layananhukum

Mengenal Jenis-Jenis Akta yang Dibuat oleh Notaris

Ilustrasi Notaris

Mengenai tindakan dalam jabatannya sebagai Notaris sering kali dianggap oleh orang-orang yang datang kepadanya untuk minta dibuatkan akta yang ada tanda tangannya/cap jempolnya, para pihak, para saksi, masih belum bisa membedakan mana Akta yang memang dibuat oleh Notaris atau dibuat di hadapan Notaris. Adapun yang menanyakan, mengapa hanya diberikan akta turunan atau salinan saja, tidak diberikan yang aslinya?

Untuk menjawab hal-hal di atas, maka begini penjelasannya:

Umumnya yang datang kepada Notaris, masih ada yang belum mengerti apa perbedaan dari istilah-istilah sebagai berikut:

1.        Akta Notariil atau Akta Otentik;

2.       Akta yang Dilegalisasi oleh Notaris;

3.      Akta Waarmerking;

4.       Copy Collationee

Kami akan menjabarkan satu persatu perbedaan istilah-istilah di atas sebagai berikut antara lain:

A.      Akta Notariil atau Akta Otentik:

a.       Berdasarkan Bentuknya;

-       Akta Otentik;

-       Akta di Bawah Tangan.

b.       Berdasarkan Pihak-Pihaknya;

-       Akta Pejabat atau Akta Relaas;

-       Akta Para Pihak.

B.      Syarat Sahnya Akta Notaris;

C.      Akta di Bawah Tangan;

D.     Akta yang Dilegalisasi oleh Notaris;

E.      Akta Waarmerking;

F.      Copy Collationee

Akta Notaris Berdasarkan Bentuknya

Ada beberapa Macam Akta Notaris berdasarkan bentuknya, Akta Notaris dibagi menjadi 2 (dua) macam yaitu:

1.           Akta Otentik; dan

2.          Akta di Bawah Tangan. (vide Pasal 1867 KUHPerdata)

Berikut Penjelasannya:

Akta Otentik

Akta Otentik yang dalam bahasa Inggris, disebut dengan The Authentic Deed, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan Een Authentieke Akte,[1] yang mana di Indonesia diatur dalam Pasal 1868 KUHPerdata menyebutkan pengertian akta otentik adalah “Suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat akta itu dibuat”. Sedangkan dalam Pasal 1 Angka 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, menyebutkan juga pengertian Akta Otentik yaitu: “Akta Notaris yang selanjutnya disebut Akta adalah Akta Otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang ini”.

Akta di Bawah Tangan

Berdasarkan Pasal 1874 KUHPerdata menyebutkan bahwa: “yang dianggap sebagai tulisan dibawah tangan adalah akta yang ditandatangani dibawah tangan, surat, daftar, surat urusan rumah tangga dan tulisan-tulisan yang lain yang dibuat tanpa perantaraan seorang pejabat umum”. Sedangkan ditinjau dari Undang-Undang Jabatan Notaris, akta dibawah tangan dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu akta di bawah tangan yang dilegalisasi dan akta dibawah tangan diwaarmeken, diatur dalam Pasal 15 ayat (2) Huruf a dan b Undang-Undang Jabatan Notaris beserta Perubahannya, berbunyi:

a.       mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

b.      membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.

Sederhananya, Akta di bawah tangan adalah akta yang dibuat tidak di depan pejabat yang berwenang menurut Undang-Undang atau Notaris.  Akta ini dibuat dan ditandatangani oleh para pihak yang membuatnya.

Akta Notaris Berdasarkan Pihak yang Membuat

Selanjutnya untuk akta otentik berdasarkan pihak yang membuatnya dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:

Akta Pejabat (Ambtelijke Akte atau Relaas Akte atau Akta Relaas)

Satu di antara wewenang Notaris adalah membuat Akta Berita Acara. Akta yang memuat keterangan resmi dari pejabat yang berwenang. Jadi akta ini hanya memuat keterangan dari satu pihak saja, yakni pihak pejabat yang membuatnya. Akta ini dianggap mempunyai kekuatan pembuktian terhadap semua orang, misalnya Akta Berita Acara Undian Berhadian, Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam Perseroan Terbatas (PT), dan Akta Pencatatan Budel. Jadi Ambtelijke Akte atau Relaas Akte merupakan:

a.       Inisiatif Ada pada Pejabat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b.      Berisi Keterangan Tertulis dari Pejabat Pembuat Akta.[2]

Keterangan Tertulis itu, menurut G.H.S Lumbun berisi uraian Notaris yang dilihat dan disaksikannya sendiri atas permintaan para pihak agar tindakan atau perbuatan para pihak dituangkan ke dalam bentuk Akta Notaris.[3]

Akta Para Pihak (Partij Akte)

Akta para pihak (Partij Akte) adalah akta yang memuat keterangan (berisi) apa yang dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Misalnya pihak-pihak yang bersangkutan mengatakan menjual/membeli selanjutnya Notaris merumuskan kehendak para pihak tersebut dalam suatu akta. Partij Akte ini mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat (volledig bewijskracht – perfect and binding) bagi pihak pihak yang bersangkutan termasuk para ahli warisnya dan orang-orang yang menerima hak dari mereka itu. Ketentuan Pasal 1870 KUHPerdata dianggap berlaku bagi Partij Akte ini. Mengenai kekuatan pembuktian terhadap pihak ketiga tidak diatur, contohnya, Akta yang berkaitan dengan Warisan, Akta-Akta Badan Usaha, Akta-Akta Perjanjian, jadi partij akte adalah:

a.       Inisiatif Ada Pada Pihak-Pihak yang Bersangkutan.

b.      Berisi Keterangan Pihak Pihak.

Syarat Sahnya Akta Notaris

Seperti Penjelasan kami tersebut di atas bahwa Akta Notaris secara khusus diatur dalam ketentuan Pasal 1 Angka 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Akta Notaris atau Notariil Akta, dalam Pasal 1 Angka 7 Undang-Undang Jabatan Notaris beserta Perubahannya, dimaknai sebagai akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris, menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.

Secara gramatikal, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Akta dimaknai sebagai surat tanda bukti berisi pernyataan (keterangan, pengakuan, keputusan, dsb) tentang peristiwa hukum yang dibuat menurut peraturan yang berlaku, disaksikan dan disahkan oleh pejabat resmi. Bahwa dalam jabatannya, Notaris berwenang membuat akta otentik.

Akta Notaris tersebut dibuat sesuai/memenuhi persyaratan kumulatif sebagaimana dipersyaratkan  dalam Pasal 1868 KUHPerdata. Namun, apabila salah satu saja tidak terpenuhi, maka Akta Notaris tersebut terdegradasi menjadi hanya sebagai akta dibawah tangan. (vide Pasal 1869 KUHPerdata)

 Pasal inilah yang menjadi sumber keotentikan suatu Akta Notaris yang juga adalah dasar legalitas eksistensi dari Akta Notaris yang mana mempunyai syarat-syarat kumulatif tersebut yakni:[4]

-        Akta itu harus dibuat dihadapan pejabat umum.

-        Akta harus dibuat dalam bentuk ditentukan oleh undang-undang.

-        Akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu dan dimana tempat akta itu dibuat.

Akta di Bawah Tangan

Sering orang membuat perjanjian, ditulis oleh pihak-pihak, tidak dibuat di hadapan Notaris. Tulisan yang demikian disebut akta di bawah tangan. Di bawah tangan ini adalah terjemahan dari bahasa Belanda onderhands sebagaimana ketentuan Pasal 1874 KUHPerdata sebagai berikut:

1.       Adalah akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat, daftar, surat urusan rumah tangga dan tulisan-tulisan lain yang dibuat tanpa perantara seorang pejabat umum;

2.      Dengan penandatanganan sebuah tulisan di bawah tangan disamakan pembubuhan suatu cap jempol dengan suatu pernyataan yang bertanggal dari seorang Notaris atau seorang pejabat lain yang ditunjuk undang-undang yang menyatakan bahwa pembubuh cap jempol itu dikenal olehnya atau telah diperkenalkan kepadanya, bahwa si akta telah dijelaskan kepada orang itu, dan bahwa setelah itu cap jempol tersebut dibubuhkan pada tulisan tersebut di hadapan pejabat yang bersangkutan;

3.      Pegawai ini harus membuktikan tulisan tersebut;

4.      Dengan undang-undang dapat diadakan aturan-aturan lebih lanjut tentang pernyataan dan pembukuan termaksud.

Definisi di atas mengandung pengertian bahwa akta yang diperbuat oleh para pihak yang dibubuhi dengan tandatangan tersebut, mendapat pengesahannya (legalisasi) dari notaris atau pejabat yang berwenang untuk itu.

Kemudian lebih lanjut, Akta di Bawah Tangan juga menurut ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris adalah akta yang dibuat oleh Notaris tetapi bertentangan dengan Pasal 38Pasal 39, dan Pasal 40 yang kemudian ketentuan tersebut diatur di dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Akta dibawah tangan ini biasanya digunakan dalam suatu perjanjian jual beli, sewa menyewa, dan lain-lain yang ditandatangani oleh para pihak tanpa adanya perantara pejabat umum. Oleh karena itu, kekuatan pembuktian dari suatu akta dibawah tangan tidak sesempurna akta otentik. Perbedaan terkait hal tersebut, akta otentik memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna secara lahiriah baik formal maupun materiil. 

Oleh karena itu, hakim tidak perlu lagi menguji kebenarannya, kecuali terdapat adanya bukti lawan yang membuktikan sebaliknya dari akta tersebut. Namun, berbeda dengan akta di bawah tangan yang merupakan alat bukti bebas sehingga hakim bebas untuk menentukan bukti tersebut  dapat diterima atau tidak. Walaupun begitu, suatu akta di bawah tangan dapat memiliki kekuatan pembuktian formal dan materiil jika kedua belah pihak dalam akta telah mengakui kebenarannya.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa baik akta otentik maupun akta di bawah tangan merupakan alat bukti berupa tulisan. Namun, terdapat perbedaan dalam hal keterlibatan pejabat umum dalam pembuatannya. Selain itu juga, terdapat perbedaan mengenai kekuatan pembuktian di pengadilan terhadap akta otentik dengan akta di bawah tangan.

Terus apakah semua Akta yang dibumbuhi cap Notaris secara otomatis menjadi Akta Otentik?

Ada dua macam Akta di bawah tangan yang dibubuh cap dan tanda tangan Notaris sebagaimana yang dimaksud:

Akta yang Dilegalisasi oleh Notaris

Legalisasi adalah penandatanganan suatu tulisan di bawah tangan dengan cap (tapak) jempol/jari (vingeratdruk) yang “gewaarmerkt” oleh seorang Notaris yang berwenang lainnya, dimana Notaris tersebut mengenal yang menerangkan tapak jempol/jari atau diperkenalkan kepadanya dan bahwa isi aktanya secara jelas diingatkan (voorgehouden) dan bahwa penerapan tapak jempol/jari itu dilakukan dihadapan Notaris.

Pengesahan Kecocokan foto kopi yaitu merupakan salah satu kewenangan Notaris untuk mencocokan foto kopi dari asli surat-surat yang diperlihatkan kepadanya dan Notaris melakukan pengesahan terhadap fotokopi tersebut yang sesuai dengan surat aslinya, dengan memberi cap jabatan dan tanda tangan Notaris pada fotocopian tersebut atau yang sebagian orang menyebutnya “legalisir” biasanya pengesahan foto copy ini dibuat oleh Notaris terhadap surat-surat untuk data pelengkap untuk keperluan Notaris dalam menjalankan jabatannya, seperti KTP, Kartu Keluarga, dan surat-surat lainnya.[5]

Dalam perkembangan hukum yang ada saat ini, ada kalanya akta yang dibuat di bawah tangan itu, para pihak kurang puas kalau tidak dicapkan di Notaris. Notaris dalam hal ini dapat saja membubuhkan cap pada akta-akta di bawah tangan itu. Sebelum membubuhkan cap notaris, diberi nomor dan tanggal, nomor mana harus dicatat dalam buku “daftar akta”, kemudian diberikan kata-kata, dan ditandatangani oleh Notaris. 

Untuk keperluan legalisasi itu, maka para penanda tangan akta itu harus datang menghadap Notaris, tidak boleh ditandatangani sebelumnya di rumah. Kemudian Notaris memeriksa tanda pengenal, yaitu KTP atau tanda pengenal lainnya. Pengertian Pengenal itu lain dengan pengertian sehari-hari, yakni Notaris harus mengerti benar sesuai dengan kartu Tanda Pengenalnya, bahwa orangnya yang datang itu memang sama dengan Tanda Pengenalnya, dia memang orangnya, yang bertempat tinggal di alamat kartu tersebut, dan gambarnya cocok. Sesudah diperiksa cocok, kemudian Notaris membacakan akta di bawah tangan itu dan menjelaskan isi dan maksud akta di bawah tangan itu.  Jika akta itu bertentangan dengan undang-undang, maka akta itu harus diubah, akan tetapi bila yang bersangkutan tidak bersedia mengubahnya, maka itu tidak boleh dilegalisasi. 

Akta Waarmerking

Untuk waarmerking Akta di bawah tangan maka para penandatangan tidak perlu datang menghadap kepada Notaris, cukup surat saja yang sudah ditandatangani itu dibawa ke Notaris.

Waarmerking hanya mempunyai arti penegasan tanggal saja, artinya bahwa pada tanggal dilakukan waarmerking itu, akta itu sudah ada.

Notaris tidak (perlu) membaca aktanya yang diwaarmerking itu. Kebanyakan masyarakat menganggap bahwa waarmerking itu sama dengan legalisasi, karena ada cap Notaris, yang bergambar garuda, maka dianggap sah sama dengan legalisasi padahal tidak.

Contoh, seringkali terjadi jual beli rumah yang berdiri di atas tanah persewaan, hanya diwaarmerking saja. Seyogyanya hal yang demikian itu dihindarkan. Paling tidak mestinya dengan akta di bawah tangan yang dilegalisasi, lebih baik dan lebih kuat bila dibuat dengan Akta Notaris. Akta yang dibuat di hadapan Notaris atau Akta Otentik tadi, sedang akta yang dibuat hanya di antara pihak-pihak yang berkepentingan itu tetap namanya akta di bawah tangan. 

Adapun letak perbedaan antara waarmerking dan legalisasi ialah bahwa:[6]

Waarmerking hanya mempunyai kepastian tanggal saja dan tidak ada kepastian tanda tangan sedangkan pada legalisasi tanda tangannya dilakukan dihadapan yang melegalisasi, sedangkan untuk waarmerking, pada saat di waarmerking, surat itu sudah ditandatangani oleh yang bersangkutan. Jadi yang memberikan waarmerking tidak mengetahui dan karena itu tidak mengesahkan tentang tanda tangannya. (para pihak).”

Lantas, apakah semua akta itu dapat dibuat di bawah tangan saja kalau begitu ? Jawabnya: Tidak. Ada akta yang harus dibuat akta otentik : antara lain Akta Pendirian PT, Firma, Yayasan, akta adoptie, Akta Perjanjian Kawin, termasuk Akta Wasiat, dan lain sebagainya. 

Copy Colationee

Sederhananya ini proses pencocokan dokumen fotocopy dengan dokumen aslinya. Notaris akan memberikan cap/stempel dan paraf di setiap halaman fotocopy dan pada halaman paling belakang, Notaris akan memberikan tanda tangan serta keterangan bahwa dokumen fotocopy tersebut sama dengan dokumen asli yang diperlihatkan di hadapan Notaris.

Jika Notaris diminta turunan atau salinan akta yang dibuat di Notaris lainnya atau turunan atau salinan dari akta di bawah tangan, maka turunan atau salinan itu disebut Copy Colationee

Akta-akta yang tidak disebutkan dalam Undang-Undang harus dengan akta otentik boleh saja dibuat di bawah tangan, hanya kekuatan buktinya kalau menginginkan kuat haruslah dibuat dengan akta otentik, Akta yang dibuat di hadapan Notaris maka:

1.        Aslinya, yaitu yang ditandatangani oleh penghadap, saksi-saksi dan Notaris, Namanya minuta (minit) harus disimpan oleh Notaris. Penghadap hanya diberikan turunannya (Salinan) saja yang ditandatangani Notaris. Dalam kalimat akhir akta ditulis: diberikan sebagai turunan atau salinan, diberikan sebagai turunan yang sama bunyinya, sebelum kalimat itu, ditulis: asli akta ini telah ditandatangani dengan semestinya; (vide Pasal 15 dan Pasal 16 ayat (1) huruf c Undang-Undang tentang Jabatan Notaris beserta Perubahannya)

2.       Wajib menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku (vide Pasal 16 ayat (1) huruf g Undang-Undang tentang Jabatan Notaris beserta Perubahannya);

3.      Notaris harus membuat buku repertorium, yakni daftar akta yang dibuatnya, dengan menyebutkan, nomor akta, tanggal akta, jenis akta, dan siapa-siapa yang menandatangani akta itu (vide Pasal 16 yat (1) huruf K Undang-Undang tentang Jabatan Notaris beserta Perubahannya);

4.       Buku repertorium itu disimpan sebagai protocol Notaris (vide Penjelasan Pasal 62 Undang-Undang tentang Jabatan Notaris beserta Perubahannya);

5.       Minuta Akta, harus diberi meterai (vide Penjelasan Pasal 15 ayat (2) huruf a Undang-Undang tentang Jabatan Notaris beserta Perubahannya)

Sepuluh tahun lagi atau 20 (dua puluh) tahun lagi, yang berkepentingan dalam akta, bila memerlukan turunannya, maka bisa datang ke Notaris untuk minta turunan dimaksud, karena minitnya tetap tersimpan.

Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia yang ada di sini. Terima Kasih.


[1] Salim HS., “Teknik Pembuatan Akta Satu - Konsep Teoritis, Kewenangan Notaris Bentuk dan Minuta Akta”, (Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2015), 17.

[2] M. Dja’is dan RMJ. Koosmargono, “Membaca dan Mengerti HIR”, (Semarang; Badan Penerbit Undip, 2008), 154-155.

[3] G.H.S. Lumbun, "Peraturan Jabatan Notaris", (Jakarta: Erlangga, 1983), 51.

[4] Putu Mas Maya Ramanti, “Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Minuta Akta yang Dibuat Berdasarkan Keterangan Palsu Oleh Para Pihak”, (Jurnal Ilmiah Prodi Kenotariatan 2015-2016; Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, 2016), 116.

[5] Komar Andasasmita, “Akta II Notaris dan Contoh-contoh Akta”, (Bandung; Ikatan Notaris Indonesia, 2007), 41.

[6] Subekti, “Pembuktian dan Daluwarsa”, (Jakarta; Intermasa, 1986), 34.

Formulir Isian