layananhukum

Macam Pembagian Logika



Sejarah telah mencatat adanya dua macam logika, yaitu logika naturalis (alamiah/kodratiah) dan logika artifisialis (buatan/ilmiah).


Demikian ini sebagaimana apa yang dinyatakan oleh Dardiri dan Alex Lanur. Kemudian Lanur menambahkan, bahwa antara keduanya tidak dapat dipisahkan satu dan lainnya.


Logika Naturalis

Sejak manusia mulai melakukan kegiatan berpikir, saat itulah ia mempraktikkan hukum-hukum atau aturan-aturan berpikir, meskipun belum disadarinya. Sejak manusia ada secara potensial, manusia sudah berlogika dan termanifestasikan sejak budi manusia berfungsi sebagaimana mestinya.


Namun kemampuan berlogika seperti itu hanya merupakan bawaan kodrat manusia (kodratiah), masih sangat sederhana, sehingga disebut logika naturalis.


Misalnya: manusia dengan logika naturalisnya mengetahui bahwa hujan menurunkan air, kemudian di sisi lain ia mengetahui bahwa tanah menjadi basah jika terkena air. 


Dengan dua pengetahuannya itu, secara naturalis manusia dapat berlogika bahwa jika ada hujan, maka tanah yang terkena hujan menjadi basah. Secara potensial, akal budi manusia dapat bekerja menurut hukum-hukum logika dengan cara yang spontan, terbatas pada hal-hal yang bersifat badihi (sederhana, tanpa memerlukan pemikiran).


Akan tetapi dalam hal-hal yang rumit, yang berskala nazari (memerlukan pemikiran), baik akal budinya maupun seluruh diri manusia dapat, dan nyatanya dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subjektif.


Selain itu, baik manusia sendiri maupun perkembangan pengetahuannya dapat terbatas. Hal yang rumit, kecenderungan yang subjektif, dan keterbatasan manusia dapat menyebabkan kesesatan tidak dapat dihindarkan.


Di sisi lain, dalam diri manusia sendiri terdapat kebutuhan untuk menghindarkan kesesatan tersebut. Untuk ini diperlukan suatu ilmu khusus yang merumuskan asas-asas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran. Oleh karena itu, muncullah macam logika berikutnya, yaitu logika artifisialis.

Logika Artifisialis

Meskipun potensi manusia telah memiliki kemampuan menggunakan logika, tetapi kadang kala dapat tersesat apabila memikirkan masalah-masalah yang rumit. Untuk menolong manusia dalam berpikir agar tidak sesat, maka manusia membuat logika buatan (artifisialis/ilmiah). Jadi, logika artifisialis dilahirkan oleh sekurang-kurangnya tiga penyebab, yakni:

-    kemampuan berlogika secara alami yang sangat terbatas,

-    permasalahan yang dihadapi manusia semakin kompleks, dan

-    tampilnya keinginan-keinginan, kepentingan-kepentingan, atau pengaruh-pengaruh tertentu yang dapat merusak potensi logika manusia. 


Logika ilmiah pada dasarnya membantu logika kodratiah. Logika artifisialis memperhalus, mempertajam pikiran serta akal budi manusia, sehingga dengan bantuan logika artifisialis, manusia dapat berpikir dengan tepat, teliti, lebih mudah dan lebih aman.


Pada giliran berikutnya, kesesatan dapat dihindarkan, atau paling tidak dapat dikurangi. Logika artifisialis dibagi menjadi dua, yaitu logika material (mayor) dan logika formal (minor).


Logika material membicarakan persesuaian antara pikiran dengan objeknya (materinya) atau hal yang dipikirkan. Logika material ini biasanya disebut epistemologi. Sedangkan logika formal merupakan logika yang mempelajari bentuk-bentuk berpikir; aturan-aturan, patokanpatokan dan metode-metode yang digunakan manusia untuk dapat berpikir tepat.

Logika Tradisional (Klasik) dan Modern

Pada pembagian selanjutnya logika formal di atas dibagi menjadi dua, yaitu logika tradisional/klasik dan logika modern. Logika tradisional merupakan suatu bentuk formal logic yang mempelajari asas dan penyimpulan yang sahih menurut bentuk penalaran saja.


Apa yang disimpulkannya atau isi perbincangan yang bersangkutan tidak berperan menentukan sah atau tidaknya simpulan yang diturunkan. Sedangkan logika modern (simbolik) merupakan suatu bentuk formal logic, tetapi daya formalnya lebih besar, karena lingkup bentuk-bentuk yang dijangkaunya jauh meliputi logika tradisional, lebih daripada sekadar berbicara tentang asas-asas penyimpulan dalam penalaran.


Logika simbolik memanfaatkan metode-metode matematik, sehingga kadang-kadang disebut juga logika matematik. 


Dalam gambaran praktis dapat dinyatakan dengan dua penjelasan, yaitu: pertama, logika klasik bertumpu pada pengertian, dengan mengedepankan pola S = P. Sedangkan lambang-lambang yang lazim digunakan adalah S, P, dan M (Subjek, Predikat, dan Media). Logika pengertian ini mengutamakan keterangan yang telah bulat sebagai fokus perhatian.


Akan tetapi, lebih daripada logika pengertian, perhatian logika modern tertuju pada proposisi, dengan kode p dan q. Bahkan logika proposisi juga diproyeksikan untuk menjelaskan hubungan timbal-balik atau relasi antar proposisi. Kedua, dalam logika modern digunakan simbol-simbol, yang tidak terdapat dalam logika klasik. Simbol-simbol itu di antaranya adalah: ¬ (negasi), ^ (kopulasi/konjungsi), (implikasi), dan ü (disjungsi). Selebihnya, digunakan juga simbolsimbol matematika.

(Sokhi Huda dan A.M Moefad, 2011, Logika Saintifik Wawasan Dasar, Keilmuan, dan Filsafati.)

 

Formulir Isian