Ilustrasi Perceraian |
Pertanyaan
Permisi mau tanya dong. Saya udah ditalak 1 secara
tertulis di atas materai sama mantan suami hampir 1 tahun yang lalu, mantan
suami saya sekarang sudah kawin lagi tapi akte cerai belum dia buat atau
dikasih ke saya, surat nikah masih saya pegang. Kalau untuk tanggung jawab buat
akte cerai siapa ya? Mohon pencerahannya 🙏 Terima kasih.
Jawaban
Penjelasan Penting!
Bahwa perlu dipahami Perkawinan putus karena beberapa
hal antara lain: akibat dari adanya peristiwa penting seperti kematian, perceraian,
dan atas keputusan Pengadilan. (vide Pasal 38
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Pasal
1 Angka 17 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan sebagaimana sudah diubah dengan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan)
Bahwa untuk Perceraian itu sendiri hanya dapat
dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang
bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. (vide Pasal
39 ayat (1) Undang-Undang tentang Perkawinan jo. Pasal
65 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama),
Pengadilan yang dimaksud adalah Pengadilan Agama (PA) bagi mereka yang beragama
Islam dan Pengadilan Umum bagi lainnya. (vide Pasal 63 ayat
(1) Undang-Undang tentang Perkawinan jo. Pasal 1
Angka 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama)
Jika Anda beragama bukan Islam, maka bentuknya adalah
Gugatan yang diajukan ke Pengadilan Umum sebagaimana diatur oleh ketentuan
Perundang-Undangannya sendiri (vide Pasal 40 Undang-Undang
tentang Perkawinan)
Jika Anda beragama Islam maka tatacara perceraian di
depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan perundangan tersendiri (vide Pasal
39 ayat (3) Undang-Undang tentang Perkawinan)
Tata cara perceraian di depan sidang Pengadilan yang
dimaksud diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), sebagaimana Bab
XVI Pasal 129-Pasal 162 KHI jo. Pasal 65-Pasal 88
Undang-Undang tentang Peradilan Agama.
Perceraian dapat dibedakan ke dalam 3 (tiga) macam,
yaitu cerai talak, cerai gugat, khuluk.
1.
Cerai
Talak:
Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada
istrinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tulisan kepada
Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan
serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu. (vide Pasal
129 Kompilasi Hukum Islam (KHI))
2.
Cerai
Gugat:
Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya pada Pengadilan Agama yang daerah
hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali istri meninggalkan tempat
kediaman bersama tanpa izin suami. Kemudian, dalam hal tergugat bertempat
kediaman di luar negeri, Ketua Pengadilan Agama memberitahukan gugatan tersebut
kepada tergugat melalui perwakilan Republik Indonesia setempat. (vide Pasal
132 Kompilasi Hukum Islam (KHI))
3.
Khuluk:
Seorang istri yang mengajukan gugatan perceraian
dengan jalan khuluk menyampaikan permohonannya kepada Pengadilan Agama yang
mewilayahi tempat tinggalnya disertai dengan alasan-alasannya. Kemudian,
Pengadilan Agama selambat-lambatnya satu bulan memanggil istri dan suaminya
untuk didengar keterangannya masing-masing. Dalam persidangan tersebut
Pengadilan Agama memberikan penjelasan tentang akibat khuluk dan memberikan
nasehat-nasehatnya. Setelah kedua belah pihak sepakat tentang besarnya iwad
atau tebusan, maka Pengadilan Agama memberikan penetapan tentang izin bagi
suami untuk mengikrarkan talaknya di depan sidang Pengadilan Agama. Terhadap
penetapan itu tidak dapat dilakukan upaya banding atau kasasi. Selanjutnya,
setelah sidang penyaksian ikrar talak Pengadilan Agama membuat penetapan
tentang terjadinya Talak rangkap empat yang merupakan bukti perceraian bagi
bekas suami dan isteri. Helai pertama beserta surat ikrar talak dikirimkan
kepada Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahi tempat tinggal suami untuk
diadakan pencatatan, helai kedua dan ketiga masing-masing diberikan kepada
suami isteri dan helai keempat disimpan oleh Pengadilan Agama. Dan dalam hal
tidak tercapai kesepakatan tentang besarnya tebusan atau iwad Pengadilan Agama
memeriksa dan memutuskan sebagai perkara biasa. (vide Pasal
148 jo. Pasal 131 ayat (5) Kompilasi Hukum Islam
(KHI))
Mencermati terkait dengan Persoalan Anda, Perkawinan
Anda tadi dianggap putus jika sudah ada putusan pengadilan yang berkekuatan
hukum tetap (in kracht van gewijsde) oleh karena kedua belah
pihak tidak mungkin lagi didamaikan dan telah cukup alasan
perceraian. Hakim membuat penetapan yang isinya menyatakan bahwa
perkawinan putus sejak ikrar talak diucapkan dan penetapan tersebut tidak dapat
dimintakan banding atau kasasi. (vide Pasal 70 ayat (3)
dan Pasal 71 ayat (2) dan. Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang
tentang Peradilan Agama jo. Pasal 131 Angka 3
Kompilasi Hukum Islam (KHI))
Kemudian, setelah itu Panitera Pengadilan atau pejabat
Pengadilan yang ditunjuk berkewajiban selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari
mengirimkan satu helai salinan putusan Pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, tanpa bermeterai kepada Pegawai
Pencatat Nikah yang wilayahnya meliputi tempat kediaman penggugat dan tergugat,
untuk mendaftarkan putusan perceraian dalam sebuah daftar yang disediakan untuk
itu. (vide Pasal 84 ayat (1) Undang-Undang tentang
Peradilan Agama)
Apabila perceraian dilakukan di wilayah yang berbeda
dengan wilayah Pegawai Pencatat Nikah tempat perkawinan dilangsungkan,
maka satu helai salinan putusan sebagaimana yang dimaksud yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap tersebut tanpa bermeterai dikirimkan
pula kepada Pegawai Pencatat Nikah di tempat perkawinan dilangsungkan dan oleh
Pegawai Pencatat Nikah tersebut dicatat pada bagian pinggir daftar
catatan perkawinan. (vide Pasal 84 ayat (2)
Undang-Undang tentang Peradilan Agama)
Sedangkan, apabila perkawinan dilangsungkan di luar
negeri, maka satu helai salinan putusan tersebut disampaikan pula kepada
Pegawai Pencatat Nikah di tempat didaftarkannya perkawinan mereka di
Indonesia. (vide Pasal 84 ayat (3) Undang-Undang tentang
Peradilan Agama)
Panitera berkewajiban memberikan akta cerai sebagai
surat bukti cerai kepada para pihak selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung
setelah putusan yang memperoleh kekuatan hukum tetap tersebut diberitahukan
kepada para pihak. (vide Pasal 84 ayat (4) Undang-Undang
tentang Peradilan Agama)
Mahkamah Agung-sendiri memberi petunjuk agar dalam
pembuatan penetapan Hakim dalam hal eks Pasal 71 ayat (2), dan akta cerai,
eks Pasal 84 ayat (4), digunakan bentuk-bentuk sebagaimana contoh terlampir
berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor
MA/Kumdil/1375/III/1990 tanggal 12 Maret 1990, atau disebut
dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
1990 tentang Petunjuk pembuatan Penetapan Eks Pasal 71 ayat (2) dan Akta
Cerai Eks. Pasal 84 ayat (4) Undang-Undang Nomor 7.
Kami melihat bahwa Anda atau pun suami Anda belum
melakukan upaya di Pengadilan Agama untuk memutuskan perkawinan antara Anda dan
suami Anda, harusnya:
1.
Mengajukan
permohonan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah
(jika Anda di Aceh) (vide Pasal 118 HIR 142 Rbg jo. Pasal
66 Undang-Undang tentang Peradilan Agama);
2.
Pemohon atau
suami Anda dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada Pengadilan Agama/Mahkamah
Syariah tentang tata cara membuat surat permohonan (vide Pasal
119 HIR 143 Rbg jo. Pasal 58 Undang-Undang
tentang Peradilan Agama);
3.
Surat permohonan
dapat diubah sepanjang tidak mengubah posita dan petitum. Jika Anda sudah telah
menjawab surat permohonan tersebut harus atas persetujuan Anda dalam
perubahannya.
4.
Permohonan
tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah:
4.1
Yang daerah
hukumnya meliputi tempat kediaman Anda sebagai istri (termohon) (vide Pasal
66 ayat (2) Undang-Undang tentang Peradilan Agama);
4.2
Bila Anda
meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin suami
Anda, maka permohonan harus diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah
yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Suami Anda (pemohon) (vide Pasal
66 ayat (2) Undang-Undang tentang Peradilan Agama);
4.3
Bila Anda
berkediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan
Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman suami Anda
(pemohon) (vide Pasal 66 ayat (3) Undang-Undang tentang
Peradilan Agama);
4.4
Bila suami Anda
dan juga Anda bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan
kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkan
perkawinan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta pusat (vide Pasal
66 ayat (4) Undang-Undang tentang Peradilan Agama).
5.
Permohonan
tersebut memuat:
5.1
Nama, umur,
pekerjaan, agama, dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon;
5.2
Posita (fakta
kejadian dan fakta hukum);
5.3
Petitum (hal-hal
yang dituntut berdasarkan posita). (vide Pasal 67
Undang-Undang tentang Peradilan Agama)
6.
Permohonan soal
penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama, dapat diajukan
bersama-sama dengan permohonan cerai talak atau sesudah ikrar talak diucapkan (vide Pasal
66 ayat (5) Undang-Undang tentang Peradilan Agama);
7.
Membayar biaya
perkara (vide Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) Rbg jo. Pasal
89 Undang-Undang tentang Peradilan Agama). Bagi yang tidak mampu, dapat
berperkara secara cuma-cuma/prodeo (Pasal 237 HIR, 273 Rbg).
Kalau hanya di atas materai saja sebagaimana
penjelasan Anda tidak cukup terlebih itu sudah 1 (satu) tahun yang lalu,
hubungan Anda selaku istrinya dan suami Anda jika memang perkawinan Anda
tercatat, artinya perceraian Anda dan suami Anda belum dapat dinyatakan sah
secara hukum putus.
Akta cerai merupakan akta otentik yang dikeluarkan
oleh Pengadilan Agama (PA) sebagai bukti telah terjadi perceraian sebagaimana
yang sudah kami jelaskan berdasarkan Pasal 84 Undang-Undang tentang
Peradilan Agama di atas.
Akta cerai bisa diterbitkan jika permohonan atau
gugatan dikabulkan oleh Majelis Hakim yang memeriksa perkara Anda dan perkara
tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap ((in kracht van gewijsde).
Perkara dikatakan telah berkekuatan hukum tetap jika
dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak putusan dibacakan (dalam hal para pihak
hadir), salah satu atau para pihak tidak mengajukan upaya hukum banding.
Dalam hal pihak tidak hadir, maka perkara baru inkracht terhitung
14 hari sejak pemberitahuan isi putusan disampaikan kepada pihak yang tidak
hadir dan yang bersangkutan tidak melakukan upaya hukum banding (putusan
kontradiktoir) atau verzet (putusan verstek).
Terkait dengan persoalan Anda di atas, jika suami Anda
tidak kunjung melakukan permohonan ikrar talak ke Pengadilan Agama maka Anda
dapat melakukan Gugatan dengan ketentuan sebagai berikut:
1.
Mengajukan
gugatan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama, nanti Anda akan
disebut sebagai Penggugat dan suami Anda akan disebut sebagai Tergugat (vide Pasal
118 HIR 142 Rbg jo. Pasal 73 Undang-Undang
tentang Peradilan Agama);
2.
Anda dapat
meminta petunjuk kepada Pengadilan Agama tentang tata cara membuat surat
gugatan atau dengan menunjuk Kuasa Anda untuk membuat Surat Gugatan (vide Pasal
118 HIR 142 Rbg jo. Pasal 58 dan Pasal 73 ayat
(1) Undang-Undang tentang Peradilan Agama);
3.
Terkait dengan
Surat gugatan dapat diubah sepanjang tidak mengubah posita dan petitum. Jika
suami Anda telah menjawab surat gugatan dalam pemeriksaan di persidangan maka
harus atas persetujuan Tergugat atau suami Anda;
4.
Kemanakah Gugatan
tersebut diajukan?
4.1
Yang daerah
hukumnya meliputi tempat kediaman Anda (vide Pasal 73 ayat
(1) Undang-Undang tentang Peradilan Agama);
4.2
Bila Anda
meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin dari
suami Anda, maka gugatan harus diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah
hukumnya meliputi tempat kediaman Anda berada, tempat kediaman ini dibuktikan
nanti dengan dokumen kependudukan Anda ya.. (vide Pasal 32
ayat (2) Undang-Undang tentang Perkawinan jo. Pasal
73 ayat (1) Undang-Undang tentang Peradilan Agama);
4.3
Bila suami Anda
dan Anda bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada
Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkan
perkawinan tersebut atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Timur (Pasal 73 ayat
(3) Undang-Undang Peradilan Agama).
5.
Surat Gugatan
Anda nanti harus memuat:
5.1
Nama, umur,
pekerjaan, agama, dan tempat kediaman Anda dan Suami Anda;
5.2
Posita (fakta
kejadian dan fakta hukum);
5.3
Petitum (hal-hal
yang dituntut berdasarkan posita).
6.
Gugatan soal
penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama, dapat diajukan
bersama-sama dengan gugatan atau sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan
hukum tetap (vide Pasal 66 ayat (5) Undang-Undang tentang
Peradilan Agama)
7.
Anda harus
membayar biaya perkara (vide Pasal 121 ayat (4) HIR,
145 ayat (4) Rbg jo. Pasal 89 Undang-Undang
tentang Peradilan Agama. Bagi yang tidak mampu, dapat berperkara secara
cuma-cuma/prodeo (vide Pasal 237 HIR, 273 Rbg);
8.
Anda atau kuasa
Anda dan suami Anda sebagai Tergugat atau kuasanya menghadiri persidangan
(terutama wajib Anda sebagai Penggugat) berdasarkan panggilan Pengadilan Agama
yang dilakukan secara patut dan sah (vide Pasal 121 ayat (1)
HIR).
Terkait dengan Talak 1 yang Anda sebutkan sedikit
penjelasan kami dengan melihat kutipan di bawah:
Maksud dari “hilangnya ikatan pernikahan” adalah bahwa setelah terjadinya talak tiga maka istri menjadi tidak halal lagi bagi suami, sedangkan maksud dari “berkurangnya ikatan pernikahan” adalah bahwa talak itu mengurangi halalnya istri bagi suami, seperti terjadi pada talak raj’i. padahal sebelumnya terjadi talak itu, istri menjadi halal sepenuhnya secara mutlak bagi suami; dan dikatakan pula bahwa talak itu menghilangkan ikatan pernikahan sebagiannya dengan talak raj’i lalu akan hilang seluruhnya dengan talak tiga (talak ba’in shugra).[1]
Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami
persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau
melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau
langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia yang ada di sini.
Terima Kasih.
[1] Saiful Millah dan Saepudin Jahar, “Dualisme Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia: Fiqh dan KHI”, (Jakarta; Amzah, 2019), 151.