Ilustrasi Penambangan |
PENDAPAT HUKUM PENANAMAN MODAL ASING TERKAIT MINERBA
POKOK PERSOALAAN
a.
Apakah ada
pengurangan bagi perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) yang ingin berinvestasi
di Indonesia, jika iya berapa % (persen)?
b.
Kami memiliki 2
(dua) Perusahaan dengan IUP Produksi, masing-masing sudah mendapatkan IUP
Produksi pada tahun 2009 kemudian yang satunya lagi pada tahun 2008, apakah
setelah mendapatkan izin tersebut pada tahun ke-10 dapat berinvestasi secara
full, dan pada tahun ke 11 saham PMA harus dipotong?
c.
Jika poin dua (2)
iya, apakah setelah 10 tahun perusahaan harus mengurangi sahamnya berapa persen
menurut aturannya dan bagaimana pengurangannya?
DASAR HUKUM
1.
Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal;
2.
Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perusahaan Terbatas;
3.
Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara;
4.
Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
5.
Peraturan
Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan
Mineral dan Batubara;
6.
Peraturan
Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal sebagaimana
telah yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2021 tentang
Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha
Penanaman Modal;
7.
Peraturan Menteri
Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 09 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Divestasi
Saham Dan Mekanisme Penetapan Harga Saham Divestasi Pada Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral Dan Batubara sebagaimana yang telah diubah dengan
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 43 Tahun 2018 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 09 Tahun
2017 Tentang Tata Cara Divestasi Saham Dan Mekanisme Penetapan Harga Saham
Divestasi Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara;
8.
Peraturan Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 5 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan
Usaha Dan Produk Pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor
Energi Dan Sumber Daya Mineral;
9.
Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pengambilalihan Perusahaan
Terbuka;
10.
Peraturan Badan
Koordinasi Penanaman Modal Nomor 4 Tahun 2021 tentang Pedoman dan Tata Cara
Pelayanan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Fasilitas Penanaman Modal;
11.
Peraturan Badan
Pusat Statistik Nomor 2 Tahun 2020 tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha
Indonesia.
PENJELASAN HUKUM
Pengantar
1.
Bukan pengurangan
akan tetapi harus melakukan Divestasi Saham yang merupakan kewajiban bagi
Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing (PT PMA) untuk menjual sahamnya kepada
peserta Indonesia secara bertahap, hingga pada tahun kesepuluh sahamnya
(perusahaan tersebut) paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) dimiliki oleh
Peserta Indonesia.
2.
Perlu kami
ketahui juga apakah 2 (dua) perusahaan ini berada pada satu pemegang saham yang
sama dan bagaimana masing-masing besaran atau kecilan saham yang dimiliki dan
siapa holding company-nya? Karena ini akan sangat berpengaruh pada
bagaimana hubungan hukum antara Induk Perusahaan (holding company)
dengan anak perusahaan (subsidiary company) dalam pembentukannya ke
depan dan bagaimana tanggung jawab induk perusahaan terhadap perjanjian,
perikatan, dan kontrak yang dapat dilakukan anak perusahaan dalam perusahaan
kelompok atau perusahaan lainnya terkait kontrak kerja, kontrak karya, bahkan jual
beli saham.
3.
Aturan Indonesia
mengatur dan mengamanatkan Divestasi Saham itu dilakukan secara bertahap dan
tidak boleh kurang dari persentase pada tahun keenam 20% (dua puluh persen),
kemudian tahun ketujuh 30% (tiga puluh persen), tahun kedelapan 37% (tiga puluh
tujuh persen), tahun kesembilan 44% (empat puluh empat persen), dan tahun
kesepuluh 51% (lima puluh satu persen), dari jumlah seluruh saham. Setelah
tahun kesepuluh? Tetap, PMA hanya dapat memiliki saham tidak lebih dari 49%.
Daftar Negatif Investasi dan Tata Cara Investasi Sebagai Sebuah Pengantar dalam Hukum Investasi di Indonesia
1.
Bahwa aturan
Hukum Indonesia menggunakan pendekatan daftar negatif investasi yaitu
pendekatan sektor-sektor apa saja yang dicantumkan menurut ketentuan
perundang-undangan serta pembatasannya dalam Daftar Negatif Inevstasi (DNI), di
situlah yang menentukan apakah sektor itu terbuka 100% untuk berinvestasi atau
tidak. Jika_sektor-sektor tersebut tidak dicantumkan dalam pembatasannya dalam
DNIL, maka sektor itu ter 100% untuk investasi. Dasar hukum terdapat pada Pasal
77 angka 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagaimana
telah mengubah ketentuan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang menyatakan sebagai
berikut:
“Semua
bidang usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali
bidang usaha yang dinyatakan tertutup untuk penanaman modal atau
kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat.”
2.
Bahwa kemudian,
dipertegas dalam Peraturan Presiden tentang Bidang Usaha Penanaman
Modal beserta Perubahannya yang menyatakan bahwa semua
Bidang Usaha terbuka bagi kegiatan Penanaman Modal, kecuali:
a.
Bidang Usaha
yang dinyatakan tertutup untuk
Penanaman Modal; atau
b.
Bidang Usaha
untuk kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat. (vide Pasal
2 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang
Usaha Penanaman Modal)
3.
Bahwa lantas apa
saja bidang usaha yang dikecualikan dan
dinyatakan tertutup untuk penanaman modal tersebut? Itu
kemudian diatur dalam Pasal 77 angka 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja sebagaimana telah mengubah
ketentuan Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal, bidang usaha yang tertutup untuk
penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
budi daya dan
industri narkotika golongan I;
b.
segala bentuk
kegiatan perjudian dan/atau kasino;
c.
penangkapan
spesies ikan yang tercantum dalam Appendix I Convention on
International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES);
d.
pemanfaatan atau
pengambilan koral dan pemanfaatan atau pengambilan karang dari alam yang
digunakan untuk bahan bangunan/kapur/kalsium, akuarium, dan souvenir/perhiasan,
serta koral hidup atau koral mati (recent death corar) dari alam;
e.
industri
pembuatan senjata kimia; dan
f.
industri bahan
kimia industri dan industri bahan per-usak lapisan ozon.
4.
Bahwa Bidang
Usaha Terbuka sebagaimana dimaksud sebagaimana poin 2 (dua) di
atas, terdiri atas: (vide Pasal 3 ayat (1) Peraturan Presiden
Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal)
a.
Bidang Usaha
prioritas;
b.
Bidang Usaha yang
dialokasikan atau kemitraan dengan Koperasi dan UMKM;
c.
Bidang Usaha
dengan persyaratan tertentu; dan
d.
Bidang Usaha yang
tidak termasuk dalam huruf a, huruf b, dan huruf c;
5.
Bahwa yang
dimaksud dengan Bidang Usaha (terbuka) Prioritas merupakan Bidang Usaha yang
memenuhi kriteria, yaltu:
a.
program/proyek
strategis nasional;
b.
padat modal;
c.
padat karya;
d.
teknologi tinggi;
e.
industri pionir;
f.
orientasi ekspor;
dan/atau
g.
orientasi dalam
kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi. (vide Pasal 4
ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman
Modal)
6.
Bahwa kemudian
Daftar Bidang Usaha Prioritas yang memenuhi kriteria merinci Bidang Usaha,
Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), cakupan produk, dan
persyaratan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 4 ayat (2) Peraturan
Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal)
7.
Bahwa berdasarkan
pokok persoalaan di atas bidang investasi yang sedang dimintakan Pendapat Hukum
adalah mengenai Saham Penanaman Modal Asing (PMA) yang merupakan Bidang Usaha
di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara yang masuk dalam klasifikasi Mineral
Logam yaitu Bauksit, yang sebagaimana ketentuan Peraturan Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 5 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan
Usaha dan Produk Pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor
Energi dan Sumber Daya Mineral, kemudian secara spesifik masuk dalam
Pertambangan Bijih Logam Lainnya yang Tidak Mengandung Besi , Tidak Termasuk
Bijih Logam Mulia dengan Kode KBLI: 07293 bersesuaian
dengan ketentuan Pasal 2 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun
2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batubara. Jo. Lampiran
I Daftar Bidang Usaha Prioritas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang
Bidang Usaha Penanaman Modal sebagaimana telah yang telah diubah dengan
Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan
Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal,
artinya Bidang Usaha yang dimaksudkan adalah Bidang Usaha Terbuka yang tidak
masuk dalam Daftar Negatif Investasi (DNI).
Penanaman Modal dan Pelaku Investasi dalam Jual Beli Saham PMA
1.
Bahwa
berdasarkan Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) huruf b Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menyatakan:
(2)
Penanaman_modal
asing wajib_dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara
Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.
(3)
Penanam
modal dalam negeri
dan asing yanq melakukan penanaman modal dalam bentuk perseoran
terbatas dilakukan dengan:
a.
mengambil
bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas;
b.
membeli saham;
dan
c.
melakukan cara
lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bahwa
dari ketentuan Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3)
huruf b Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal di
atas dijelaskan bahwa pelaksanaan Penanaman Modal Asing (PMA) yang berkedudukan
di wilayah Republik Indonesia dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT) berdasarkan
hukum Indonesia, artinya tunduk pada ketentuan Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
2.
Bahwa berdasarkan
poin 1 (satu), unsur yang melekat dalam ketentuan ini meliputi:
1)
Bentuk hukum dari
perusahaan penanaman modal asing adalah Perseroan Terbatas (PT);
2)
Didasarkan pada
hukum Indonesia;
3)
Berkedudukan di
dalam wilayah negara Republik Indonesia.
Mengenai
apa itu Perseroan Terbatas (PT) dapat kita lihat dalam Pasal 109
Angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagaimana
telah mengubah ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa:
“Perseroan
Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan
persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha
dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham atau badan hukum
perorangan yang yang memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan mengenai usaha mikro dan kecil.”
3.
Bahwa berdasarkan
poin 2 (dua) di atas maka akan kami jabarkan beberapa poin sebagai berikut:
a.
Bahwa mengenai
Perseroan Terbatas merupakan badan hukum adalah suatu badan yang dapat memiliki
hak-hak dan kewajiban-kewajiban untuk melakukan suatu perbuatan seperti
manusia, memiliki kekayaan sendiri, dan digugat dan menggugat di depan
pengadilan.
Menurut,
H.M.N Purwosutjipto mengemukan beberapa syarat agar suatu badan dapat
dikategorikan badan hukum meliputi keharusan:
1)
Adanya harta
kekayaan (hak-hak) dengan tujuan tertentu yang terpisah dengan kekayaan pribadi
para sekutu atau pendiri badan itu. Tegasnya ada pemisahan kekayaan perusahaan
dengan kekayaan pribadi para sekutu.
2)
Kepentingan yang
menjadi tujuan adalah kepentingan bersama;
3)
Adanya beberapa
orang sebagai pengurus badan tersebut.[1]
b.
Bahwa Perseroan
Terbatas merupakan Persekutuan Modal, Perseroan Terbatass adalah Badan
Hukum yang merupakan persekutuan modal merupakan penegasan bahwa Perseroan
tidak mementingkan sifat kepribadian para pemegang saham yang ada di dalamnya.
Penegasan ini ditunjukkan pula untuk membedakan secara jelas substansi atau
sifat badan usaha perseroan dibandingkan dengan badan usaha lainnya, seperti
persekutuan perdata;
c.
Bahwa Perseroan
Terbatas Sebagai Badan Hukum didirikan Berdasarkan Perjanjian, ketentuan
ini berimplikasi bahwa pendirian Perseroan harus memenuhi ketentuan-ketentuan
yang diatur dalam hukum perjanjian. Jadi, dalam pendirian Persero, selain
tunduk pada Undang-Undang Perseroan Terbatas juga kepada Hukum Perjanjian
sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
Dimana itu diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa Perjanjian
adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang atau lebih;
d.
Bahwa Perseroan
Terbatas melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi
dalam saham, mengingat Perseroan adalah sebagaimana poin 3 (tiga) huruf b
di atas sebagai Persekutuan Modal, maka tujuan Perseroan adalah untuk
mendapatkan keuntungan atau keuntungan untuk dirinya sendiri. Untuk mencapai
melakukan kegiatan tujuan ini, Perseroan harus melakukan kegiatan usaha. Jika
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menggunakan
Kegiatan Usaha, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) menggunakan istilah
menjalankan perusahaan. Kemudian, dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham, menurut M. Yahya Harahap ia menjelaskan bahwa modal
dasar adalah seluruh nilai nominal saham PT yang disebut dalam Anggaran Dasar
(AD). Modal dasar PT pada prinsipnya merupakan total jumlah saham yang dapat
diterbitkan oleh PT. AD sendiri yang menentukan berapa jumlah saham yang
dijadikan modal dasar. Jumlah yang ditentukan dalam AD merupakan “nilai nominal
yang murni”?[2] Semula Pasal
32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur
jumlah modal dasar paling sedikit Rp 50.000.000, - (lima puluh juta rupiah)
Akan tetapi, ketentuan tersebut telah diubah oleh Pasal 109 angka 3
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang
mengubah ketentuan Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas, sehingga kini jumlah modal dasar
ditentukan berdasarkan keputusan pendiri PT, tanpa ada ketentuan minimum. Akan
tetapi, jika PT Anda melaksanakan kegiatan usaha tertentu, besaran
minimum modal dasarnya harus sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pertanyaanya apa yang dimaksud dengan Kegiatan
Usaha Tertentu? Contoh, seperti Kegiatan Usaha yang bergerak di
bidang pertambangan yang tunduk pada aturan tertentu (Khusus) terkait dengan
besaran modal dasar sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Peraturan
Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 4 Tahun 2021 tentang Pedoman dan Tata
Cara Pelayanan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Fasilitas Penanaman
Modal yang menyatakan bahwa:
“Badan
usaha yang tergolong PMA dikategorikan sebagai usaha besar dan wajib mengikuti
ketentuan minimum nilai investasi, kecuali ditentukan lain oleh peraturan
perundang-undangan.”
Kemudian
disebutkan bahwa ketentuan minimum nilai investasi bagi Penanaman Modal Asing
(PMA) sebagaimana yang dimaksud yaitu total investasi
lebih besar dari Rp 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) di Iuar tanah dan
bangunan per-bidang usaha KBLI 5 (lima) digit per
lokasi proyek.
Selain
Ketentuan minimum pemodalan (investasi) bagi PMA, modal yang ditempatkan atau yang
disetor juga disebutkan paling sedikit Rp. 10.000.000.000,-
(sepuluh miliar rupiah), kecuali ditentukan lain oleh peraturan
perundang-undangan;
4.
Bahwa masih
menurut M.Yahya Harahap, modal yang ditempatkan adalah
jumlah saham yang sudah diambil pendiri atau pemegang saham, dan saham yang
diambil tersebut ada yang sudah dibayar dan ada yang belum dibayar. Jadi, modal
ditempatkan itu adalah modal yang disanggupi pendiri atau pemegang saham untuk
dilunasinya, dan saham itu telah diserahkan kepadanya untuk dimiliki.[3] Sedangkan, modal
yang disetor adalah modal yang sudah dimasukkan pemegang saham sebagai
pelunasan pembayaran saham yang diambilnya sebagai modal yang ditempatkan dari
modal dasar perseroan. Jadi, modal disetor adalah saham yang telah dibayar
penuh oleh pemegang atau pemiliknya.[4] Jika
berdasarkan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas disebutkan bahwa modal ditempatkan dan
modal disetor, disyaratkan paling sedikit 25% dari modal dasar harus
ditempatkan dan disetor penuh. Kemudian, modal ditempatkan
dan disetor penuh tersebut dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah. Adapun
untuk pengeluaran saham lebih lanjut yang dilakukan setiap kali untuk menambah
modal yang ditempatkan harus disetor penuh. Sehingga, penyetoran saham tidak
mungkin dilakukan dengan cara mengangsur. (vide Pasal 33 ayat
(3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas beserta
Penjelasannya.) Artinya, paling sedikit 25% dari modal dasar harus
dimaknai:
A.
telah
ditempatkan, dan
B.
telah disetor
penuh pada saat pendirian Perseroan Terbatas.
5.
Bahwa kemudian
timbul pertanyaan, lantas apa yang dimaksud dengan Perseroan Terbatas Penanaman
Modal Asing (PT PMA)? Bahwa perlu diketahui terlebih dahulu dalam Undang
Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal sebagaimana
yang telah diubah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja, tidak mengadakan pembedaan/pemisahan antara Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA). Dalam hal
ini Undang Undang tersebut hanya mengatur mengenai kegiatan Penanaman Modal
secara keseluruhan, yang di dalamnya mengatur baik mengenai Penanaman Modal
Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan tidak mengadakan
pemisahan undang-undang secara khusus, seperti halnya Undang-Undang Penanaman
Modal terdahulu yang terdiri dari dua Undang Undang, yaitu Undang Undang
Penanaman Modal Asing dan Undang Undang Penanaman Modal Dalam Negeri yang
masing-masing diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing jo. Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1970 dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri yang diubah dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri;
6.
Bahwa mempertegas
poin 5 (lima) di atas bahwa berdasarkan Pasal 1 angka (1)
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, penanaman
modal adalah sebagai segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam
modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah
Negara Republik Indonesia, sedangkan Penanaman Modal Asing dalam Pasal
1 Angka (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal ,
PMA didefinisikan sebagai kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha
di wilayah_negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing,
baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun berpatungan dengan
penanam modal dalam negeri. Artinya, penanaman modal asing tidak berarti bahwa
modal tersebut berasal dari luar negeri semata, melainkan dapat juga yang
sifatnya patungan (Joint Venture) di mana terdapat penggabungan antara
modal yang sumbernya berasal dari Iuar negeri dan yang berasal dari dalam
negeri;
Definisi dan Kewajiban Divestasi, Besaran Divestasi, dan Tata Cara Divestasi Saham
1.
Bahwa untuk
definisi Divestasi Saham menurut ketentuan perundang-undangan Indonesia itu
dapat dilihat pada Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral Nomor 9 Tahun 2017 tentang Tata Cara Divestasi Saham dan
Mekanisme Penetapan Harga Saham Divestasi pada Kegiatan Usaha Pertambangan
Mineral dan Batubara sebagai berikut:
“Divestasi
Saham adalah jumlah saham asing yang harus ditawarkan untuk dijual kepada
Peserta Indonesia.”
2.
Bahwa sebagaimana
poin 1 (satu) di atas berdasarkan ketentuan Pasal 79 huruf y
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan dan Mineral Batubara yang
menyatakan:
“IUPK
Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) huruf b
sekurang-kurangnya wajib memuat divestasi saham.”
Kemudian
dalam Penjelasan pada Pasal 79 huruf y, aturan menyatakan bahwa pencantuman
divestasi saham hanya berlaku apabila sahamnya dimiliki oleh asing sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3.
Bahwa kemudian
terkait besar divestasi yang dimaksud di atas, dapat dilihat berdasarkan
ketentuan Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2020 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan dan
Mineral Batubara, menyebutkan frasa “divestasi saham” dengan
ketentuan sebagai berikut:
“Badan
Usaha pemegang IUP atau IUPK pada tahap kegiatan Operasi
Produksi yang sahamnya_dimiliki oleh asing wajlb melakukan divestasi
saham sebesar 51% (lima_puluh_satu persen) secara berjenjang kepada
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN, badan usaha milik daerah, dan/atau
Badan Usaha swasta nasional.”
4.
Bahwa berdasarkan
poin 3 (tiga) di atas diatur lebih lanjut melalui Pasal 2 ayat (1)
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 43 Tahun 2018 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 09 Tahun
2017 Tentang Tata Cara Divestasi Saham Dan Mekanisme Penetapan Harga Saham
Divestasi Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara, yang
menyatakan lebih lengkap demikian:
“Pemegang
IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi dalam rangka PMA, setelah 5
(lima) tahun sejak berproduksi wajib_melakukan Divestasi Saham secara bertahap,
sehingga pada tahun kesepuluh sahamnya paling sedikit 51% (lima puluh
satu persen) dimiliki oleh Peserta Indonesia.”
Kemudian,
yang dimaksud sejak berproduksi dihitung sejak Penambangan pada tahap kegiatan
operasi produksi sudah dilakukan bukan lagi eksplorasi. Sebagaimana ketentuan Pasal
28 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batubara yang menyatakan bahwa:
“Tahap
kegiatan Operasi Produksi terdiri atas kegiatan:
a.
Konstruksi;
b.
Penambangan;
c.
Pengolahan
dan/atau Pemurnian atau Pengembangan dan/atau Pemanfaatan; dan
d.
Pengangkutan
dan Penjualan.”
Jika
itu sebagai Pemegang IUP Operasi Produksi Khusus untuk
pengolahan dan/atau pemurnian dalam rangka PMA tidak wajib melakukan Divestasi
Saham sebagaimana huruf c di atas.
5.
Bahwa dimaksud
dengan Peserta Indonesia adalah terdiri atas:
1)
Pemerintah;
2)
Pemerintah Daerah
Provinsi atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;
3)
BUMN dan BUMD;
atau
4)
Badan Usaha
Swasta Nasional;
5)
Badan Usaha
Swasta Nasional merupakan perseroan terbatas swasta. (vide Pasal
2 ayat (5) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 43 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi Dan Sumber
Daya Mineral Nomor 09 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Divestasi Saham Dan
Mekanisme Penetapan Harga Saham Divestasi Pada Kegiatan Usaha Pertambangan
Mineral Dan Batubara)
6.
Bahwa berdasarkan
poin 4 (empat) di atas timbul pertanyaan mengenai mekanisme Divestasi Saham
Secara Bertahap yang dimaksudkan itu bagaimana? Berdasarkan Pasal 2
ayat (4) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 43 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi Dan Sumber
Daya Mineral Nomor 09 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Divestasi Saham Dan
Mekanisme Penetapan Harga Saham Divestasi Pada Kegiatan Usaha Pertambangan
Mineral Dan Batubara menyatakan bahwa:
“Divestasi
Saham secara bertahap kepada Peserta Indonesia sebagaimana dimaksud tidak boleh
kurang dari persentase sebagai berikut:
a.
tahun
keenam 20% (dua puluh persen);
b.
tahun
ketujuh 30% (tiga puluh persen);
c.
tahun
kedelapan 37% (tiga puluh tujuh persen);
d.
tahun
kesembilan 44% (empat puluh empat persen); dan
e.
tahun
kesepuluh 51% (lima puluh satu persen), dari jumlah seluruh saham.”
Bahwa
perlu diketahui Divestasi Saham sebagaimana dimaksud dapat dilakukan melalui
penerbitan saham baru dan/atau pengalihan atau penjualan saham yang sudah ada,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam hal pemegang IUP Operasi
Produksi dan IUPK Operasi Produksi pada tahun ke-5 (kelima) sejak berproduksi
sahamnya telah dimiliki paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) oleh
Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) tidak diwajibkan untuk melaksanakan Divestasi
Saham dan Dalam hal terjadi peningkatan jumlah modal pada pemegang IUP Operasi
Produksi dan IUPK Operasi Produksi setelah pelaksanaan Divestasi Saham, saham
Peserta Indonesia tidak boleh terdilusi menjadi lebih kecil dari jumlah saham
sesuai kewajiban divestasi.
7.
Bahwa dalam hal
pemegang saham Peserta Indonesia tidak menggunakan haknya untuk membeli saham
yang berasal dari peningkatan modal, pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK
Operasi Produksi wajib menawarkan sahamnya kepada Peserta Indonesia lainnya
dengan tetap memperhatikan komposisi kepemilikan saham Peserta Indonesia sesuai
dengan kewajiban Divestasi Saham. Sederhananya, di sini tetap ada kewajiban
dari PT PMA tadi untuk menawarkan sahamnya sampai PT PMA nya komposisi sahamnya
51% dimiliki peserta Indonesia.
8.
Bahwa terkait
harga saham divestasi dari pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi
Produksi yang ditawarkan kepada Peserta Indonesia ditetapkan berdasarkan harga
pasar yang wajar (fair market value) dengan tidak memperhitungkan
cadangan mineral atau batubara pada saat dilaksakannya penawaran Divestasi
Saham. Kemudian, harga saham divestasi sebagaimana dimakasud menjadi:
a.
harga tertinggi
untuk penawaran Divestasi Saham kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,
dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;
b.
harga tertinggi
sebagaimana dimaksud pada huruf a merupakan harga dasar untuk penawaran
Divestasi Saham kepada BUMN, BUMD, dan Badan Usaha Swasta Nasional dengan cara
lelang.
KESIMPULAN
1.
Bahwa Pemegang
IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi dalam rangka PMA, setelah 5
(lima) tahun sejak berproduksi wajib melakukan divestasi saham secara bertahap,
sehingga pada tahun kesepuluh sahamnya paling sedikit 51% (lima puluh satu
persen) dimiliki oleh Peserta Indonesia dan seterusnya;
2.
Divestasi saham
secara bertahap kepada Peserta tidak boleh kurang dari persentase 20% (dua
puluh persen) pada tahun keenam, hingga mencapai 51% (lima puluh satu persen)
dari jumlah seluruh saham pada tahun kesepuluh. Peserta Indonesia yang berhak
mendapat penawaran saham divestasi, secara berjenjang terdiri atas Pemerintah
melalui Menteri ESDM, pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah
kabupaten/kota, BUMN dan BUMD atau Badan Usaha Swasta Nasional;
3.
Harga saham
divestasi dari pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi yang
ditawarkan kepada Peserta Indonesia ditetapkan berdasarkan harga pasar yang
wajar (fair market value) dengan tidak memperhitungkan cadangan mineral
atau batubara pada saat dilaksanakannya penawaran Divestasi Saham.
Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami
persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau
melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau
langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia yang ada di sini.
Terima Kasih.