nilai pembuktian hak sejak semula” 

Bukan tindak lanjut dari amar putusan yang membatalkan Risalah Lelang. Selanjutnya, terhadap kesalahan penulisan Nomor Risalah Lelang pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 17/Pdt.G/1991/PN.Jkt.Ut, yang seharusnya Nomor 338 ditulis Nomor 388 tidak berkaitan dengan keabsahan Surat Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional menerbitkan Surat Keputusan tanggal 25 Februari 1999 Nomor 7-XI-1999 tentang Pembatalan Sertipikat Hak Milik Nomor 139/Pegangsaan Dua karena dasar penerbitan surat keputusan menteri tersebut adalah amar yang berbunyi:

“Menyatakan Sertipikat Hak Milik Nomor 139/Pegangsaan Dua yang dikeluarkan oleh Turut Tergugat III atas nama Tergugat II tidak mempunyai nilai pembuktian hak sejak semula”. 

Terhadap perbedaan/kasalahan penulisan risalah lelang tersebut telah diperbaiki dengan putusan perkara bantahan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 349/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Ut jo. Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 517/PDT/2015/PT.DKI, dan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 430K/PDT/2017, dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 757 PK/Pdt/2021

Berkenaan dengan hal-hal tersebut di atas, karena permasalahan tanah Sertipikat Hak Milik Nomor 139/Pegangsaan Dua atas nama Abdullah bin Naman sudah diperiksa oleh lembaga peradilan dan putusan mana telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka keberatan/pengaduan Sdr. Robert Sudjasmin tidak beralasan dan tidak dapat ditindak lanjuti. 

Dari perkara di atas aja, betapa mengerikannya bagaimana bisa bagi seseorang yang sudah memenangkan Lelang aja sebagai pembeli yang beritikad baik dapat menjadi korban dari Mafia Tanah. 

Tips dan Petunjuk Teknis tentang Mafia Tanah

Ini Tips untuk mengenali mafia tanah dengan beberapa modus antara lain seperti: (vide Juknis Nomor 01/JUKNIS/D.VII/2018 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Mafia Tanah)

1)       Penerbitan dengan lebih dari satu surat entah girik/pipil/yasan/letter c/SKT/SPT/ketitir yang menunjukkan bahwa adanya penguasaan fisik atau nama lain yang sejenis, surat tidak sengketa, atau surat-surat lain yang berhubungan dengan tanah oleh Kades/Lurah kepada beberapa pihak terhadap satu bidang yang sama;

2)      Melakukan okupasi atau penguasaan tanah tanpa izin yang patut dia ketahui itu di atas tanah milik orang lain entah HM, HGB, HGU, HP,HPL baik yang sudah berakhir atau masih berlaku;

3)      Mengubah, merusak, atau menghilangkan patok tanda batas tanah;

4)      Mengajukan Sertifikat Pengganti dengan alasan hilang, sementara diketahui bahwa SHM itu masih ada dan dipegang oleh pemilik sahnya atau orang lain dengan itikad baik, sehingga mengakibatkan SHM ganda ; dan

5)      Ini yang sering terjadi juga nih, dengan mengajukan gugatan ke pengadilan menggunakan entah SKT, girik, SPT, yang tidak benar dan palsu sehingga kalau ada produk yang namanya putusan pengadilan itu dijadikan dasar bahwa itu sudah BHT (Berkekuatan Hukum Tetap) atau in kracht van gewijsde, sah dong. 

6)      Melakukan pembelian entah itu dihadapan Notaris dan kemudian menggugat penjual (strategi aja) agar kemudian penjual tadi melaksanakan kewajibannya untuk melindungi kepentingan hukum pembeli, alasan gugatan perihal wanprestasi dengan memasukkan petitum “sah SHM nomor...”klasik agar mempertentangkan asas nemo plus iuris transferre potest quam ipse habet dengan asas bona fides atau guter glaube...

Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia yang ada di sini. Terima Kasih.

Formulir Isian