layananhukum

Reformasi Hukum Menanggapi Darurat Kebocoran Data Pribadi di Indonesia

Ilustrasi Serangan Siber

Data pribadi lebih dari 200 juta orang Indonesia konon telah bocor beberapa waktu lalu dan dijual secara online, dan hingga sekarang dalam proses penyelidikan, informasi tersebut menurut sebuah posting di forum online yang sering dikunjungi oleh peretas.

Kemudian, Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, Dedy Permadi, Kementerian menanggapi hal itu dengan mengumumkan siaran pers yang menyebutkan dugaan data pribadi dari Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan atau yang diketahui oleh BPJS.

Sesuai amanat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, Kementerian telah meminta Direksi BPJS Kesehatan pada Jumat, 21 Mei 2021 (hampir satu tahun lebih yang lalu) untuk mengelola data pribadi yang diduga bocor untuk proses yang lebih mendalam dengan hasil sebagai berikut:

1.        BPJS akan segera mengkonfirmasi dan menguji ulang data yang diduga bocor;

2.       Penyidikan yang dilakukan oleh tim internal BPJS akan selalu dikoordinasikan dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta BSSN (Badan Siber Nasional dan Sandi Negara);

3.      BPJS akan mengambil langkah-langkah keamanan data untuk memitigasi risiko kebocoran data pribadi yang lebih luas. 

Masalah ini pertama kali diangkat dalam tweet oleh Nuice Media , yang menyertakan tangkapan layar postingan dari utas di RaidForums, di mana peretas meninggalkan postingan yang terkait dengan pelanggaran basis data dan dalam beberapa kasus menempatkan kumpulan data untuk dijual. 

Seorang pengguna dengan nama panggilan “kotz” mengaku memiliki data sebanyak 279 juta orang, termasuk orang yang sudah meninggal. Dua puluh juta catatan termasuk foto pribadi. Dilansir KrASIA melihat snapshot dari data, yang meliputi KTP, informasi pendaftaran pajak, dan nomor ponsel. Peretas mengklaim di forum bahwa set itu juga mencakup data gaji.

Hukum pokok yang mengatur perlindungan data di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 (25 November 2016) (Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik). 

Selain Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik, aturan yang mengatur tentang perlindungan data pribadi juga terdapat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik  (PP 71/2019) dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi (Permenkominfo Nomor 20/2016). Undang-Undang ITE, PP 71, dan Permenkominfo 20 untuk selanjutnya secara bersama-sama disebut sebagai “Peraturan Perlindungan Data Pribadi”.

Apakah Ada Undang-Undang Khusus Lainnya yang Mengatur terkait Perlindungan Data Pribadi?

Perlindungan Privasi dan Data Pribadi Warga Negara Secara konstitusional dijamin oleh negara, Negara berkewajiban untuk melindungi privasi dan data penduduk. Sebagaimana amanat Pasal 28G ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) berbunyi:

“Setiap orang berhak atas perlindungan diri, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang berada di bawah kekuasaannya, serta atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi manusia.”

Peraturan perundang-undangan tersebut antara lain melindungi data pribadi di Indonesia, antara lain:

1.        Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;

2.       Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan;

3.      Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi;

4.       Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan;

5.       Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;

6.      Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik;

7.       Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;

8.      Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.

Undang - Undang Informasi Transaksi Elektronik tidak memuat peraturan khusus tentang perlindungan data pribadi. Hanya saja ketentuan tersebut terdapat pada Pasal 26 ayat (1) dan penjelasannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang berbunyi:

Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik :

Kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.

Penjelasan Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik:

Dalam pemanfaatan Teknologi Informasi, perlindungan data pribadi merupakan salah satu bagian dari hak pribadi (privacy rights). Hak pribadi mengandung pengertian sebagai berikut:

-       Hak pribadi merupalan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala macam gangguan.

-       Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan Orang lain tanpa Tindakan memata-matai.

-       Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data seseorang. 

Jika data seseorang digunakan tanpa izin yang bersangkutan, maka orang yang haknya dilanggar dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan.

Sementara itu, dalam hal penjabaran data elektronik pribadi, UU ITE mengamanatkan kembali dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

Pengertian data pribadi terdapat dalam Pasal 1 Angka 29 Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik:

“Data Pribadi adalah setiap data tentang seseorang baik yang teridentifikasi dan/atau dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung melalui Sistem Elektronik dan /atau nonelektronik.”

Pengertian data pribadi yang telah disebutkan sebelumnya tidak cukup menjelaskan apa yang termasuk data pribadi, maka kami akan menjelaskan data pribadi yang diatur dalam Pasal 84 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, antara lain:

Data Pribadi Penduduk yang harus dilindungi memuat:

-     keterangan tentang cacat fisik dan/atau mental;

-     sidik jari;

-     iris mata;

-     tanda tangan; dan

-     elemen data lainnya yang merupakan aib seseorang.

Perlu dicatat bahwa data pribadi warga negara ini harus disimpan dan dilindungi oleh negara.

Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan jo. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan mengatur bahwa:

Setiap Penduduk mempunyai hak untuk memperoleh:

-       Dokumen Kependudukan;

-       Pelayanan yang sama dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil;

-       Perlindungan atas Data Pribadi;

-       Kepastian hukum atas kepemilikan dokumen;

-       Informasi mengenai data hasil Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil atas dirinya dan/atau keluarganya; dan

-       Ganti rugi dan pemulihan nama baik sebagai akibat kesalahan dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil serta penyalahgunaan Data Pribadi oleh Instansi Pelaksana.

Sementara itu, Pasal 17 huruf h Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik mengatur bahwa setiap badan publik wajib membuka akses bagi setiap pemohon informasi publik untuk memperoleh informasi publik, kecuali informasi publik yang terbuka dan diberikan kepada pemohon informasi yaitu:

Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi, yaitu:

-       riwayat dan kondisi anggota keluarga;

-       riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang;

-       kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank seseorang;

-       hasil-hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan rekomendasi kemampuan seseorang; dan/atau

-       catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan kegiatan satuan Pendidikan formal dan satuan pendidikan nonformal.

Indonesia bukan satu-satunya negara yang resah karena data pribadi warganya akan bocor atau dicuri. Kasus seperti ini juga dialami oleh negara lain. Mari kita lihat, negara tetangga. TheASEAN Post melaporkan bahwa data alamat 5.400 Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) dan data 1,5 juta pasien yang terdapat dalam National Electronic Medical Records Project di Singapura telah dicuri.

Pada Januari 2019, The Star melaporkan bahwa data sekitar 1,1 juta mahasiswa dan alumni Universiti Teknologi Mara (UiTM) dari tahun 2008 hingga 2018 dicuri oleh peretas.

Sementara di Filipina, penyedia jasa keuangan Cebuana Lhuillier mengatakan data 900 ribu kliennya telah diakses tanpa izin. Apa yang membuat negara-negara ini berbeda dari Indonesia adalah kenyataan bahwa mereka telah memiliki Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Malaysia telah memiliki Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi sejak 2010.

Singapura dan Filipina telah memilikinya sejak 2012. Negara Asia Tenggara lainnya yang baru-baru ini mengumumkan pemberlakuan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi di Thailand.

Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi Filipina menyatakan data pribadi sebagai informasi pribadi, yaitu setiap informasi yang dicatat dalam bentuk material atau tidak, di mana identitas seseorang dapat secara wajar dan segera dikonfirmasi oleh entitas pemegang informasi.

Bahwa dalam Singapore Personal Data Protection Act, data pribadi berarti data, baik benar atau tidak, tentang seseorang yang dapat diidentifikasi melalui data tersebut; atau melalui data dan informasi lain tersebut, organisasi memiliki atau mungkin memiliki akses ke.

Organisasi yang dimaksud meliputi orang, perusahaan, perkumpulan atau sekelompok orang, korporasi, baik yang dibentuk atau diakui menurut hukum Singapura atau berkantor di Singapura.

Menurut ISO27001 — standar internasional dalam menerapkan sistem manajemen keamanan informasi — telah terpenuhi, tetapi implementasinya kacau seolah-olah kepatuhan terhadap standar hanya untuk tujuan audit.

Pemerintah juga wajib melakukan pengujian sistem atau entry testing secara berkala ke seluruh sistem pemerintahan. Ini merupakan langkah preventif agar celah-celah bisa ditemukan sejak awal yang harus segera diperbaiki.

Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia yang ada di sini. Terima Kasih.

Formulir Isian