Pada 3 Maret 2021 yang lalu, Jaksa Mahkamah Pidana
Internasional (ICC), Fatou
Bensouda, telah resmi mengumumkan membuka investigasi resmi terhadap
dugaan kejahatan perang di Wilayah Palestina, baik yang diduga dilakukan oleh
pihak Palestina maupun Israel beberapa waktu yang lalu.
Ini mengikuti Keputusan Kamar Pra-Peradilan I Mahkamah
Pidana Internasional pada 5 Februari 2021 (Pre-Trial Chamber I's decision on
5 February 2021) bahwa Mahkamah dapat menggunakan kewenangan
mengadilinya dalam Situasi (based on ICC-01/18 on Investigation) Palestina,
bahwa ruang lingkup kewenangan mengadili dari Mahkamah pun mencakup Tepi Barat
(West Bank), Jalur Gaza (Gaza Strip), dan Yerusalem Timur (East
Jerusalem)
Jaksa Bensouda berkata, investigasi akan dilakukan
menyelidiki berbagai peristiwa yang terjadi di Tepi Barat (West Bank),
Jalur Gaza (Gaza Strip), dan Yerusalem Timur (East Jerusalem)
sejak Juni 2014. Bahwa Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal
Court) yang berada di Den Haag, Belanda telah memutuskan bahwa mereka
memiliki kewenangan mengadili (Rechtsprechung) di tiga kawasan
tersebut.
Namun Israel
menolak keputusan tersebut mengingat bahwa Israel bukan anggota
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dan tidak tunduk pada Statuta Roma.
Lantas, bagaimana peran dari Lembaga Peradilan
Internasional dalam hal ini Mahkamah Pidana Internasional (ICC) atau
keefektifan keberfungsian Intergovernmental Organization di
bidang peradilan dalam menerapkan Hukum Internasional di wilayah
Israel-Palestina?
Status Israel-Palestina Dalam Komunitas Internasional
Pertama-tama penting sekali melihat status kenegaraan
dari Palestina mengingat bahwa Status Kenegaraan merupakan status tertinggi
dari suatu entitas di bawah hukum internasional walaupun Negara bukan satu-satu
Subjek Hukum Internasional. (Anda dapat membaca Tulisan kami soal Negara
sebagai Subjek
Hukum Internsional di sini)
Kenapa ini penting, karena ini memberikan berbagai hak
sepenuhnya dan membawa asumsi kunci, termasuk kebebasan dari campur tangan luar
terhadap integritas teritorial.
Israel mendeklarasikan dirinya sebagai negara (de
facto) pada 14 Mei 1948 dan diakui sebagai negara anggota
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 31 Januari 1949 (de
jure).
Status Israel menjadi dan disebut negara tak lepas
dari kombinasi dan intervensi dari aliansi Amerika Serikat yang solid dengan
memberikan perlindungan yang signifikan terkait dengan intervensi eksternal
dalam konflik wilayah antara Israel dan negara Arab lainnya.
Sedangkan Palestina,
sebaliknya, mengklaim hak kenegaraannya akan tetapi tidak memiliki status
sebagai subjek hukum internasional yang efektif.
Posisi hukum internasional jelas bahwa rakyat Palestina berhak
untuk menentukan nasib sendiri dan status kenegaraannya dapat
diakui oleh komunitas internasional hanya saja faktanya mereka masih hidup di
bawah pendudukan
Israel sejak 1967.
Apa itu Mahkamah Pidana Internasional dan Apa Kewenangannya?
Berkantor pusat di Den Haag, Belanda, Mahkamah Pidana
Internasional (ICC) didirikan pada tahun 2002 untuk memiliki kewenangan
mengadili mereka yang bertanggung jawab atas beberapa jenis kejahatan yang
menjadi kekuasaan kehakiman Mahkamah Pidana Internasional itu berdasarkan Pasal
5 ayat (1) Statuta
Roma 2002 (tentang the most serious crime) antara
lain:
1)
Genosida; The
crime of genocide (vide Pasal 6 jo. Pasal
5 huruf a Statuta Roma);
2)
Kejahatan
terhadap kemanusiaan; Crimes against humanity (vide Pasal
7 jo. Pasal 5 huruf b Statuta Roma);
3)
Kejahatan
perang; War crimes (vide Pasal 8 jo. Pasal
5 huruf c Statuta Roma);
4)
Kejahatan
Agresi; The crime of aggression. (vide Pasal 8
bis jo. Pasal 5 huruf d Statuta Roma)
Bahwa Pasal 5 ayat (2) Statuta Roma yang
menyatakan:
“Mahkamah
akan menjalankan kewenangan mengadili atas kejahatan agresi setelah suatu
ketentuan diadopsi sesuai dengan Pasal 121 dan Pasal
123 yang mendefinisikan kejahatan dan menetapkan kondisi di mana
Mahkamah akan menjalankan kewenangan mengadili (jurisdiction) sehubungan
dengan kejahatan ini. Ketentuan tersebut harus konsisten dengan ketentuan yang
relevan dari Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.”
dinyatakan telah dihapus sesuai dengan RC/Res.6, lampiran I,
tertanggal 11 Juni 2010.
Untuk Kewenangan Mengadili dari Mahkamah Pidana
Internasional (ICC) sendiri antara lain:
1)
Personal
Jurisdiction (Ratione
Personae (vide Pasal 25 Statuta Roma));
2)
Material
Jurisdiction (Ratione
Materiae – (vide Pasal 5 - Pasal 8 Statuta Roma));
3)
Temporal
Jurisdiction (Rationes
Temporis – (vide Pasal 11 Statuta Roma));
4)
Territorial
Jurisdiction (Ratione Loci-
(vide Pasal 12 Statuta Roma)).
Tapi perlu diketahui juga bahwa Pasal 11
ayat (1) Statuta Roma 2002 kemudian menambahkan bahwa:
“Mahkamah
memiliki kewenangan hanya sehubungan dengan kejahatan yang dilakukan setelah
berlakunya Statuta ini.”
Betul, bahkan Mahkamah Pidana Internasional (ICC)
menjunjung tinggi asas legalitas. Sehingga, Mahkamah Pidana Internasional hanya
memiliki kewenangan terhadap kejahatan yang dilakukan setelah berlakunya
Statuta Roma 2002 pada 1 Juli 2002 oleh karena itu Kejahatan Perang antara
Israel-Palestina pada tahun 2014 masih dapat diadili oleh ICC.
Selain Mahkamah Pidana Internasional Sudah Pernah Ada
Putusan Mahkamah Internasional pada Konflik Israel-Palestina.
Fakta lain, sebelumnya juga berdasarkan Sidang Majelis
Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam sidang khusus darurat kesepuluh
mengadopsi Resolusi
ES-10/14, di mana Majelis Umum tersebut meminta Mahkamah Internasional
(International Court of Justice -ICJ) - ini lembaga peradilan juga
namun berbeda dengan Mahkamah Pidana Internasional -memberikan Advisory
Opinion tentang konsekuensi hukum yang timbul dari pembangunan tembok
yang sedang dibangun oleh Israel, the occupying Power, di Wilayah
Pendudukan Palestina.
Termasuk di dalam dan sekitar Yerusalem Timur, seperti
yang dijelaskan dalam laporan Sekretaris Jenderal, dengan mempertimbangkan
aturan dan prinsip hukum internasional, termasuk Konvensi Jenewa Keempat tahun
1949, dan Resolusi Dewan Keamanan dan Majelis Umum yang relevan.
Pada tanggal 19 Desember 2003, ICJ mengeluarkan
perintah, menetapkan 30 Januari 2004 sebagai tanggal pernyataan tertulis untuk
diajukan ke Pengadilan tentang perkara tersebut tersebut dan menetapkan tanggal
23 Februari 2004 sebagai tanggal untuk dengar pendapat lisan. Ada beberapa
Resolusi Majelis Umum PBB dan ICJ antara lain:
1.
Resolusi
GA ES-10/13 (21 Oktober 2003);
2.
Resolusi
GA ES-10/14 (8 Desember 2003);
3.
Resolusi
GA ES-10/15 (20 Juli 2004).
Advisory Opinion dari ICJ dapat dibaca di sini.
Namun sama sekali tetap tidak menemukan solusi akan
kekerasan yang hingga hari ini terus bergulir di wilayah Palestina tersebut.
Proses Peradilan yang Bergulir
Pada tanggal 1 Januari 2015, Pemerintah Palestina
mengajukan deklarasi berdasarkan Pasal 12 ayat (3) Statuta
Roma sebagai berikut:
“If
the acceptance of a State which is not a Party to this Statute is required
under paragraph 2, that State may, by declaration lodged with the Registrar,
accept the exercise of jurisdiction by the Court with respect to the crime in
question. The accepting State shall cooperate with the Court without any delay
or exception in accordance with Part 9.”
Kira-kira terjemahan begini:
“Apabila
penerimaan suatu Negara yang bukan pihak dari Statuta ini sebagaimana yang
disyaratkan pada ayat (2), Negara tersebut dapat, dengan deklarasi yang
disampaikan kepada Panitera, menerima pelaksanaan kewenangan mengadili oleh
Mahkamah berkenaan dengan kejahatan yang dipersoalkan. Negara yang menerima
bekerja sama dengan Mahkamah tanpa ditunda-tunda lagi atau pengeculaian
sebagaimana dengan Bagian 9 tentang Kerja Sama Internasional dan Bantuan
Hukum.”
Yang mana Palestina menerima kewenangan mengadili
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) atas dugaan kejahatan yang dilakukan
(terutama oleh Israel) “di wilayah Palestina yang diduduki” (in the occupied
Palestinian territory), termasuk Yerusalem Timur, sejak 13 Juni 2014,
kemudian pada 2 Januari 2015, Palestina menyetujui Statuta Roma dengan
menyerahkan instrumen aksesinya kepada Sekretaris Jenderal PBB.
Statuta Roma mulai berlaku untuk Palestina sejak
tanggal 1 April 2015. Setelah menerima rujukan atau pernyataan sah yang dibuat
sebagaimana Pasal 12 ayat (3) Statuta Roma, Penuntut Umum,
sesuai dengan Pasal 25 ayat (1) Peraturan Kejaksaan Mahkamah Pidana
Internasional ICC-BD/05-01-09 tentang Pemeriksaan Bukti Permulaan (Initiation
of Preliminary Examination), dan sebagaimana Policy
Paper on Preliminary Examinations sebagai rujukan kebijakan dan
praktek dalam pemeriksaan investigasi awal, membuka pemeriksaan awal
terhadap Situasi Palestina hingga saat ini . Oleh karena itu, pada 16
Januari 2015, Penuntut Umum mengumumkan pembukaan pemeriksaan pendahuluan (a
preliminary examination) Situasi di Negara Palestina untuk menentukan
apakah kriteria Statuta Roma untuk membuka penyelidikan terpenuhi atau
tidak.
Secara khusus, berdasarkan Pasal 53 ayat
(1) Statuta Roma, Penuntut Umum harus mempertimbangkan masalah
kewenangan mengadili, penerimaan dan kepentingan keadilan dalam membuat
keputusan penyelidikan, penyidikan, dan pra-penuntutan. Kemudian, pada tanggal
22 Mei 2018, sesuai dengan Pasal 13 huruf (a) dan Pasal 14 Statuta
Roma, Palestina mengacu pada Penuntut mengenai Situasi
Negara Palestina sejak 13 Juni 2014, tanpa ada batas ketetapan
berakhirnya penyidikan.
Rujukan seperti itu tidak serta merta mengarah pada
pembukaan penyidikan, karena Penuntut Umum masih harus menentukan apakah
kriteria undang-undang untuk membuka penyidikan telah terpenuhi atau tidak.
Kemudian, pada
20 Desember 2019, Jaksa mengumumkan bahwa setelah penilaian yang
menyeluruh, independen dan obyektif dari informasi yang dapat dipercaya yang
tersedia untuk Kantornya, pemeriksaan pendahuluan dalam Situasi ini telah
menyimpulkan dengan penentuan bahwa semua kriteria undang-undang di bawah
Statuta Roma untuk pembukaan penyelidikan telah dipenuhi.
Namun, mengingat masalah hukum dan faktual yang
kompleks yang melekat pada situasi ini, Jaksa Penuntut Umum pun mengumumkan
bahwa dia akan mengajukan permintaan kepada Kamar Pra-Peradilan I Mahkamah
Pidana Internasional membuat keputusan untuk mengklarifikasi ruang lingkup
kewenangan mengadili dalam Situasi ini. Dalam permintaan Jaksa, tertanggal
22 Januari 2020, Kantor menetapkan posisi hukumnya, dan mendorong Kamar untuk
mendengarkan pandangan dan argumen dari semua
pemangku kepentingan sebelum memutuskan pertanyaan kewenangan
mengadili tertentu sebelumnya.
Kemudian pada 28 Januari 2020, Kamar Pra-Peradilan I
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan perintah pengaturan tata cara
dan penjadwalan pengajuan pengamatan atas permintaan Penuntut Umum, yang
diajukan pada tanggal 22 Januari 2020, berdasarkan Pasal 19 ayat (3)
Statuta Roma terkait dengan ruang lingkup yurisdiksi teritorial
Mahkamah dalam Situasi di Negara Palestina.
Perkembangan terakhir yang tercatat sebagaimana
dalam “Fifteenth Registry Report on Information and Outreach Activities mengenai
Korban dan Komunitas Terdampak di Situasi Konflik” tertanggal 12 Mei
2022, ICC-01/18-151-Conf. Menjelaskan bahwa Berdasarkan
“Keputusan tentang Informasi dan Penjangkauan untuk Korban Situasi” dari Kamar
Pra-Peradilan I yang dikeluarkan pada 13 Juli 2018 dengan ini telah menyerahkan
laporannya yang kelima belas tentang kemajuan kegiatan terkait dengan informasi
dan penjangkauan bagi para korban dan masyarakat yang terkena dampak dalam
situasi di Negara Palestina.
Selama periode pelaporan, kegiatan Seksi Penerangan
dan Penjangkauan Masyarakat - Public Information and Outreach Section (PIOS')
masih terbatas, terutama karena kurangnya sumber daya dan pembatasan yang
diberlakukan sebagai akibat dari pandemi COVID-19. Aktivitas Bagian Partisipasi
dan Reparasi Korban (Victims Participation and Reparations Section)
(“VPRS”) terutama difokuskan pada korespondensi dengan lawan bicara yang
menjelaskan fase prosedural saat ini dalam proses penyidikan dan tanya jawab
pertanyaan yang relevan dari kelompok dan/atau perwakilan korban yang terdampak
langsung. Mengingat para pemangku kepentingan juga masih belum dapat diajak
bekerja sama untuk mempermudah jalannya investigasi di lapangan.
Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami
persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau
melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau
langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia yang ada di sini.
Terima Kasih.