Pada dasarnya seluruh tanah yang ada di Indonesia merupakan karunia dari
Tuhan yang Maha Esa kepada seluruh bangsa Indonesia. Oleh karenanya
kemudian dikenal dengan “Hak Bangsa Indonesia” (vide Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria).
Kemudian, sebagaimana ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1 (“Hak Bangsa Indonesia”), bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Hak Negara sebagaimana yang dimaksudkan tersebut di atas yang kemudian dikenal dengan “Hak Menguasai Negara” (vide Pasal 2 jo. Pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria)
Menurut Irma Devita Purnamasari[1], ia membagi “Hak Menguasai Negara” yang diberikan kepada masyarakat terdiri dari:
1.
Hak Individu yang bersifat perdata;
2.
Hak Pengelolaan;
3.
Tanah Wakaf.
Hak Individu yang Bersifat Perdata itu dibagi lagi menjadi Hak Primer dan Hak Sekunder (derivative). Untuk Hak Primer merupakan hak yang langsung
diberikan negara kepada pemegang haknya, yang mana meliputi:
1.
Hak Milik (eigendomsrecht);
2.
Hak Guna Bangunan (HGB);
3.
Hak Guna Usaha (HGU); dan
4.
Hak Pakai.
Hak Milik
Hak Milik merupakan hak turun-menurun (tanpa batas waktu), terkuat, dan
terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. (vide Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria) Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Hanya Warga Negara Indonesia dapat mempunyai Hak Milik.
Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak
milik dan syarat-syaratnya. Untuk orang asing yang sesudah berlakunya
UUPA yang memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau
percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga-negara
Indonesia yang mempunyai hak milik yang kehilangan kewarganegaraannya
wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak
diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika
sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu dilepaskan, maka hak
tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan
ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.
Ini yang kemudian disebut dengan istilah “gronds verpandingsverbod” artinya Larangan Pengasingan Tanah, atau Tanah Bangsa Indonesia tidak
boleh dimiliki oleh pihak asing. (vide Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria)
Kemudian, selama seseorang disamping kewarganegaraan Indonesianya
mempunyai kewarganegaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah
dengan hak milik dan baginya berlaku ketentuan dalam Pasal 21 ayat (3) di atas.
Hak Guna Bangunan (HGB)
Hak guna bangunan diberikan kepada:
a.
Warga Negara Indonesia; dan
b.
Badan hukum yang didirikan menurut Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia. (vide Pasal 34 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun,
dan Pendaftaran Tanah)
Pemegang Hak Guna Bangunan (HGB) yang tidak lagi memenuhi syarat
sebagaimana Pasal 34 tersebut di atas dalam jangka waktu 1 (satu) tahun wajib melepaskan
atau mengalihkan hak guna bangunan kepada pihak lain yang memenuhi
syarat. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud haknya tidak
dilepaskan atau dialihkan maka hak tersebut hapus karena hukum. (vide Pasal 35 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun,
dan Pendaftaran Tanah)
Tanah yang dapat diberikan dengan hak guna bangunan meliputi:
a.
Tanah Negara;
b.
Tanah Hak Pengelolaan; dan
c.
Tanah Hak Milik. (vide Pasal 36 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun,
dan Pendaftaran Tanah)
Hak guna bangunan di atas Tanah Negara dan Tanah Hak
Pengelolaan diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun, diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan diperbarui untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun. Setelah jangka waktu pemberian, perpanjangan, dan pembaruan
sebagaimana dimaksud berakhir, tanah hak guna bangunan kembali menjadi
Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara atau Tanah Hak Pengelolaan.
Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara sebagaimana tersebut di atas
mengenai penataan kembali penggunaan, perrranfaatan, dan pemilikan
menjadi kewenangan Menteri dan dapat diberikan prioritas kepada bekas
pemegang hak dengan memperhatikan:
a.
Tanahnya masih diusahakan dan dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan
keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak;
b.
Syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;
c.
Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak;
d.
Tanahnya masih sesuai dengan rencana tata ruang;
e.
Tidak dipergunakan dan/atau direncanakan untuk kepentingan umum;
f.
Sumber daya alam dan lingkungan hidup; dan
g.
Keadaan Tanah dan masyarakat sekitar.
Sedangkan, Hak Guna Bangunan di atas Tanah hak milik diberikan untuk
jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperbarui
dengan Akta Pemberian Hak Guna Bangunan di atas hak milik. (vide Pasal 36 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun,
dan Pendaftaran Tanah)
Hak Guna Usaha (HGU)
Hak guna usaha diberikan kepada:
a.
Warga Negara Indonesia; dan
b.
Badan hukum yang didirikan menurut Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia. (vide Pasal 19 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun,
dan Pendaftaran Tanah)
Pemegang Hak Guna Usaha (HGU) yang tidak lagi memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, dalam jangka waktu 1 (satu) tahun
wajib melepaskan atau mengalihkan hak guna usaha kepada pihak lain yang
memenuhi syarat. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud haknya
tidak dilepaskan atau dialihkan maka hak tersebut hapus karena hukum.
(vide Pasal 20 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18
Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah
Susun, dan Pendaftaran Tanah)
Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha meliputi:
a.
Tanah Negara; dan
b.
Tanah Hak Pengelolaan. (vide Pasal 21 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18
Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah
Susun, dan Pendaftaran Tanah)
Hak Guna Usaha (HGU) diberikan untuk jangka waktu paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun, diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 (dua puluh lima)
tahun, dan diperbarui untuk jangka waktu paling lama 35 (tiga puluh lima)
tahun. Setelah jangka waktu pemberian, perpanjangan, dan
pembaruan sebagaimana dimaksud berakhir, tanah hak guna usaha kembali
menjadi Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara atau tanah Hak
Pengelolaan. Untuk Tanah yang Dikuasai Langsung oleh
Negara sebagaimana dimaksud dalam penataan kembali penggunaan,
pernanfaatan, dan pemilikan menjadi kewenangan Menteri dan dapat
diberikan prioritas kepada bekas pemegang hak dengan memperhatikan:
a.
Tanahnya masih diusahakan clan dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan
keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak;
b.
Syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;
c.
Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak;
d.
Tanahnya masih sesuai dengan rencana tata ruang;
e.
Tidak dipergunakan cian/atau direncanakan untuk kepentingan umum;
f.
Sumber daya alam dan lingkungan hidup; dan keadaan Tanah dan masyarakat
sekitar. (vide Pasal 22 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18
Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah
Susun, dan Pendaftaran Tanah)
Hak Pakai
Hak pakai terdiri atas:
a.
Hak pakai dengan jangka waktu; dan
b.
Hak pakai selama dipergunakan. (vide Pasal 49 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan
Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah)
Hak pakai dengan jangka waktu diberikan kepada:
a.
Warga Negara Indonesia;
b.
Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia;
c.
Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia;
d.
Badan keagamaan dan sosial; dan
e.
Orang Asing. (vide Pasal 49 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan
Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah)
Tanah yang dapat diberikan dengan hak pakai dengan jangka waktu
meliputi:
a.
Tanah Negara;
b.
Tanah hak milik; dan
c.
Tanah Hak Pengelolaan. (vide Pasal 51 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan
Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah)
Sedangkan, Hak pakai selama dipergunakan diberikan kepada:
a.
Instansi Pemerintah Pusat;
b.
Pemerintah Daerah;
c.
Pemerintah desa; dan
d.
Perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional. (vide Pasal 49 ayat (3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan
Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah)
Tanah yang dapat diberikan dengan hak pakai selama dipergunakan
meliputi:
a.
Tanah Negara; dan
b.
Tanah Hak Pengelolaan. (vide Pasal 51 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan
Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah)
Pemegang hak pakai yang tidak lagi rnemenuhi syarat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 tersebut di atas, dalam jangka waktu 1 (satu)
tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak pakai kepada pihak lain yang
memenuhi syarat. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud haknya
tidak dilepaskan atau dialihkan maka hak tersebut hapus karena hukum.
(vide Pasal 50 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18
Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah
Susun, dan Pendaftaran Tanah)
Untuk jangka waktu berlakunya hak pakai, Hak pakai di atas Tanah Negara
dan Tanah hak Pengelolaan dengan jangka waktu diberikan untuk jangka
waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun, diperpanjang untuk jangka waktu
paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan diperbarui untuk jangka waktu
paling lama 30 (tiga puluh) tahun.
Untuk Hak pakai selama dipergunakan diberikan untuk waktu yang tidak
ditentukan selama dipergunakan dan dimanfaatkan. Hak pakai dengan jangka
waktu di atas Tanah hak milik, diberikan untuk jangka waktu paling lama
30 (tiga ptrluh) tahun dan dapat diperbarui dengan akta pemberian hak
pakai di atas Tanah hak miiik. Setelah jangka waktu pemberian,
perpanjangan, dan pembaruan berakhir, Tanah hak pakai kembali menjadi
Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara atau Tanah Hak Pengelolaan.
Untuk Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara sebagaimana dimaksud
dalam penataan kembali penggunaan, pemanfaatan, dan pemilikan menjadi
kewenangan Menteri dan dapat diberikan prioritas kepada bekas pemegang
hak dengan memperhatikan:
a.
Tanahnya rnasih diusahakan dan dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan
keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak;
b.
Syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;
c.
Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak; tanahnva masih
sesuai dengan rencana tata ruang;
d.
Tidak dipergunakan dan/atau direncanakan untuk kepentingan umum;
e.
Sumber daya alam dan lingkungan hidup; dan keadaan Tanah dan masyarakat
sekitar. (vide Pasal 52 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18
Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah
Susun, dan Pendaftaran Tanah)
Hak Pengelolaan
Sebagaimana ketentuan Pasal 1 Angka 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah
Susun, dan Pendaftaran Tanah, menyatakan bahwa:
“Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan
pelaksanaannya Sebagian dilimpahkan kepada pemegang Hak
Pengelolaan.”
Hak Pengelolaan dapat berasal dari Tanah Negara dan Tanah Ulayat. (vide Pasal 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun,
dan Pendaftaran Tanah) Yang mana, Hak Pengelolaan yang berasal dari Tanah Negara diberikan
kepada:
a.
Instansi Pemerintah Pusat;
b.
Pemerintah Daerah;
c.
Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah;
d.
Badan Bank Tanah; atau
e.
Badan hukum yang ditunjuk oleh Pemerintah Pusat.
Sedangkan, Hak Pengelolaan yang berasal dari Tanah Ulayat ditetapkan
kepada masyarakat hrrkum adat. (vide Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 tentang
Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran
Tanah)
Hak Pengelolaan di atas Tanah Negara diberikan sepanjang tugas pokok
dan fungsinya langsung berhubungan dengan pengelolaan Tanah. Untuk
Instansi Pemerintah Pusat yang tugas pokok dan fungsinya tidak langsung
berhubungan dengan pengelolaan Tanah dapat diberikan Hak Pengelolaan
setelah mendapat persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan. Badan usaha milik negara/badan usaha
milik daerah meliputi juga anak perusahaan yang dimiliki oleh badan
usaha milik negaral/badan usaha milik daerah berdasarkan penyertaan
modal negara pada badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah
lain. Apabila itu berasal dari Badan hukum maka itu ditunjuk oleh
Pemerintah Pusat yang mana merupakan badan hukum yang mendapat penugasan
khusus yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden.
Contoh, Tanah di Ibu Kota Nusantara yang ditetapkan sebagai ADP (Aset
Dalam Penguasaan) dikelola sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai ADP sebagai hak pengelolaan yang mana
Otorita Ibu Kota Nusantara berwenang mengikatkan diri dengan perorangan
atau badan hukum atas perjanjian pemanfaatan Tanah di Ibu Kota
Nusantara. (vide Pasal 14 dan Pasal 15 Peraturan Presiden Repubik Indonesia Nomor 65
Tahun 2022 tentang Perolehan Tanah dan Pengelolaan Pertanahan Di Ibu
Kota Nusantara)
Tanah Wakaf
Tanah wakaf adalah hak atas tanah yang semula merupakan hak primer
yaitu Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, atau
Tanah Bekas Milik Adat (yang lebih dikenal dengan istilah “tanah girik”)
yang kemudian diwakafkan atau diserahkan oleh pemiliknya kepada Badan
Keagamaan atau Badan Sosial lainnya untuk dikelola, sebagaimana
ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun
2004 tentang Wakaf, menyebutkan bahwa benda tidak bergerak meliputi:
a.
Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar;
b.
Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana
dimaksud pada huruf a;
c.
Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
d.
Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
e.
Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Instansi yang berwenang menerbitkan bukti pendaftaran harta benda wakaf
di bidang wakaf tanah adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN). (vide Penjelasan Pasal 34 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun
2004 tentang Wakaf)
Anda dapat beberapa bagan di bawah:
Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami
persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau
melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau
langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia yang ada di sini.
Terima Kasih.
[1] Irma Devita Purnamasari, “Hukum Pertanahan”, (Bandung: Penerbit Kaifa PT Mizan Pustaka, 2010), 1-2.