layananhukum

Kebosanan adalah Bagian dari Perubahan

Konsep absurditas sendiri dimunculkan oleh Albert Camus. Camuslah yang menghubungkan mata rantai absurditas dengan eksistensialisme. Konsep “absurd”-nya dimunculkan Camus dalam sebuah esainya yang terkenal, yaitu Mite Sisifus yang menjadi dasar gagasan Camus.

Mite Sisifus adalah sebuah esai filosofis yang memperkenalkan suatu pandangan kehidupan yang tidak lazim. Namun, apabila disebut sebagai filsafat, ia belum lengkap karena belum sampai pada sistem.

Mungkin, hal ini senada dengan perkataan Jean Sarrochi  bahwa “ada semacam “incompétence philosophique” pada Camus, semacam ketidakmampuannya dalam filsafat.” Esai-esai filosofis Camus memang sering dikecam, pengertiannya tentang gagasan-gagasan beberapa filsuf yang disebutnya sering keliru. Sebab, Camus bukanlah seorang filusuf.

Camus tak pernah membuat suatu discourse metafisika. Camus bukan sesorang yang terikat dalam suatu sistem pemikiran, atau bahkan dalam suatu sistem sejenis, apalagi membuat sistem. Namun, esai itu sangat indah dan gagasan yang disajikan orisinal, sehingga mendapat tempat di hati pembaca—terutama di Prancis yang selalu tertarik pada hal yang tak lazim.

Kerangka pikirannya tentang “absurditas” yang menjadi paradigma Camus yang (banyak) dikatakan sebagai sebuah filsafat adalah bagian dari suatu mazhab sastra yang berkembang selepas Perang Dunia II. 

Yang apabila kita telusuri dalam pengertian tersebut, bahwa perkembangan aliran “absurd” masih satu kutub dengan aliran eksistensialisme, yang telah memiliki sejarah yang cukup panjang, bahkan sebelum Perang Dunia I.

Tokoh eksistensialis yang juga menjadi peletak dasar eksistensialisme, seperti Kierkegaard telah menulis karya-karyanya sebelum Perang Dunia I. Para eksponennya, seperti Heidegger, Karl Jaspers, dan Sartre telah menulis juga sebelum Perang Dunia II.

L'etranger dari novel ini lahir sebuah ungkapan bahwa “la vie ne vaut pas la peine d'être vécue” atau hidup tak layak dijalani, tentu dalam kaitan dengan absurditas kematian di mata Barat.

Kebesaran manusia absurd terletak pada kesadarannya yang jernih atas kondisi hidupnya.

L'etranger mengandung tema-tema kuat secara konsisten. Ke“asing”an mendominasi keseluruhan cerita. Meursault, tokoh utamanya, terlihat asing dalam segala hal.

Dia bukan hanya seorang asing di Aljazair, tetapi juga asing terhadap kebudayaan, tepatnya tata cara masyarakatnya, asing terhadap dunia, asing terhadap waktu, bahkan asing terhadap dirinya sendiri. Vincent Martin dalam “kierkegaard Sartre camus”, mengatakan, kesadaran tentang absurditas terjadi bila seseorang tiba-tiba sadar tentang rasa bosan, jemu, kelelahan mekanis dari keberadaan hari-harinya: kembali dari bekerja, makan siang, bekerja kembali, pulang, tidur, kembali bekerja, makan siang, bekerja kembali; minggu demi minggu, tahun demi tahun. Absurditas kehidupannya membuatnya berhenti di puncak kemuakan.

Bukankah dalam banyak hal manusia belum sadar bahwa dunia absurd? Bukankah kita belum mampu berpikir tentang dunia ini, lalu kenapa kita begitu tergesa-gesa mengambil keputusan? Akankah kita memulai menikmati hidup dengan cara yang paling tolol sekali pun? karena kita manusia pada dasarnya bebas untuk menentukan pilihan?

Ini adalah tulisan dengan satire yang telak pada kinerja pengadilan yang serbarutin dan serbatata-cara, tapi tak benar-benar melihat permasalahan kejahatan secara adil. Hal itu masih dibebani oleh hakim yang beranggapan dirinya religius, dan mencampuradukkan masalah iman dalam menjalankan tugasnya untuk mewujudkan keadilan.

 “Apa itu keadilan??”

Tunggu saatnya ketika bertemu pada nafsu dan keragu-raguaan. Bosan artinya, kembali melancarkan alasan bahwa otak perlu berpikir, berhenti nyinyir.

Formulir Isian